Jumat, 28 Oktober 2011

Jangan Jadi Sampah Pemuda

Oleh : Musthofa Umar, S. Ag., M. Pd.I

28 oktober 1928, menurut catatan sejarah pada hari minggu di Gedung Oost-Java Bioscoop. Dalam rapat yang kedua, karena pada 27 oktober 1928 pernah berlangsung rapat pertama, di  Gedung Katholieke Jongenlingen Bond (sekarang Lapangan Banteng).dan diakhiri rapat ketiga,  di Gedung Indonesische Clubgebow di Jalan Kramat 106. Di sini,  hadir berbagai wakil organisasi kepemudaan seperti Jong Java, Jong Batak, Jong, Jong Celebes, Jong Sumatranen Bond, Jong Islamieten Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Pemuda Kaum Betawi dan lain-lain. Selain itu juga turut serta pengamat dari pemuda tiong hoa seperti Kwee Thiam Hong, John Lauw Tjoan Hok, Oey Kay Siang dan Tjoi Djien Kwie. 
Kami putra-putri Indonesia berjanji, Bertanah air satu, tanah air Indonesia, Berbangsa satu, bangsa Indonesia dan Berbahasa satu, bahasa Indonesia. Pekik sumpah pemuda ini  menggema 83 tahun lalu dari rumusan Muhammad Yamin yang dibacakan oleh Soegondo. Semangat mereka sangat luar biasa, dilihat dari rapat demi rapat yang mereka para pemuda lakukan saat itu dan pembahasan yang mereka bahas. Misalnya dalam rapat pertama, pkok bahasan adalah tentang persatuan dalam sanubari para pemuda. Dimana, Muhammad Yamin selaku ketua Perhimpunan Pelajar Pelajar Indonesia (PPPI) menggaris bawahi tentang arti dan hubungan persatuan dengan pemuda.  Menurutnya, ada lima faktor yang bisa memperkuat persatuan Indonesia yaitu sejarah, bahasa, hukum adat, pendidikan, dan kemauan. 
Lalu dalam rapat kedua, pokok bahasan para pemuda kita saat itu adalah tentang pendidikan. Poernomowoelan dan Sarmidi Mangoensarkoro sebagai pembicara dalam rapat ini, sependapat bahwa anak harus mendapat pendidikan kebangsaan, harus pula ada keseimbangan antara pendidikan di sekolah dan di rumah. Anak juga harus dididik secara demokratis. Dan pada rapat penutup, atau rapat ketiga para pemuda kita menitik beratkan pada pentingnya nasionalisme dan demokrasi selain gerakan kepanduan. Sedangkan Ramelan mengemukakan bahwa gerakan kepanduan tidak bisa dipisahkan dari pergerakan nasional. Gerakan kepanduan sejak dini mendidik anak-anak disiplin dan mandiri, hal-hal yang dibutuhkan dalam perjuangan. 
Dari uraian sejarah ini, betapa mereka berjuang untuk bangsa ini bukan hanya mengangkat senjata saja, namun menggunakan pemikiran-pemikiran cemerlang mereka, yang selanjutnya dirasakan kita bersama sampai saat ini. Masalah persatuan, kesatuan, pendidikan, demokratis dan nasionalisme adalah masalah penting bangsa ini yang masih belum rampung. Lihat saja, bagaimana pendidikan tidak merata selama 32 tahun antara negeri dan swasta bahkan sampai saat ini, adanya klaim negeri lebih baik dari swasta. Demikian halnya masalah nasionalis, kita diuji dengan lepasnya Timor-Timor, menyusul GAM di Aceh dan Papua Merdeka di Irian Jaya dan Maluku. Ini semua menjadi Pekerjaan Rumah (PR) pemuda-pemuda bangsa ini.
Kita eksis tiap tahun melaksanakan Sumpah Pemuda, bahkan tanpa terasa sudah 83 tahun. Namun apa yang terasa bagi kita? makna apa yang bisa kita ambil hikmah dan pelajaran dari setiap perayaan ini? pertanyaan-pertanyaan ini muncul seiring kegiatan pemuda-pemuda kita semakin jauh dari konsep yang ditawarkan Muhammad Yamin dan kawan-kawan 28 oktober 1928 lalu.   Jangankan esensi sumpah pemuda, isi teks sumpah pemuda saja banyak pemuda-pemuda kita tidak menghafalnya. Hal inilah yang terjadi pada generasi muda kita sekarang ini. Dan inilah yang saya lihat menjadi permasalahan yang cukup mendasar pada generasi muda bangsa ini. Eksistensi tanpa esensi, tubuh yang tanpa jiwa, semangat tanpa arah.   
Organisasi pemuda di negeri ini ratusan, dari LSM, organisasi partai, kemahasiswaan, keagaamaan dan yang independent. Namun disaat rekan muda-muda mereka bermasalah, apa yang mereka bisa lakukan? Seberapa banyak organisasi-organisasi pemuda kita peduli akan nasib temannya? Memang tidak semuanya, namun banyak pemuda kita yang tidak mengerti harus bagaimana menjadi pemuda. Belum lagi masalah Gayus Tambunan dan Muhammad Nazaruddin yang melakukan korupsi menempatkan nama tokoh muda yang diharapkan tampil di depan justru mencederai amanh (kepercayaan) itu. Kalau dulu kaum tua kita bilang terlalu lembek dan pelan, sehingga kita kaum muda harus di depan, nah giliran kaum muda di depan juga sama saja. 
Secara garis besar pemuda bisa kita kategorikan dua macam;  Pertama adalah yang termasuk dalam kategori tubuh tanpa jiwa. Banyak sekali pemuda-pemudi Indonesia yang sudah tidak mempunyai semangat, bahkan untuk diri mereka sendiri dalam kesehariannya. Saya ambil contoh kehidupan di dalam kampus. Begitu banyak mahasiswa yang saya temui bahkan tidak tahu untuk apa mereka datang ke kelas dan belajar. Yang mereka tahu hanyalah lulus SMU ya kuliah, mau apa lagi. Pada akhirnya, mereka lebih sering menghabiskan waktu di kantin kampus, warnet atau pergi ke mal, daripada masuk ke kelas. Kemudian banyak yang akhirnya menghabiskan lima atau enam tahun untuk kuliah. Bahkan ada yang lebih parah lagi, berhenti kuliah di tengah jalan. 
Kelompok yang kedua adalah para pemuda-pemudi yang masuk ke dalam kategori semangat tanpa arah. Semangat yang berapi-api, tapi tak jelas arahnya. Pemuda-pemudi yang masuk ke dalam kategori ini dapat terlihat begitu semangat dan potensial, tetapi mengandung bahaya yang cukup mematikan juga. Lihat saja yang terjadi dengan Kerusuhan Mei ’98, dan juga Tragedi Trisakti. Para mahasiswalah yang berperan besar dalam perubahan arus politik yang drastis di negara kita ini pada saat itu. Tetapi sampai sekarang, masih ada pertanyaan yang belum terjawab, apakah ada dalang yang menggunakan mahasiswa untuk kepentingan politiknya saat itu? Mahasiswa yang mungkin ratusan ribu jumlahnya saat itu melakukan demonstrasi dengan semangat yang menggebu-gebu. Tetapi apakah itu lahir dari kesadaran individu untuk suatu perubahan, atau hanyalah semangat kebersamaan yang terjadi pada satu tempat dan saat tertentu?
Contoh lainnya, berapa banyakkah pemuda-pemudi berbakat yang menimba ilmu di luar negeri, demi mendapatkan pendidikan yang berkualitas tinggi? Dan berapa banyak juga atlet-atlet muda berprestasi yang mendapat kesempatan mengasah kemampuan di negeri lain, dengan fasilitas dan pelatih yang berkualitas? Dari kesemuanya itu, berapa banyakkah yang kembali ke tanah air tercinta ini, dengan segala ilmu dan pendidikan yang telah mereka dapatkan untuk membangun kembali negeri Indonesia ini? Rasanya pertanyaan-pertayaan tadi tidaklah terlalu sulit untuk kita jawab. Masalah lain yang timbul adalah, banyak dari tokoh-tokoh muda negeri ini yang cerdas dan pintar kurang mendapat posisi dalam pemerintahan karena bukan ‘golongan’ mereka. 
Inilah yang sedang terjadi pada generasi muda bangsa Indonesia saat ini. Para pemuda-pemudi yang adalah tulang punggung dari masa depan Indonesia kelak.  Pepatah Arab mengatakan, “Syibaanul Yauum, Rijaalu al-Ghodaan” (Pemuda sekarang dalah Pemimpin Masa Depan). Dan pertanyaan untuk ini, apakah mereka pemuda-pemudi kita sudah siap?  Dengan kondisi riil di lapangan, banyak mahasiswa tawuran antar mahasiswa, demo membela yang bayar bukan yang benar, acuh, cuek terhadap lingkungan sosialnya, narkoba, judi, miras, duplikat skripsi dan lain-lain. Masalah-masalah ini tentu kalau kita kaitkan dengan tujuan  Muhamamd Yamin dan kawan-kawan berkumpul pada waktu itu sangat jauh sekali, jauh api dari panggang. 
Bukankah seharusnya kita, sebagai pemuda-pemudi Indonesia dapat memaknai arti yang sesungguhnya dari semangat Sumpah Pemuda dan kemudian mengaplikasikan semangat mulia itu ke segala aspek kehidupan kita? Tidak berhenti sampai disitu, sudah seharusnya juga kita menularkan semangat itu kepada sekeliling kita dan pada akhirnya mewarisinya kepada generasi mendatang dari tanah air kita ini.  Tapi kalau sumpah pemuda tidak bisa kita aplikasikan dalam kehidupan sehari-hari kita sama artinya kita tidak menghargai jasa-jasa pendahulu kita. apa yang kita lakukan, yang mencoreng makna sumpah pemuda adalah bentuk kita tidak siap menjadi pemuda, kita sampah bagi pemuda-pemuda yang ada. 
Semoga semangat yang kita miliki lahir dari pengenalan akan makna yang sesungguhnya dari arti Sumpah Pemuda itu sendiri. Biarlah esensi dari isi Sumpah Pemuda itu terpatri dalam hati kita, suci layaknya sebuah sumpah, dan bukan menjadi sampah yang kita acuhkan karena kita menganggapnya tak berarti. Dan sudah seharusnya juga kita menjadi pemuda yang suci dan mulia bagi bangsa kita ini, layaknya Sumpah Pemuda. Bukan menjadi sampah yang mengotori tanah air kita tercinta, Indonesia. Mari kita isi dengan kegiatan-kegiatan yang positif untuk membantu pemimpin-pemimpin kita dalam memajukan bangsa ini. torehkan prestasi yang memuaskan jika kita mendapatkan kesempatan itu, telurkan kepemuda-pemuda yang lain, rekan-rekan kita jika nasib mereka tidak sama dengan kita. dan kalau hal ini sudah kita lakukan, maka apa yang menjadi tujuan Muhammad Yamin dan kawan-kawan waktu itu akan tercapai, andai mereka tahu dan hidup, mereka akan bangga dengan generasi penerusnya saat ini. Insyaallah!

Penulis adalah Penyuluh Agama Islam di KUA Kec. Mpunda Kemenag Kota Bima.


Perselingkuhan dan Kehamilan Luar Nikah

Oleh : Mustapa Umar, S. Ag., M.Pd.I.
Tulisan saya ini sebenarnya, kelanjutan dari tulisan saya tempo hari, tentang Patologi Sosial Remaja. Di samping itu untuk merespon kejadian beberapa waktu lalu, mungkin kita masih ingat oknum PNS di perpajakan yang menghamili rekan kerjanya sendiri, sedangkan dia berstatus suami orang. Sebenarnya kata-kata menghamili bagi saya kurang tepat, seolah-olah yang laki-laki saja punya kemauan. Namun dalam masalah ini, mereka sama-sama mau dan terjadilah hubungan itu sampai yang perempuannya hamil. Sebab jika kasus ini adalah kemauan laki-laki semata, itu namanya pemaksaan atau pemerkosaan dan harusnya tidak menunggu hamil, si perempuannya lapor ke polisi kejadian itu. Akan tetapi seperti yang di atas, mereka mau sama mau sehingga si perempuannya diam saja. Atau bisa jadi, karena si laki-laki mengancam atau menjanjikan sesuatu yang muluk-muluk kepada si perempuan.
Dalam kasus ini, ada tiga inti pokok yang bisa kita kaji dan jadikan introspeksi diri. Pertama, patologi sosial (penyakit sosial). Free sex (sex bebas) dikalangan remaja adalah sebuah penyimpangan prilaku, sehingga sex bebas tidak dibenarkan. Kedua, perselingkuhan dan ketiga status hamil di luar nikah dalam islam yang berdampak kepada status anak hasil hubungan luar nikah. Untuk yang pertama, sudah sering kita bicarakan. Dulu pernah saya menulis opini di media ini tentang dampak penggunaan narkoba dikalangan remaja. Dan minggu kemarin, saya menulis tentang patologi sosial remaja. Mengkonsumsi Narkoba dikalangan remaja adalah patologi sosial yang berdampak kepada menghalalkan hubungan di luar nikah (free sex) tadi.  Dan mengenai selingkuh, dari media elektronik (TV) mungkin sering kita menemukan contoh tentang apa itu selingkuh. Ringkasnya selingkuh itu adalah serakah. Serakah dalam hal cinta, karena dia sudah mempunyai cinta tapi tidak puas dengan cinta yang dia punya. Sehingga menyebabkan si empunya selalu mencari cinta lain.
Selingkuh lebih dihususkan untuk hubungan cinta saja, walaupun kalau dilihat dari pengertiannya tidak hanya untuk cinta saja, tapi untuk semua pekerjaan. Saya tidak mengartikan selingkuh itu ‘berpaling ke lain hati’ tapi mendua dan ingin mengumpulkan dua hati (kemauan) dalam satu wadah yakni suami-istri. Kalau berpaling artinya ‘murtad’ dan akan meninggalkan yang sudah dia punya, namun dalam hal ini tidak, dia ingin yang lain sedangkan dia sebenarnya sudah mempunyai hal yang serupa. Sehingga dalam kasus ini, saya lebih melihat sebuah keserakahan saja. Akan tetapi, agar pembahasan opini ini tidak melebar, saya kerucutkan saja ke masalah cinta suami-istri (pernikahan), yang ingin mempunyai suami-istri atau pasangan lain di luar pasangan mereka yang sudah sah dan ada. Lalu pertanyaan kita, kenapa selingkuh itu bisa terjadi?? Banyak pendapat tentang hal ini, ada mereka yang berpendapat tentang laki-laki yang puber tiga kali dalam hidup mereka. Sejak aqil baligh (15 tahun), umur 40 tahun dan terakhir laki-laki akan mengalami puber pada  umur 50 tahun. Pendapat ini terlihat lebih memenangkan laki-laki dan mendeskriditkan perempuan, padahal puber tidak hanya dimiliki laki-laki saja, akan tetapi perempuan juga mengalami puber.
Puber, adalah keinginan yang sangat, berapi-api dan sangat ingin memiliki terhadap lawan jenisnya. Namun pendapat ini belum teruji kebenarannya secara ilmiah, karena dalam psikologi remaja yang menyinggung tentang puber sendiri mengatakan, puber itu hanya terjadi satu kali dalam hidup seseorang. Tidak ada istilah puber satu, puber kedua dan selanjutnya. Lalu kalau memang tidak ada puber kenapa bisa terjadi perselingkuhan? Banyak sebab orang itu selingkuh, minimal sebab yang paling berbahaya dalah karena memang penyakitnya sendiri. Ada yang disebabkan oleh kebosanan yang terus menerus dan berkepanjangan yang terjadi. Selingkuh juga bisa terjadi karena ada sesuatu keiingin yang tertunda lalu ditemukan kembali pada orang lain. Baiklah, kita akan urai satu persatu penyebab perselingkuhan itu terjadi. Orang selingkuh karena watak (pembawaan) yang kurang baik, ini bagaimanapun caranya tidak akan teratasi kecuali dari dirinya sendiri. Pembawaan bisa jadi adalah kebiasaan yang buruk, selalu merasa tidak cukup dan selalu merasa kurang dengan apa yang dia miliki. Sifat qona’ah (cukup) dalam islam, sangat membantu orang-orang yang pembawaannya (wataknya) selalu ingin selingkuh.
Selanjutnya masalah perselingkuhan, yang disebabkan oleh kebosanan yang terus menerus dan berkepanjangan. Masalah ini alamiah sifatnya, orang akan cepat bosan jika yang dilakukan itu-itu saja. Tiap bertemu hanya satu tempat, yang diomongkan itu-itu saja dan jika sudah berkeluarga yang gaya hidup dan pelayanan kepada pasangan dari baru naik pelaminan sampai punya anak tetap itu-itu saja. Tidak ada inisiatif dan kreatif dalam membangun sebuah hubungan. Banyak orang berfikir kalau sudah dapat, maka cukup sudah tanpa mereka berpikir bagaimana mereka mempertahankan sebuah hubungan itu. Untuk yang sudah menikah, anda bisa buktikan sendiri bagaimana saat ‘pacaran’ dulu, baru bersalaman saja kita sudah terangsang (ereksi). Tapi kenapa setelah menikah, dapat 2-3 bulan jangankan di pegang tangan, dipeluk saja kita tidak spontan ereksi seperti waktu ‘pacaran’ dulu. Pasangan sering meninggalkan aura pemikat waktu mereka sendiri dulu. Aura pemikat, kenapa sampai si dia tertarik pada kita dan sampai siap menikah. Dah banyak kita lihat, begitu mereka menikah hal-hal yang itu mereka lupakan, sehingga kita tidak salahkan pasangan mereka berpaling. Juga kita lihat, jika mereka sudah menjadi duda-janda, aura pemikat itu kembali tertata, yang dandanannya tiap hari, selalu pakaian bagus, harum wangi bunga dan lain-lain.
Dari itu solusi yang bisa kami tawarkan dalam mengatasi kebosanan adalah, selalu ada refresh (peremajaan) suasana kembali. Misalnya dengan membuka album photo saat pernikahan dulu, atau mendatangi tempat-tempat yang dulu romantis pernah kita tempati dalam meluapkan asmara rindu waktu itu. Bisa juga dengan cara memikat laki-laki (suami) atau perempuan (istri) kita dengan cara saat pertama kina kenal. Tanyakan apa yang mebuat dia terpikat pertama kali anda bertemu, melihat anda dan menyatakan tertarik. Ini yang saya sebut di atas ‘aura pemikat’ yang harus dipertahankan, di pupuk, di sirami, di jaga dari sesuatu yang membuatnya sakit dan sebagainya. Nah kalau hal-hal ini kita lakukan, isnyaallah kebosanan itu bisa kita hadapi. Terkadang kebosanan ini akan sirna jika dalam rumah tangga kita ada anak yang lucu-lucu dan imut yang bisa menghibur orang tua dan membanggakan orang tua.
Selain karena kebosanan, perselingkuhan terjadi karena ada keinginan yang tertunda. Misalnya seseorang menginginkan pasangannya nanti yang kaya, akan tetapi entah kenapa dia menemukan yang miskin. Nah suatu saat dalam perjalanan rumah tangga atau hubungan asmara , tanpa sengaja dia menemukan orang yang kaya dan mau, maka mereka dengan sendirinya akan pindah hati. Bisa juga karena perhatian yang kurang, komunikasi yang tidak efektif dan mengerti satu sama lain. Dari itu ada beberapa tawaran alternative menghadapi selingkuh diantaranya; (a) memberi sambutan yang manis, (b) Percantiklah dirimu dan rendahkan suaramu, (c) senantiasa tampil mewangi dan selalu cantik, (d) ketika melakukan hubungan intim harus sama-sama ceria dan mau melakukan, (e) merasa puas dengan apa yang telah Allah berikan melalui suami dan istri, (f) jangan pusing dengan hal-hal keduniaan, (g) bersyukur dan memberikan apresiasi, minimal ucapan terimakasih, (h) kesetiaan dan ketaatan, (i) memenuhi permintaan suami, (j) jika suami marah, buatlah dirinya merasa lega, (k) menjaga diri ketika suami tidak ada, (l) tunjukkan rasa hormat kepada keluarga dan teman-temannya, (m) kecemburuan yang terpuji, bukan cemburu buta, (n) kesabaran dan dukungan emosional, (o) mendukung suami untuk taat kepada Allah, berdakwah, dan berjihad fi sabilillah, (p) merawat rumah dengan baik dan (q) mengatur keuangan keluarga. insyaAllah kalau ini sudah kita lakukan, maka tidak ada perselingkuhan itu terjadi, apalagi sampai menyebabkan hamil. Nah kehamilan yang tidak diinginkan, sangat besar dampak yang ditimbulkan, malu kepada keluarga, status anaknya yang gak jelas, laki-laki yang tidak mau bertanggung jawab sampai melakukan aborsi. Lalu bagaimana sebenarnya hukum menikahi atau menikahkan orang hamil? Sepakat imam madzhab tidak membolehkan kecuali bersyarat, kecuali Imam Syafi’i. Namun imam Abu Hanifah menetapkan syarat adalah ‘tidak menggauli’ sampai dia melahirkan. Akan tetapi masalahnya, adakah suami yang menahan dirinya tidak menggauli istrinya sampai melahirkan, kalau dia menikahi perempuan yang sedang hamil? Baik hamil oleh dirinya, ataupun orang lain.
Dalam hal ini, Asy Syaikh Abu Yaasir Khalid Ar Raddadiy (hafidhahumallah) pernah ditanya tentang apakah sah pernikahan seorang perempuan yang hamil karena zina dengan laki-laki yang berzina dengannya atau dengan selain laki-laki yang berzina dengannya? Maka jawab beliau, masalah pernikahan perempuan hamil karena berzina, adalah Allah SWT berfirman dalam surat An-Nuur ayat 3, “Laki-laki yg berzina itu tidak menikahi kecuali wanita yg berzina atau wanita musyrikah. Dan wanita yang berzina itu tidak dinikahi kecuali oleh laki-laki yg berzina atau seorang laki-laki yang musyrik dan yang demikian itu diharamkan bagi orang-orang beriman.” Apabila kita membaca ayat yang mulia ini yang Allah akhiri ayat ini dengan “dan hal itu diharamkan bagi orang-orang beriman,” maka kita bisa simpulkan dari hal ini satu hukum, yaitu HARAMNYA menikahi perempuan yang berzina dan HARAMNYA menikahkan laki-laki yang berzina. Artinya, hanya boleh dinikahi dan menikahkan dengan pasangan zinanya saja.
Dan apabila kita mengetahui hal tersebut dan bahwa hal itu diharamkan bagi orang-orang yang beriman, maka sesungguhnya orang yang melakukan perbuatan yang keji ini kondisi/keadaanya tidak terlepas dari keadaan orang yang mengetahui haramnya perbuatan tersebut, namun ia tetap menikahi perempuan itu dikarenakan dorongan hawa nafsu dan syahwatnya, maka pada saat seperti itu, laki-laki yang menikahi perempuan yang berzina itu juga tergolong sebagai seorang pezina sebab ia telah melakukan akad yang diharamkan yang ia meyakini keharamannya.
Jadi, hukum asal dalam menikahi seorang wanita yang berzina itu adalah tidak boleh dinikahi kecuali oleh laki-laki yang berzina pula. Memang  ada diantara para ulama yang memfatwakan, apabila seorang laki-laki berzina dengan seorang perempuan dan laki-laki ini bermaksud untuk menikahi wanita tersebut, maka wajib bagi keduanya untuk bertobat kepada Allah SWT. Kemudian hendaknya kedua orang tersebut melepaskan dirinya dari perbuatan yang keji ini dan ia bertobat atas perbuatan keji yang telah dilakukannya dan bertekad untuk tidak kembali kepada perbuatan itu serta melakukan amalan-amalan yang shalih.
Dan apabila laki-laki tersebut berkeinginan untuk menikahi perempuan itu, maka ia wajib untuk membiarkan perempuan itu selama satu masa haid yaitu 1 bulan, sebelum ia menikahi atau melakukan akad nikah terhadapnya. Apabila kemudian perempuan itu ternyata hamil, maka tidak boleh baginya untuk melakukan akad nikah kepadanya kecuali setelah perempuan tersebut melahirkan anaknya.
Hal ini berdasarkan larangan Nabi Muhammad SAW, “Seseorang untuk menyiramkan airnya ke sawah atau ladang orang lain,” dan ini adalah bahasa kiasan, yaitu menyiramkan maninya kepada anak dari kandungan orang lain. Sedangkan mengenai status anaknya, semua madzhab yang empat (Madzhab Hanafi, Malikiy, Syafi’i dan Hambali) telah sepakat bahwa anak hasil zina itu tidak memiliki nasab dari pihak laki-laki, dalam arti dia itu tidak memiliki bapak, meskipun si laki-laki yang menzinahinya dan yang mena-burkan benih itu mengaku bahwa dia itu anaknya. Pengakuan ini tidak dianggap, karena anak tersebut hasil hubungan di luar nikah. Di dalam hal ini, sama saja baik si perempuan yang dizinai itu bersuami atau pun tidak bersuami. Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah: “Anak itu bagi (pemilik) firasy dan bagi laki-laki pezina adalah batu (kerugian dan penyesalan).” (HR: Al-Bukhari dan Muslim). Firasy adalah tempat tidur dan di sini maksudnya adalah si istri yang pernah digauli suaminya atau budak perempuan yang telah digauli tuannya, keduanya dinamakan firasy karena si suami atau si tuanmenggaulinya atau tidur bersamanya. Sedangkan makna hadits tersebut yakni anak itu dinasab-kan kepada pemilik firasy. Namun karena si pezina itu bukan suami maka anaknya tidak dinasabkan kepadanya dan dia hanya mendapatkan kekecewaan dan penyesalan saja.
Oleh karena itu anak hasil zina itu tidak dinasabkan kepada laki-laki yang berzina maka; (1) anak itu tidak berbapak, (2) anak itu tidak saling mewarisi de-ngan laki-laki itu. Bila anak itu perempuan dan di kala dewasa ingin menikah, maka walinya adalah wali hakim, karena dia itu tidak memiliki wali. Berdasarkan sabda Rasulullah  “Maka sulthan (pihak yang berwenang) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali?” (HR. Asy Syafi’iy, Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah). Satu masalah lagi yaitu bila si perempuan yang dizinahi itu dinikahi sebelum beristibra dengan satu kali haidh, lalu digauli dan hamil terus melahirkan anak, atau dinikahi sewaktu hamil, kemudian setelah anak hasil perzinahan itu lahir, perempuan itu hamil lagi dari pernikahan yang telah dijelaskan di muka bahwa pernikahan ini adalah haram atau tidak sah, maka bagaimana status anak yang baru terlahir itu? Bila si orang itu meyakini bahwa pernikahannya itu sah, baik karena taqlid kepada orang yang memboleh-kannya atau dia tidak mengetahui bahwa pernikahannya itu tidak sah, maka status anak yang terlahir akibat pernikahan itu adalah anaknya dan dinasabkan kepadanya, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Ibnu Qudamah tentang pernikahan perempuan di masa ‘iddahnya di saat mereka tidak mengetahui bahwa pernikahan itu tidak sah atau karena mereka tidak mengetahui bahwa perempuan itu sedang dalam masa ‘iddahnya, maka anak yang terlahir itu tetap dinisbatkan kepada-nya padahal pernikahan di masa ‘iddah itu batal dengan ijma para ulama, berarti penetapan nasab hasil pernikahan di atas adalah lebih berhak. Semoga orang yang keliru menyadari kekeliruannya dan kembali taubat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, sesungguhnya Dia Maha luas ampunan-Nya dan Maha berat siksa-Nya. Na’udzubillahiminzaalik!
 
Penulis adalah Penyuluh Agama di KUA Kec. Mpunda Kemenag Kota Bima.

Remaja Masjid, Jauh dari Masjid

Oleh : Musthafa Umar, S. Ag., M. Pd.I.

Tulisan saya ini dalam rangka ikut berpartisaipasi  memperingati dan mengisi momentum hari sumpah pemuda 28 Oktober 2011.  Semangat sumpah pemuda dalam diri pemuda kita hendaknya dibangun agar tetap bermakna dalam menjaga keutuhan bangsa yang kita cintai ini. Kalau melihat kebelakang bagaimana sejarah perjuangan para pemuda-pemuda dulu (1928), Ki Hajar Dewantara, Budi Utomo, Bung Tomo, Muhammad Yamin dan kawan-kawan dalam membangun bangsa ini dengan semangat yang kuat dan keyakinan akan adanya perubahan. Nah semangat ini hendaknya ada dan terus berkembang dalam setiap pemuda agar makna dibalik adanya sumpah pemuda kala itu hilang.
Banyak masalah yang dihadapi pemuda-pemuda atau remaja kita akhir-akhir ini. Beberapa waktu lalu, sejak munculnya kasus Gayus Tambunan, disusul Muhammad Nazaruddin ada anggapan miring, kenapa kriminal kelas elit dilakukan oleh mereka yang masih tergolong muda-muda? Di saat tokoh-tokoh muda diharapkan tampil di garda depan, muncul kasus-kasus yang memalukan dilakukan tokoh-tokoh muda kita. Belum lagi remaja-remaja yang melakukan hal-hal konyol, seperti narkoba, perampokan, pencurian, tawuran  dan termasuk terorisme banyak mereka tergolong muda-muda. Dari sini apa sebenarnya yang salah dalam diri pemuda/remaja kita?
Organisai-organisai pemuda di negeri ini puluhan bahkan ratusan. Mulai organisasi keagamaan, independent, LSM sampai partai-partai politik membentuk badan-badan otonom kepemudaan tersendiri. Namun dari sekian organisasi ini, berapa banyak yang peduli terhadap kaumnya (pemuda) itu sendiri? Dari sekian organisasi ini, saya mencoba lebih mengerucutkan pada satu organisasi kepemudaan (remaja) keagamaan yang tugasnya sangat urgent sekali dalam pembinaan iman dan taqwa (imtaq) remaja kita. Karena sudah jelas, mereka-mereka pemuda/remaja kita yang melakukan tindak criminal ataupun sejenisnya, kesimpulan yang kita ambil adalah karena didikan akhlak, iman, moral pada diri mereka yang kurang.
Nah berangkat dari masalah moral, remaja masjid sangat berperan seharusnya pada bidang ini. Namun boleh di lihat berapa banyak remaja masjid kita yang dekat dengan masjid dan berhati “masjid”. Memang tidak semua, namun hanya beberapa saja remaja masjid kita yang aktif di masjid, kebanyakan mereka hanya muncul pada hari-hari perayaan besar islam tertentu saja. Tapi kesehariannya, sulit kita temukan remaja yang aktif membangun dan memakmurkan masjid dengan kegiatan-kegiatan kepemudaan. Contoh kecil, sholat jama’ah atau pengajian-pengajian yang diharapkan bisa menanamkan pengetahuan agama ke mereka, justru jarang ditemukan dimasjid-masjid kita.
Batasan usia remaja menurut World Health Organization (WHO) adalah usia 10 samapai 19 tahun. Sedangkan United Nation (UN/PBB) membatasi usia remaja antara 15 sampai dengan 24 tahun.  Remaja pada umumnya tidak mau lagi dikatakan sebagai kanakl-kanak, karena usia remaja adalah antara anak-anak dan dewasa. Masa ini disebut masa perubahan diri dari anak-anak menuju kedewasaan atau dibilang masa transisi. Dan masa ini adalah masa yang menurut Muhammad Zen, S.Ag., Lc., MA. Beliau Dosen FDK UIN Jakarta adalah masa yang paling kritis karena masa yang paling sulit untuk dilalui. Apabila masa ini keliru maka, kelirulah dewasanya nanti dan sebaliknya. Masa ini terjadi banyak perubahan dalam diri individu, baik perubahan fisik mapun perubahan psikis (psikologis/emosional).
Dari sini remaja masjid dituntut untuk memberdayakan/menyemarakkan masjid dengan berbagai kegiatan misalnya; (1) tidak terjerembab ke perjudian, (2) tidak mencoba mengkonsumsi Narkoba dan Miras, (3) tidak sering bertaruh (judi), (4) tidak melakukan tindakan asusila atau perilaku menyimpang lainnya, (5) melakukan bimbingan agama, (6) menyalurkan hobi yang sehat dan bermanfaat serta (7) melakukan kegiatan atau berpartisipasi dalam masyarakat. 
Ada beberapa factor kurang harmonisnya antara pengurus masjid dan remaja, diantaranya; (a) kurang komunikasi, (b) pengurus tertutup dan otoriter, (c) remaja masjid jalan sendiri, (d) kurang aktifnya remaja dalam kegiatan, (e) kurang memahami organisasi dan (f) sibuk dengan urusan pribadi. Terkadang orang dewasa/tua sering mengeluh bahwa mereka tidak mengerti akan kemauan para remaja, sebaliknya remaja, menilai orang dewasa/tua pemikirannya kolot dan ketinggalan zaman bahkan tidak modern dan sebagainya. Oleh karena itu, hendaknya dibangun komunikasi yang efektif  dan intens antara orang tua dan remaja agar tidak saling salah menyalahkan dan saling memahami perasaan orang lain dalam psikologinya disebut emphaty.
Emphaty yang dikembangkan adalah bagaimana remaja mencoba berpikir kalau-kalau mereka suatu saat menjadi orang tua dan menghadapi persoalan sekarang. Dari itu jika berbicara dengan mereka, jangan seolah-olah kita menggurui sebab mereka sangat tersinggung. Dari itu, hendaknya tempatkan diri seperti meminta nasihat dari mereka, walau pada dasarnya kita paham dengan hal itu. Begitupun dengan orang tua, agar bagaimana bisa mencontoh Nabi Nuh AS, Nabi Ibrahim AS dan Lukmanul Hakim saat mereka berdialog dengan anak-anak mereka.
Ada beberapa kegiatan positif yang harus dilakukan remaja masjid, diantaranya mendirikan posko bencana alam, pengajian intensif, pesantren kilat, pemberian beasiswa, khataman massal, khitanan massal, peringatan hari-hari besar Islam,  perpustakaan, bazaar amal, kursus-kursus, penerbitan dan perlombaan-perlombaan.  Dan untuk solusi dari kebekuan masalah yang terjadi antara kaum muda dan pengurus tua (pengurus tertutup, jama’ah pasif, petugas azan yang itu-itu saja, berpihak pada satu golongan atau dikuasi satu golongan tertentu, tempat wudhu’ tang kotor, masjid yang kurang bersih) adalah dengan cara; musyawarah, keterbukaan, kerjasama, kegiatan riil, kebersihan masjid dan kotak saran. Dan ingat, harus dengan cara Kesungguhan pengurus, Memperbanyak kegiatan, Transparansi dana dan Jama’ah aktif, insyaallah masjid akan makmur dan diberdayakan. Begitupun dengan remajanya, jadi tidak hanya nama saja Remaja Masjid tapi Jarang Urus Masjid. InsyaAllah.

Penulis adalah Penyuluh Agama Islam di KUA Mpunda Kemenag Kota Bima.

Minggu, 16 Oktober 2011

Sakinah vis a vis Selingkuh

Oleh : Musthofa Umar
 
Untuk kali kedua, saya menyampaikan terimakasih untuk Lensa Post yang telah memberikan kesempatan saya untuk menulis di rubrik ini. Tulisan ini sebagai bentuk pertanggungjawaban saya pribadi telah diutus kantor untuk mengikuti Diklat Keluarga Sakinah di Mataram, mulai tanggal 15 sampai dengan 17 Oktober 2011. Apa yang saya tulis, adalah bentuk berbagi ilmu, walaupun sebenarnya saya yakin anda lebih bisa dan lebih dulu mengetahui hal ini. Tidak ada maksud “menggarami lautan” akan tetapi “hanya” saya mempunyai kesempatan untuk menuliskannya saja, dan berharap bisa bermanfaat bagi saya pribadi dan untuk kita semua.
Sakinah vis a vis selingkuh yang saya ambil menjadi judul tulisan saya ini, ingin mencari bagaimana model sakinah yang diinginkan agama dan menangkal sebuah “trend” keliru masa kini yang semakin mewabah, yakni selingkuh. Baik diperkotaan-perkotaan besar bahkan mungkin sudah merambah pedusunan di sekitar kita.  Selingkuh adalah tantangan terberat saat ini untuk membentuk sebuah keluarga sakinah. Sakinah, mawaddah, warahmah, wabarkah yang selalu kita harapkan, yang sering kita dengarkan dari nasihat-nasihat sebuah pernikahan dan do’a-do’a mereka yang hadir saat walimatul urus, kini sulit kita dapatkan. Dan tahukah kita, dampak dari selingkuh bukan hanya kepada suami-istri, namun mereka-mereka remaja kita bahkan putra-putri kita menjadi trauma dalam menikah akibat melihat contoh-contoh yang kurang baik dari mereka yang “cerai-berai” karena sebuah perselingkuhan.
Sebelum kita ke selingkuh, kita melihat sakinah itu seperti apa sich?! Banyak yang mengartikan pendek saja, Sakinah adalah membentuk keluarga seindah keluarga Rasulullah SAW. Sakinah dalam Surat Ar-Ruum ayat 21, mengatakan bahwa sakinah (tentram damai), mawaddah (cinta birahi), warahmah (cinta kasih sayang) dan wabarkah (diberkahi). Keindahan keluarga Rasulullah SAW, menjadi harapan kita semua, karena siapa lagi yang menjadi junjungan, rujukan dan panutan kita ummat islam, kecuali Muhammad Rasulullah SAW. Cerita-cerita tentang keluarga Rasulullah sangat banyak. Bagaimana Beliau setiap memanggil istrinya dengan panggilan romantis. Misalnya, kepada Aisyah RA beliau memanggilnya khumairo’ (bunga mawar). Jika Aisyah memasak kurang sesautunya, Rasulullah hanya menyindir saja. Jika Aisyah sudah tidur dan Rasulullah membangunkannya untuk membukakan pintu, namun tidak bangun-bangun, Beliau tidur di depan pintu. Kalau Beliau meminta sarapan, namun Aisyah RA menjawab tidak ada, maka Beliau puasa. Begitupun dengan Aisyah RA, merapikan pakaian Nabi, Memotongkan kukunya, menyisir rambutnya, membacakan sesautu yang Beliau suka dan sesekali menyuapi makanan.
Padahal Rasululullah menikah tidak melalui “pacaran” dulu, yang selalu kita menjadikan pacaran itu adalah sebagai penjajagan (masa saling kenal-mengenal), namun kenapa sampai menikahpun kita sepertinya tidak mengenal istri atau suami kita secara utuh. Saling kenal mengenal adalah bentuk untuk mencari kecocokan pasangan. Sehingga begitu dirasa cocok, saling pahami dan siap untuk serius, kita memutuskan menikah. Namun kenapa kalau orang bercerai, kalau ditanya alasannya, selalu jawabannya  “karena sudah tidak ada kecocokan lagi”.Berangkat dari jawaban kebanyakan ini, saya mengartikan bahwa kecocokan itu terbatas. Sehingga kecocokan yang kita “berusaha” untuk mencocokkan saat pacaran itu bisa hilang begitu saja dalam waktu tertentu.
Begitu banyak contoh yang diberikan Rasulullah memang tidak mungkin kita akan ikuti semua. Namun kalau bisa dua atau tiga contoh sudah cukup. Dalam kehidupan berkeluarga memang tidak akan pernah mulus. Ada saja cara Allah SWT menguji kita, dan ada saja peluang syaiton menggoda kita. Yang perlu kita pahami adalah bahwa kita “berbeda”. Menikah adalah berusaha mempertemukan dua keluarga yang jelas karakter, watak, sifat dan keperibadian berbeda. Jangankan suami-istri yang jelas-jelas berbeda ibu dan bapaknya, anak kembar saja yang satu rahim dan satu ibu-bapak, mereka bisa berbeda semuanya. Dalam nikah juga ada rasa jenuh, ada rasa bosan karena rutinitas yang kita kerjakan dan yang kita lihat hanya itu-itu saja. Perlu dalam keluarga dibangun komunikasi yang efektif, yang baik agar setiap masalah kecil segera terselesaikan. Jika sebuah masalah terus menerus ditunda dan disimpan dalam hati maka akan menjadi bom waktu, yang sewaktu-waktu akan meledak.
Bila perlu sebelum akad dilangsungkan, ada hal-hal yang harus disepakati bersama dan dibuat atas kemauan berdua disaat-saat bahagia itu, selain yang tertera di buku nikah (shigat thalak). Dan setelah kita membuat kesepakatan, kita menjaganya dengan usaha maksimal. Akan tetapi kalau semua usaha gagal, maka jika percerain terjadi dan sulit dihindari tidak masalah. Setelah kita konsultasikan, istiharahkan dan hasilnya harus pisah, silahkan ambil jalan itu. Selama ayat-ayat yang mengatur talak, berarti talak itu ada dan pernah terjadi. Kelemahan masing-masing kita selalu ada, karena manusia tidak ada yang sempurna. Namun sebaik-baik cara untuk mengungkapkan kelemahan itu dengan berkomunikasi dan memperbaiki. Jangan karena lemah pada satu sisi dalam pasangan kita, maka itu menjadi peluang untuk mencari yang lain. Selingkuh terjadi karena melihat satu kelebihan pada orang lain yang menutupi kelemahan pasangan. Rajin-rajinlah bertanya tentang sesuatu yang kurang dirasakan pasangan, sehingga dengan begitu cepat teratasi dan mengurangi selingkuh. Kontrol diri dan pasangan apabila terjadi perubahan sikap yang tidak wajar dari biasanya. Saling memahami, memaklumi dan perhatian serta komunikasi adalah kunci sakinah menangkal selingkuh. Jika tidak mampu menyelesaikan masalah berdua, cari orang ketiga yang netral untuk membantu kita. Amin.
 
Penulis adalah Penyuluh Agama Islam di KUA Kec. Mpunda Kemenag Kota Bima.

Patologi Sosial Remaja

Oleh : Musthofa Umar

Melihat akhir-akhir ini, trend kriminal didominasi anak-anak remaja. Sedikit ironis memang, karena bulan ini pada 28 nanti akan kita peringati Sumpah Pemuda. Seharusnya, para pemuda dalam memeriahkan tibanya hari itu, mengisi dengan hal-hal yang baik dan berguna untuk bangsa ini, lebih-lebih untuk dirinya sendiri. Mulai dari pembunuhan, narkoba, sampai kepada pencurian motor dengan modus operandi macam-macam. Dan sudah menjadi tugas kita semua, untuk membimbing mereka, menuntun dan mengarahkan mereka kearah yang lebih baik. Nah tulisan saya kali ini, mencoba untuk melihat kenapa mereka seperti demikian?
Tulisan saya ini berjudul Patologi Sosial Remaja. Istilah ini muncul pada awal abad 19 dan 20-an, para sosiolog mendifinisikan patologi social sebagai tingkah laku yang bertentangan dengan norma kebaikan, stabilitas lokal, pola kesederhanaan, moral, hak milik, solidaritas kekeluargaan, hidup rukun bertetangga, disiplin, kebaikan, dan hukum formal.  Jadi lebih luas pembahasannya dari sekedar membahas kenakalan remaja. Secara etimologis, kata patologi berasal dari kata Pathos bisa diartikan disease atau penderitaan atau bisa juga penyakit. Sedangkan logos sendiri ini berarti berbicara tentang ilmu. Jadi, patologi adalah ilmu yang membicarakan tentang penyakit atau ilmu tentang penyakit. Madsud dari pengertian diatas bahwa patologi adalah ilmu yang membicarakan tentang asal usul dan sifat-sifatnya penyakit.
Penyakit yang satu ini jelas, penyakit-penyakit social remaja seperti yang saya tulis diatas. Dari pembunuhan, pencurian, tawuran antar pelajar, minuman keras, narkoba, free sex dan penyakit-penyakit lain yang sering kita temukan pada remaja kita saat ini.  Kenakalan remaja sendiri, menurut Kartono seorang psikolog sekaligus sosiolog menulis, bahwa yang dikatakan kenakalan itu adalah gejala patologi social pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian social. Akibatnya, mereka mengembangkan sikap prilaku yang menyimpang. Sedangkan Santrock menulis, kenakalan remaja adalah sekumpulan dari perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial sehingga terjadi tindak kriminal.
Remaja sendiri menurut para ahli pendidikan mengategorikan, mereka-mereka yang berusia antara 13-18 tahun adalah remaja. Pada usia tersebut, seseorang sudah melampau masa kanak-kanak, namun masih belum cukup matang untuk dapat dikatakan dewasa, dan bisa juga disebut masa ini adalah masa transisi. Masalah-masalah sosial yang sering terjadi dimasyarakat  kesimpulannya adalah masalah kriminalitas. Hal ini sering disebabkan oleh desakan ekonomi dan menyempitya lapangan pekerjaan yang terbatas, serta jumlah tenaga kerja yang semakin hari semakin banyak membuat kriminalitas merajalela dimana-mana, seperti perampokan, pencurian.    
Lain dari itu juga, sebab-sebab timbulnya kriminalitas adalah pertentangan dan persaingan kebudayaan, perbedaan ideologi politik, kepadatan dan komposisi penduduk, perbedaan distribusi kekayaan, perbedaan kekayaan dan pendapatan, mentalitas yang labil. Akibat-akibat kriminalitas adalah merugikan pihak lain, baik materiil maupun non materiil, merugikan masyarakat secara keseluruhan seperti penipuan, pemalsuan. Merugikan negara misalnya korupsi dan kolusi, mengganggu stabilitas keamanan masyarakat.
Selain itu banyak terdapat kesenjangan sosial-ekonomi, kenakalan remaja yang merupakan suatu perilaku yang menyimpang atau melanggar norma yang dilakukan oleh anak-anak remaja, sering disebabkan oleh motivasi intrinsik yang meliputi faktor intelegensia, usia, jenis kelamin dan kedudukan anak dalam keluarga. Motivasi ekstrinsik meliputi faktor rumah tangga, pendidikan dan sekolah, pargaaulan anak, media massa juga memperngaruhi kenakalan-kenakalan remaja. Pada tataran media massa misalanya, Televisi adalah pendidikan audio visual tentang berbagai perilaku masayarakat. Nah apabila putra-putri kita tidak didampingi saat menonton maka hal itu bisa mereka jadikan contoh dalam pergaulan sehari-hari. Karena tidak semua tayangan TV untuk anak remaja, banyak yang seharusnya ditonton orang dewasa, karena tidak ada pendampingan orang tua, anak remajapun menontonnya.
Selain itu, ada dua factor yang menyebabkan remaja nakal. Yakni factor intern 9dari dalam yakni remajanya sendiri) dan faktor ekstern (luar remaja, bisa keluarga dan lingkungannya). Faktor intern misalnya, karena krisis identitas. Remaja akan mengalami perubahan biologis dan sosiologis dan hal ini akan memungkinkan untuk terjadi dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitias peran. Kenakalan remaja kita biasanya terjadi apabila seorang remaja gagal mencapai masa integrasi kedua. Masih dari faktor internal, juga bisa karena control diri yang lemah. Remaja tidak bisa mempelajari dan membedakan mana yang dapat diterima dan tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku nakal. Begitupun dengan mereka yang mengetahui arti dua perbedaan itu namun tidak dapat mengontrol diri untuk bertingkah laku dengan pengetahuannya, bisa terjerumus nakal.
Dari faktor eksternal, yang paling besar pengaruhnya adalah dari keluarga sendiri. Apabila anak melihat ketidak beresan dalam keluarga, orang tua yang bercerai, bertengkar, selingkuh, kurang memperhatikan keluarga, jarang terjadinya komunikasi antara anggota keluarga, akan menyebabkan anak menajdi nakal. Disamping juga kurangnya pendidikan agama yang diberikan pada anak, penolakan terhadap eksistensi anak, dan kurang member contoh-contoh baik dalam keluarga akan menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja itu sendiri. Selain faktor eksternal dari keluarga, adalah teman sebaya. Keluarga harus mampu mengontrol dan memilihkan teman sebaya putra-putri mereka agar tidak salah pergaulan. Karena kalau teman sebaya mereka salah, maka putra-putri kita akan ikut salah juga. Selain faktor teman sebaya dari eksternal juga adalah faktor lingkungan masayarakat sekitar tempat remaja itu tinggal, hal ini bisa menyebabkan pembelajaran langsung sesuatu yang bertentangan dengan moral masayarakat.
Dari masalah-masalah yang ada, mungkin beberapa hal saya bisa tawarkan dari berbagai rujukan buku dan literatur psikologi tentang remaja untuk kita pergunakan, agar remaja-remaja kita yang sebentarlagi akan dewasa dan melanjutkan estafet kepemimpinan kita adalah; (1) untuk pelanggaran kenakalan remaja, apabila dilakukan di area sekolah akan mendapatkan hukuman dari pihak sekolah, apabila di luar area sekolah, maka orang yang melakukan pelanggaran tersebut bias di nasehati, atau dikenakan denda; (2) untuk  yang gagal dalam pencapaian identitas bisa  dicegah dan daiatasi dengan prinsip ketauladanan.
Prinsip ketauladanan adalah, remaja bisa mendapatkan banyak figur orang-orang baik  yang dewasa dan mampu melampau masa-masa kegagalannya waktu itu. Hendaknya dari banyak figure-figur inilah para remaja kita nantinya bisa mengikuti dan belajar; (3) banyak diberikan motivasi, baik dari teman sebaya, guru, keluarga dan orang-orang yang penduli untuk melakukan hal ke dua diatas, yakni mencontoh dan mencari figur sandaran perilaku; (4) dari keluarga, hendaknya ada kemauan orang orang tua untuk membenahi keluarga agar tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif dan nyaman bagi remaja. Kondisi keluarga yang seperti ini biasa disebut, keluarga sakinah, mawaddah warahmah.
Keluarga yang menjadikan rumahnya sebagai syurga, (baity jannaty) rumah seindah rumah Rasulullah SAW; (5) remaja harus pandai memlihi teman yang baik, serta orang tua harus mampu memberikan arahan kemana dan dengan siapa mereka berteman, bergaul serta mebentuk komunitas. Jika hal ini tidak bisa dihindari, hendaknya tidak terpengaruh, namun berusaha mempengaruhi remaja yang kurang baik untuk menjadi baik. Mereka harus mampu membentuk ketahanan diri yang kuat, agar tidak cepat terpengaruh dan sebaliknya, mempengaruhi kea rah yang lebih baik; 6) dan sebagai masyarakat, tidak melanggar norma yang berlaku dalam masyarakat, dan sebaiknya kita mampu mengendalikan diri, agar tidak terjerumus pada hal-hal yang tidak baik. Mampu mencegah maslah-masalah yang akan timbul di masyarakat dan mampu menanggulangi apabila terjadi masalah-masalah sosial di masyarakat.
Inilah beberapa kemungkinan yang bisa kita lakukan untuk mencegah kenakalan-kenalakan remaja. Untuk factor lingkungan, adalah keterlibatan pemerintah tingkat lingkungan (RT, RW dan Lurah) agar memberikan dan menciptakan lingkungan sekitar yang nyaman, bermoral bagi remajanya. Apabila remaja baik, maka lingkunganpun akan menjadi baik, namun sebaliknya jika remaja kita nakal, pemerintahpun akan menanggung akibat dari kenakalan remaja tersebut. untuk kepolisisan dan kehakiman, berikanlah hukuman atau denda yang setimpal kepada pelaku kriminal yang ada, sehingga menjadi efek jera bagi remaja-remaja lain yang ingin mencoba-coba untuk melakukan tindak kriminal.
Mulailah dari keluarga kita sendiri, mulailah dari hal-hal yang terkecil, hal-hal yang termudah untuk kita lakukan. Hal demikian, seperti perintah Allah SWT dalam surat At-Tahrim ayat 6, bahwa untuk mencegah perbuatan keji dan munkar adalah mulai dari diri kita dan keluarga kita sendiri. IsnyaAllah kalau diri kita sudah bagus, sehingga menjadi contoh yang bagus bagi anak kita, maka selanjutnya keluarga kita akan menjadi contoh bagi keluarga yang lain. Jika masing-masing keluarga baik, dan atas dukungan pemerintahan yang baik pula, tidak mengajari korupsi, berbuat curang, penipuan dan melakukan kebohongan, maka lingkungan akan baik pula. Kalau sudah figurnya baik, keluarganya baik, pemerintahannya pun baik, isyaAllah kenakalan-kenakalan remaja pasti bisa kita cegah. Amiin.
 
Penulis adalah Penyuluh Agama Islam di KUA Kec. Mpunda Kemenag Kota Bima.

Sabtu, 08 Oktober 2011

Menjadi Pendidik Bijak


Oleh : Musthafa Umar, S. Ag., M. Pd. I.

Tulisan ini tidak ada maksud membela siapa, dan atas kepentingan apa? Hanya ingin menulis saja, mudah-mudahan bermanfaat untuk kita semua. Masih ingat kah kita kejadian memalukan dan memilukan beberapa hari lalu? “pemukulan” di lembaga pendidikan agama. Nah mudah-mudahan, masalahnya sudah ‘tenang’, biarlah proses hokum berjalan sesuai ketentuannya. Dan mari kita menengok ke dalam lagi, menengok pribadi kita, dan pendidikan kita masing-masing. Memang sich menurut kaca mata psikologi, menyelesaikan masalah dalam keadaan ‘emosi’ memuncak itu tidak akan pernah bisa. Tapi menunggu emosi reda itu pun sulit orang bersabar menunggu.
Baiklah, kita mulai dari diutusnya Rasulullah SAW ke muka bumi ini. Dalam hadits beliau, sekaligus sebagai permakluman untuk kita semua, bahwa diutusnya beliau hanya untuk memperbaiki akhlak. Akhlak, adalah sopan santun, tata hidup, aturan hidup, tingkah laku dalam bergaul. Antara tetangga, teman, suami-istri, pimpinan dan bawahan, termasuk murid ke guru dan sebaliknya. Dulu dosen saya Prof. Dr. H. Halim Subahar, MA pernah mengatakan, dan perkataan beliau itu saat ini saya melihat di iklan TV Kementerian Pendidikan dijadikan titik fokus pendidikan, yakni pendidikan menjadikan orang jujur, orang baik bukan orang pintar. Apalah artinya pintar akan tetapi pintar bohong dan pintar korupsi setelah lulusnya nanti.
Hal mendidik orang menjadi baik, memang bukan perkara mudah. Psikolog Dewa Putu Arta dari Bali pernah menulis, bahwa untuk menjadikan seseorang baik, tidak cukup satu,dua bahkan tiga orang, tapi banyak orang. Maka dari itu, pantas UU Pendidikan kita  nomor 20 tahun 2003 tentang system pendidikan Nasional kita dalam Pasal 4 tentang Prinsip Penyelenggaraan Pendidikan butir ke 6 jelas dikatakan bahwa, pendidikan diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu pelayanan pendidikan. Jadi mendidik dan menjadikan anak terdidik, tidak cukup pak guru dan bu guru di sekolah saja. Tapi orang tua, dan masyarakat di lingkungan anak didik tersebut harus aktif. Maka dari sini, muncul Komite Sekolah, yang beranggotakan wali murid dan masyarakat sekitar, dengan tujuan agar mereka juga tahu kebijakan-kebijakan sekolah dalam batas-batas tertentu.
Dan bukankah kalau dilihat dari hadits Nabi tentang pendidikan, kita ini semua adalah murid (pelajar)? Karena usia pendidikan kita tidak lagi 9 tahun, namun “sejak keluar dari rahim ibu sampai masuk liang lahad” jadi kita semua masih wajib untuk menuntut ilmu. Menuntut ilmu sabar, ilmu mengendalikan emosi, ilmu ikhlas, ilmu mengedepankan kepentingan bersama dari kepentingan kelompok, dan ilmu cukup dengan apa yang ada. Jadi berangkat dari kasus kemarin siapa yang mau disalahkan? Murid adalah obyek yang harus di didik karena dia kurang sopan, tidak bisa membaca, tidak bisa menulis dan tidak bisa memahami kemauan guru. Orang tua menyekolahkan dia, karena mereka tidak bisa segala-galanya. Untuk para orang tua, pernahkan mengetahui tindakan-tindakan apa yang akan diterima anak-anak mereka apabila melanggar aturan-aturan yang dibuat sekolah? Sekolah pernahkan memberikan aturan-aturan disekolahnya kepada para orang tua saat mendaftarkan anak-anak mereka?
Selain kita semua adalah seorang pelajar, kita semua juga adalah pemimpin. Karena pada dasarnya tugas manusia diciptakan Allah adalah sebagai pemimpin (khalifah) selain untuk menjadi penghamba (ibadah). Dan dari segi kepemimpinan di sekolah khususnya, jauh-jauh sebelumnya  Ki Hajar Dewantara pernah mencontohkan tentang itu,”ing ngarso sung tolodo, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani,”. Memberikan keteladanan, membimbing dan menutun serta mendorong dari belakang. Memberikan contoh yang baik (uswatun hasanah) lebih bermanfaat dari pada memberikan kata-kata yang baik (mauidoh hasanah).  Orang tua, adalah pemimpin bagi anak-anaknya. Guru adalah pemimpin bagi murid-muridnya. Dan murid adalah pemimpin masa depan untuk menggantikan kita-kita saat ini. Apa jadinya kalau estafet kepemimpinan kita jatuh kepada orang yang tidak di didik dengan baik. Dan satu lagi, memaafkan lebih baik dari meminta maaf. Allah saja bisa memberikan dan membuka pintu taubat pada hambanya yang berdosa, bagaimana manusia selaku hamba?? Wallahu’alam.

Penulis adalah Penyuluh Agama di KUA Kec. Mpunda Kemenag Kota Bima.