Senin, 25 Juni 2012

Narkoba dan Kemiskinan


 
Oleh : Musthofa Umar

Inspirasi judul tulisan saya kali ini, berangkat dari penryataan ketua GRANAT  (Grakan Anti Narkotika) Pusat Henry Yosodiningrat, bahwa 90 porsen dari 4 juta pecandu Narkoba adalah orang miskin. Benarkah demikian?! Lalu kenapa harus orang miskin sasarannya?! Apakah karena “manfaat” Nrkoba itu menghilangkan kesusahan, sehingga dengan mengkonsumsi Narkoba, hilang sudah susah mereka?! Tentu tidak sekedar itu alasan seseorang untuk menggunakan Narkoba. Dan kalau kita lihat data yang dikeluarkan Komnas perlindungan Anak, dari catatan akhir tahun 2011 tercatat 80 porsen dari 3,2 juta pecandu adalah berusia 19 tahun ke bawah. Remaja kita ini, masih tergolong pelajat SMP dan SMA sebanyak 110.870 orang, sedangkan BNN (Badan Narkotika Nasional) melaporkan sebanyak 12.848 adalah siswa SD teridentifikasi mengkonsumsi Narkoba.

Data yang sangat mengejutkan kita, padahal harga Narkoba sangatlah mahal. Namun kenapa sasarannya orang miskin?! Ataukah sebenarnya Narkoba itu berdampak pada kemiskinan seseorang?! Kalau itu saya setuju,  karena berangkat dari dampak Nakoba sendiri akan membuat orang nge-flay dan lupa kerja sehingga menjadi miskin. Ataukah miskin ilmu? Sehingga mudah untuk dikendalikan orang?!. Indonesia sebenarnya adalah negara transit. Transit dari Jakarta-Thailand dan Jakarta-Singapura. Dan karena keberadaan kita, diantara yang disebut  Negara Segitiga Emas (Thailand, Birma dan Laos), maka semakin membuat Indonesia menjadi peluang bagus akhirnya sampai seperti saat ini. Namun perkembangan Narkoba di Indonesia akhir-akhir ini beragam sekali, beberapa waktu kemarin kita melihat penangkapan-penangkapan tersangka penyelundupan Narkotika berasal dari Afghanistan, India, Pakistan dan Iran. Juga termasuk Malaysia. Dan pada peringatan HANI kali ini, terbukti Polisi memusnahkan barang bukti berupa ekstasi, kokain, heroin, ganja dan sabu-sabu senilai 11.7 miliar.

Di samping itu, peringatan HANI (Hari Anti Narkotika Internasional) tahun ini tidak jauh beda dengan tahun 2011 kemarin, bagaimana pemerintah diminta tegas dalam memberantas Narkoba di Indonesia. Namun bedanya saat ini, peringatan HANI semakin menarik bila disandingkan dengan issu Corby (Schapelle Leigh Corby) seorang Narapidana Narkotika asal Australia yang beberapa waktu lalu mendapat Grasi (pengampunan) dari Presiden selama 5 tahun. Sehingga seharusnya dia 20 tahun tahan menjadi 15 tahun, atas kepemilikan 4,2 Kg Ganja 2005 silam. Entah faktor apakah Presiden memberikan Garasi, yang jelas banyak kritik atas ketegasan pemerintah memberantas Narkotika di Indonesia. Kemudahan-kemudahan inilah yang menjadikan Indonesia sasaran empuk untuk perdagangan Narkoba. Di samping seperti yang saya katakan di atas, bahwa Indonesia adalah transit dari Negara Segitiga Emas penjualan dan peredaran Narkotika.

Komnas Perlindungan Anak (KPA) mencatat 3,2 Juta, sedangkan GRANAT sebanyak 4 Juta dan BNN sebanyak 5 Juta pemakai, yang jelas Indonesia sudah sangat mengkhawatirkan dari segi peredaran Narkotika. Betapapun berbeda-beda data yang di himpun lembaga-lembaga pegiat Narkotika ini, namun hasilnya patut kita waspadai. Yang sangat tidak masuk akal, penjara pun masih bisa mereka masuki dalam penjualan Narkotika. Pertanyaan kita, kenapa begitu mudah dan murahnya Narkoba masuk di Indonesia dan pada masyarakat kita?! Apa yang lemah disini, apakah pengetahuan agama mereka ataukah ketegasan aparat kita?! Tapi yang jelas kalau dirujuk-rujuk kesimpulannya berakhir pada kelemahan atas pengetahuan agama, bahwa Narkotika dan sejenisnya adalah haram. Dan dampaknya, aparatpun tidak tegas, karena kelemahan agama mereka. Harusnya kalau agama mereka para aparat kita kuat, dan mengetahui haram dan bahayanya pengaruh narkotika tentu mereka tidak akan memberikan sedikitpun ruang gerak peredaran Narkotika di Indonesia.

Islam sangat menganjurkan untuk menjaga kesehatan tubuh, agar selalu dapat memenuhi segala kewajibannya dalam melaksanakan perintah Allah Swt yang telah diatur dalam syari’at Islam. Menjaga kesehatan tubuh merupakan faktor yang utama untuk dapat memelihara kesehatan akal pikiran, karena dalam tubuh yang sehat terdapat akal pikiran yang sehat. Islam adalah agama yang berbasis kepada kekuatan akal (ratio), tidaklah sempurna nilai keagamaan seseorang apabila fungsi akalnya terganggu. Fungsi akal dalam Islam sangat penting dalam menerima, menganalisa dan meyakini semua ajaran yang diterima melalui Al-Qur’an dan Sunnah. Oleh karena itu, upaya untuk menjaga agar akal pikiran tetap sehat dalam menjalani kehidupan di dunia, adalah merupakan suatu keharusan yang tidak dapat dihindari untuk tetap hidup sesuai dengan aturan dan tatanan yang telah digariskan dalam Al-Qur’an dan Sunnah.

Bentuk usaha untuk menjaga kesehatan akal pikiran adalah dengan menjauhi makanan dan minuman yang bisa mengakibatkan terganggunya akal pikiran. Oleh karena itu, Allah Swt melarang manusia meminum semua jenis minuman yang memabukkan, seperti khamer (minuman yang mengandung alkohol). Sudah umum diketahui bahwa kebiasaan meminum minuman yang mengandung alkohol dalam waktu yang lama, akan mengakibatkan kerusakan hati, jantung, pangkreas dan peradangan lambung. Dapat pula merusak secara permanen jaringan otak, sehingga menimbulkan gangguan daya ingatan, kemampuan penilaian, kemampuan belajar dan bahkan gangguan jiwa.

Lebih jauh lagi akan menimbulkan gejala mudah tersinggung dan kurang perhatian terhadap lingkungan, menekan pusat pengendalian diri sehingga menjadi berani dan agresif dan tidak terkontrol. Berbahaya bagi akal pikiran dan urat-urat syaraf. Berbahaya bagi harta benda dan keluarga. Minum khamer, sama dengan menghisap candu, dan menimbulkan ketagihan. Seseorang yang telah ketagihan minum khamer, baginya tak ada nilai harta benda, berapa saja harga khamer itu akan dibelinya, asal ketagihannya terpenuhi. Kalau sudah demikian halnya, maka khamer itu membahyakan pergaulan dan masyarakat, menimbulkan permusuhan, perkelahian dan sebagainya. Rumah tangga akan kacau, tetangga tak aman dan masyarakat akan rusak, lantaran minum khamer. Akan terlihatlah manusia yang mabuk-mabukan, yang mengganggu keamanan dan ketertiban.

Jika kebiasaan meminum khamer mengakibatkan mabuk dan ketagihan, maka terdapat kesamaan dengan narkoba (narkotik dan obat terlarang). Mengkonsumsi narkoba dalam dosis tertentu dapat menimbulkan dampak yang sangat merusak bagi pemakainya, seperti ketagihan dan merusak akal pikiran. Khamer dan narkoba merupakan dua jenis yang berbeda, tapi mempunyai kesamaan dalam akibat yang ditimbulkannya. Agama kita secara jelas mengharamkan Narkoba yang diqiyaskan dari khamer oleh para ulama’ sesuai ayat 219 surat al-Baqarah, an-Nisa’ ayat 43 dan al-Maidah ayat 90-91, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” Dari sinilah rujukan kita seharusnya untuk mengkonsumsi Narkoba. Jelas Allah melarang, menyandingkan kita dengan Syaitan dan ketidak beruntungan kita jika hal itu kita lakukan.

Di Bima sendiri kita juga kerap disuguhi berita tentang penangkapan-penangkapan polisi terhadap pengedar dan pemakai Narkoba. ini artinya penyebaran Narkotika sudah menyeluruh di Indonesia. Malah, beberapa waktu lalu saat FKPAI (Forum Penyuluh Agama Islam) Kota Bima menghadap pak Walikota untuk memaparkan program kerja mereka, sempat pak Walikota  melontarkan kekhawatiran beliau terhadap generasi muda kita di Kota Bima yang sudah salah kaprah menganggap tanpa Narkoba tidak gaul. Muda-mudi kita menganggap Narkoba adalah trend masa kini yang harus mereka ikuti. Ini salah besar dan harus diantisipasi sedini mungkin. Maka peran orang tua, lingkungan, teman dan guru serta lagi-lagi pemerintah (aparat kepolisian) harus lebih intensif dalam memberantas dan mengendus keberadaan Narkoba di Kota Bima.

Guru selain memberikan pengetahuan, juga harus ikut mendeteksi sedini mungkin anak didik mereka apakah menggunakan atau tidak. Baik dengan cara tes urine atau sidak mendadak terhadap tas-tas mereka. Demikian halnya dengan orang tua, pengaruh teman juga harus diantisipasi. Sehingga siapa teman dari anak-anak kita haruslah orang tua tahu, apakah akan berdampak baik atau sebaliknya nanti kepada anak kita. Demikian halnya dengan masyarakat (lingkungan) yang ada. Peran aktif dalam memberikan informasi terhadap polisi harus lebih diintesifkan. Agar segera diberantas sebelum terlambat. Beberapa waktu lalu, seorang tertangkap di daerah Busu kecamatan Raba. Wilayah yang sangat jauh dari keramaian dan satu orang lagi masih buron, dan ini menjadi pelajaran kita semua. Daerah yang jauh saja, bisa terkena Narkoba lalu bagaimana dengan Kota sendiri?! kesigapan aparat mengendus keberadaan pemakai dan pengedar lebih diharapkan, karena pencegahan kan lebih baik dari pada pengobatan. Lagian rehabilitasi di Kota Bima sendiri untuk pecandu belum ada.

Dewasa ini penyalahgunaan narkoba telah merambah hampir ke seluruh strata (lapisan) masyarakat. Mulai dari kalangan elite yang tinggal di kota-kota besar sampai kalangan yang tinggal di pelosok desa. Dari kalangan masyarakat yang berkecukupan sampai pada kalangan menengah ke bawah. Juga dari kalangan elite politik dalam pemerintahan, pengusaha dan bahkan sering juga terdapat oknum anggota legislatif dan oknum penegak hukum. Kelihatannya trend penggunaan narkoba telah bergeser dari motive hanya sekedar untuk melarikan pikiran dari tekanan masalah yang sedang melanda hidup seseorang, berubah menjadi semacam gaya hidup, terutama dikalangan para selebritis untuk membantu mereka dalam menghadapi tekanan dan persaingan yang sangat keras dalam profesi mereka.

Seperti halnya orang yang sudah kecanduan meminum minuman keras, pada awalnya para pengguna narkoba juga bertujuan sebagai ekspresi pelarian dari problem-problem yang mereka hadapi. Narkoba diharapkan menjadi semacam solusi, meskipun hanya bersifat sementara. Tapi bukan solusi seperti yang mereka harapkan, justeru problem yang mereka hadapai semakin rumit dan menumpuk, karena selanjutnya mereka akan sangat tergantung dengan hal itu. Namun dalam era kehidupan modern yang dipelopori oleh semangat kapitalisme global yang ditandai dengan gaya hidup yang serba materialisme dan konsumerisme, manusia akhirnya terjebak ke dalam perasaan keterasingan dan depresi. Manusia menjadi begitu terasing dan gagap ketika berhadapan dengan gaya hidup modern. Kondisi seperti inilah yang menjadi pemicu semakin berkembangnya para pengguna dan pengedar narkoba untuk memperluas jaringan pemasarannya.

Menurut Dr. dr. Dadang Hawari, narkotika adalah semacam candu atau madat, terkandung di dalamnya zat adiktif yang dapat mempengaruhi, merusak jaringan otak (syaraf pusat), dan jaringan tubuh. Bila ditinjau dari berbagai segi, para pemakai narkoba ( narkotika, alkohol dan obat berbahaya ) bisa membahayakan diri sendiri dan masyarakat. Narkoba menimbulkan bayak mudharat dan sangat sedikit manfaatnya. Beberapa jenis narkoba hanya bermafaat bila dipergunakan untuk keperluan ilmu pengetahuan, pengobatan dan medis dengan pengawasan dari para ahlinya dengan ketat dan terarah. Di luar dari kepentingan diatas, maka narkoba hanya merupakan zat yang bisa sangat merusak fisik dan psikis, jiwa dan raga. Dari itu mari kita sepakat Narkoba dalah musuh kita bersama!

Penulis adalah Penyuluh Agama di Kementerian Agama Kota Bima dan Sekretaris Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam (FKPAI) Kota Bima.

Rabu, 13 Juni 2012

Peran Sekolah dalam Menjaga Lingkungan


Oleh : Musthofa Umar

Tanggal 5 Juni kita peringati sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia, dan tema yang diusung pada peringatan tahun ini adalah, “Ekonomi Hijau, Ubah Prilaku Tingkatkan Kualitas Lingkungan”. Kalau melihat tema ini, maka letak awal harus merubah prilaku dimana?! Dari itu pada opini saya kali ini, mencoba melirik sekolah-sekolah dalam hal memelihara lingkungan hidup. Artinya kalau kita berbicara prilaku, maka tanamkan awal prilaku itu dari sekolah.  Entah itu PAUD sampai SMA dan sederajat, yang jelas masa-masa inilah yang harus dibutuhkan orang tua dan guru untuk merubah prilaku seseorang dalam suatu hal, termasuk merubah prilaku anak-anak kita mengenai cara bersahabat dengan alam.
Dan pada tahun 2012 ini, salah satu dari tiga peraih penghargaan Kalpataru untuk Kategori Penyelamat Lingkungan adalah Kabupaten Bima, yakni Kelompok Pemberdaya dan Pengguna Air Oi Seli beralamat di Desa Maria Utara, Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima, Nusa Tenggara Barat berhasil menyelamatkan 12 sumber mata air di Maria Utara; merehabilitasi 435 hektar lahan kritis kebun dan hutan lindung; merevitalisasi 500 hektar sawah menjadi berpengairan. Kabupaten Bima sekaligus mewakili nama Provinsi Nusa Tenggara Barat, karena tidak ada satupun kategori yang diraih NTB, baik Kategori Perintis Lingkungan, Kategori Pengabdi Lingkungan dan Kategori  Pembina Lingkungan. Hanya memperoleh satu di atas (Penyelamat Lingkungan). Adapun Adipura Kencana dua-duanya diraih Jawa Timur, yakni Kota Surabaya dan Kabupaten Tulungagung.
Lalu sesuai dengan tema yang ingin saya angkat, yakni tentang sekolah dalam mendukung Lingkungan Hijau, perlu kita lirik juga terutama pegiat-pegiat lingkungan hiduap. Kategori Adiwiyata Mandiri yang mana memang dikhususkan ke sekolah-sekolah NTB malah tidak ada yang dapat. Justru dalam daftar nama-nama sekolah penerima penghargaan Sekolah Adiwiyata Mandiri 2012 kali ini NTT yakni Sekolah SMK Syuradikara Kabupaten Ende.  Lalu sekolah-sekolah di NTB mana?! Pertanyaan besar ini adalah renungan kita bersama terutama disaat kondisi alam kita cukup parah kerusakannya, dengan berbagai bencana banjir bandang dan kekeringan yang melanda sebagian masyarakat kita.
Ingat bahwa, lingkungan hidup adalah segala sesuatu yang berada di sekitar kita, yang memberi tempat dan bahan-bahan untuk kehidupan. Segala sesuatu itu disebut komponen lingkungan, ada yang bersifat abiotik (tanah, atmosfer, air, sinar matahari, dll) dan adapula Biotik termasuk manusia dan segala perilakunya. Di lingkungan sekitar kita, banyak sekali terdapat unit-unit yang merupakan tata kesatuan yang saling berkait antara komponen satu dengan yang lain. Kesatuan itu dikenal dengan istilah “ekosistem”. Keterkaitan atau interaksi tersebut terjadi antara mahluk-mahluk itu tersendiri maupun dengan lingkungannya. Sebagai contoh ekosistem kecil yang dibuat oleh manusia, yaitu akuarium (ruangan, berisi air, ada batu-batuan, ada lumut atau rumput air, ada ikan). Ekosistem alami yang mempunyai susunan serupa, adalah kolam, telaga, sungai, rawa, laut, semuanya disebut ekosistem perairan. Hutan pegunungan, padang rumput, gurun pasir disebut ekosistem darat. Ilmu yang mempelajari hubungan timbal-balik antara komponen biotik dan abiotik di dalam ekosistem disebut “ekologi”. Hal ini saya kira sudah kita pahami sejak ‘dulu kala’ semenjak kita duduk dibangku Sekolah Dasar. Karena pelajaran Biologi kita sangat lengkap menerangkan  tentang seluk beluk lingkungan hidup disekitar kita.
Eugene P. Odum dalam bukunya Dasar-dasar Ekologi mendefinisikan Lingkungan dalam cakupan yang sempit dapat hanya terdiri dari sebgian ekosistem, tetapi dalam cakupan lebih luas dapat meliputi beberapa ekosistem, bahkan seluruh alam semesta ini dapat dipandang sebagai sebuah ekosistem, maupun “lingkungan global”. Singkatnya, “ekosistem” adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan satu kesatuan utuh menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam bentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan manusia serta mahluk hidup lainnya. Oleh karena itu lingkungan sekaligus merupakan sumber daya.
Coba kita buka file seputar  peran dunia pendidikan dalam hal memelihara lingkungan hidup. Pada tahun 1986, pendidikan lingkungan hidup dan kependudukan dimasukkan ke dalam pendidikan formal dengan dibentuknya mata pelajaran Pendidikan kependudukan dan lingkungan hidup (PKLH). Depdikbud merasa perlu untuk mulai mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata pelajaran. Kenapa demikian? Karena sekali lagi kembali ketulisan P. Odum tadi, bahwa manusia selalu berintraksi dengan lingkungan hidup dari semua bentuk kehidupan. Baik udara, air, tanah, bahkan suara kita butuh lingkungan yang kondusif dan sehat, tidak tercemar dengan virus-virus yang membuat kita menjadi tidak sehat.
Pada jenjang pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan.
Di tahun 1996 terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2004 tercatat 192 anggota JPL yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan lingkungan. Selain itu, terbit Memorandum Bersama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud juga terus mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri, dan lain-lain.
Sementara itu, LSM maupun perguruan tinggi dalam mengembangkan pendidikan lingkungan hidup melalui kegiatan seminar, sararasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan dan lain-lain. Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri Lingkungan Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK bersama nomor: Kep No 07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan hidup. Di dalam keputusan bersama ini, sangat ditekankan bahwa pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi dengan mata ajaran yang telah ada.
Salah satu puncak perkembangan pendidikan lingkungan adalah dirumuskannya tujuan pendidikan lingkungan hidup menurut UNCED adalah sebagai berikut: Pendidikan lingkungan Hidup (environmental education - EE) adalah suatu proses untuk membangun populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan total (keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan dengannya, dan masyarakat yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta komitmen untuk bekerja sama , baik secara individu maupun secara kolektif , untuk dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini, dan mencegah timbulnya masalah baru.
PLH memasukkan aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan afektif ini biasanya sulit dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran guru perlu memasukkan metode-metode yang memungkinkan berlangsungnya klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam PLH perlu dimunculkan atau dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat perbedaan nilai-nilai yang dianut oleh individu. Perbedaan nilai tersebut dapat mempersulit untuk derive the fact, serta dapat menimbulkan kontroversi/pertentangan pendapat. Oleh karena itu, PLH perlu memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun ketrampilan yang dapat meningkatkan kemampuan memecahkan masalah.
Persoalan lingkungan hidup merupakan persoalan yang bersifat sistemik, kompleks, serta memiliki cakupan yang luas. Oleh sebab itu, materi atau isu yang diangkat dalam penyelenggaraan kegiatan pendidikan lingkungan hidup juga sangat beragam. Sesuai dengan kesepakatan nasional tentang Pembangunan Berkelanjutan yang ditetapkan dalam Indonesian Summit on Sustainable Development (ISSD) di Yogyakarta pada tanggal 21 Januari 2004, telah ditetapkan 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Ketiga pilar tersebut merupakan satu kesatuan yang bersifat saling ketergantungan dan saling memperkuat. Adapun inti dari masing-masing pilar adalah yang pertama, Pilar Ekonomi ; menekankan pada perubahan sistem ekonomi agar semakin ramah terhadap lingkungan hidup sesuai dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pola konsumsi dan produksi, Teknologi bersih, Pendanaan/pembiayaan, Kemitraan usaha, Pertanian, Kehutanan, Perikanan, Pertambangan, Industri, dan Perdagangan.
Selain pilar Ekonomi yakni yang kedua, Pilar Sosial;  menekankan pada upaya-upaya pemberdayaan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan, Kearifan/budaya lokal, Masyarakat pedesaan, Masyarakat perkotaan, Masyarakat terasing/terpencil, Kepemerintahan/kelembagaan yang baik, dan Hukum dan pengawasan, dan ketiga adalah, Pilar Lingkungan;  menekankan pada pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah: Pengelolaan sumberdaya air, Pengelolaan sumberdaya lahan, Pengelolaan sumberdaya udara, Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir, Energi dan sumberdaya mineral, Konservasi satwa/tumbuhan langka, Keanekaragaman hayati, dan Penataan ruang.
Hal-hal yang dapat di berikan pendidikan sekolah melalui staf pengajar/guru dalam menangani masalah lingkungan, antara lain misalnya; Memulai Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) dari Hati, untuk membangkitkan kesadaran manusia terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, proses yang paling penting dan harus dilakukan adalah dengan menyentuh hati/kesadaran diri pribadi, bisa juga dengan cara melalui kurikulum yang berlaku sekolah diwajibkan untuk memperkenalkan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) atau Pendidikan Kependudukan dan Lingkungan Hidup (PKLH) kepada para siswa, misalnya dengan cara menerapkan sekolah hijau atau sekolah berwawasan lingkungan di mana para murid, tenaga kependidikan dan komite sekolah memiliki kesadaran akan lingkungan di mana mereka tinggal, serta mewujudkannya melalui perilaku yang ramah lingkungan untuk meningkatkan mutu hidup.
Selain itu sekolah juga bisa memulai dari program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) yang dapat menjadi ”perekat” untuk kesadaran lingkungan hidup misalnya dengan memanfaatkan halaman dan kebun sekolah untuk menanam berbagai tanaman obat, buah-buahan, tananam langka, dan aneka tanaman palawija. Dan bisa juga dengan upaya mengimplementasikan pelajaran PPKN, IPA, Geografi dan PLH dengan sungguh-sungguh karena satu sama lainnya akan saling berkaitan. Selain itu, praktek menjalankan undang-undang dan peraturan tentang lingkungan hidup harus berjalan dan harus disadari aspek kepentingannya dan siswa harus tahu aspek kerugiannya jika peraturan itu tidak dijalankan. Termasuk juga dengan, mengembangkan gaya hidup sederhana untuk mengurangi beban permasalahan yang terjadi di muka bumi, misalnya mengurangi pemakaian AC secara berlebihan, penggunaan kendaraan bermotor, dan pemakaian alat elektrik berenergi listrik yang dapat memicu terjadinya efek rumah kaca.
Sekolah juga sesekali menyelenggarakan program kegiatan berwawasan lingkungan yang mampu menumbuhkan rasa cinta bumi pada diri siswa, misalnya pada hari bumi (22 April) melaksanakan kegiatan menanam sejuta pohon, dan memasukkan program PLH dalam kegiatan ekstrakurikuler berbasis lingkungan, misalnya melalui KIR (Karya Ilmiah Remaja), PMR (Palang Merah Remaja), olah raga, seni budaya, cinta alam, jurnalistik, dll. Untuk mengoptimalkannya PLH semua kegiatan dapat melaksanakan program yang mampu menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan dengan mengintegrasikan masalah lingkungan. Kelompok KIR melalui penelitiannya, seni lukis melalui karyanya, drama dan puisi untuk teater, paduan suara dengan lagu-lagunya, dan jurnalistik lewat karya tulisnya, tanpa mengurangi kesempatan berkembangnya potensi, bakat, dan minat siswa.
Ajarkan mereka  PLH dimulai dari hal-hal sederhana berupa kerja nyata. Misalnya, tiap sekolah membuat proyek kerja nyata. Mulai dengan menanam satu bibit di tanah. Kemudian mengajak para siswa untuk memelihara pohon dengan ikut serta menyiram dan merawatnya. Kemudian menunjukkan betapa lamanya sebuah pohon tumbuh lalu menghubungkannya dengan teori-teori tentang akibat yang terjadi bila sebuah pohon ditebang sembarangan. Dengan demikian, mereka belajar menyadari pentingnya peranan pohon dalam kehidupan. Dengan kesadaran lewat praktik nyata ini diharapkan mereka akan lebih peduli pada lingkungannya. Bila di sekitar sekolah ada lahan gundul akibat pembabatan hutan, ajaklah para siswa untuk berperan serta menghijaukannya kembali, misalnya mengumpulkan bibit dari sekitar rumah mereka dan membawanya ke hutan (untuk karya wisata, misalnya) tempat mereka bisa menanamnya.
Tidak berpikir penghargaan Sekolah Adiwiyata Mandiri dulu, tapi berpikirlah untuk kelestarian budaya Kota Bima sendiri yang terkenal dengan “madu” aslinya. Nah komoditas lebah tentu akan bingung mencari makanan untuk produksi madu mereka, jika hutan dan alam sekitar kita sudah tidak bersahabat dengan mereka. Bahan dasar madu adalah sari putik bunga berbagai pohon dan tumbuhan, malahan kalau lebah hanya menghisap satu jenis bungan tanaman saja, maka rasa madunya akan sangat berbeda dengan madu yang dihasilkan dari lebah menghisap berbagai macam bunga tumbuhan. Oleh karena itu, kita harus dukunga pemerintah Kota Bima dalam hal memelihara lingkungan, dengan ikut merawat tumbuhan, tanaman, taman kota yang ada sehingga Budaya Lestari dan Alam akan bersahabat dengan kita.
Disamping tuntutan agama kita, bahwa memelihara hutan adalah sebagian cermin keimanan kita. Karena Islam sendiri seperti yang sudah-sudah saya tulis dan sampaiakan, adalah “rahmatan lil-‘alamin” artinya rahmat untuk sekalian alam. Bukan hanya Islam saja, melainkan sesama manusia, makhluk hidup yang ada, baik itu binatang, tumbuh-tumbuhan, benda mati bergerak atau tidak adalah lingkungan yang harus kita jaga bersama kelestariannya untuk dipergunakan sebaik-baiknya. Karena apabila hal ini kita abaikan, kita rusak maka adzab akan pedih menimpa kita. Hal ini termasuk bagian dari kekufuran, akibat kita tidak bisa bersyukur atas keindahan alam yang diberikan Allah SWT. Tentu penciptaan segala sesuatu di muka bumi ini, adalah ada hikmah masing-masing yang diperuntukkan untuk sebesar-besar kesejahteraan makhluk di bumi.
Coba kita telaah kembali ayat 61 surat Hud, Allah SWT berfirman, “Dia (Allah) yang telah menjadikan kamu dari bumi (tanah) dan memerintahkan kamu untuk memakmurkannya, dan mohon ampunlah kamu pada-Nya dan bertaubatlah kepada-Nya, sesungguhnya Allah maha dekat dan maha menerima permintaan”. Secara biologis manusia berasal dari unsur tanah, awal mula berbentuk debu, lalu berubah menjadi lumpur kemudian menjadi lumpur hitam dan setelah itu menjadi patung manusia dan proses terakhir, Allah SWT meniupkan ruh pada patung manusia (Adam) saat itu. Demikian Allah SWT bercerita dalam firman-firman-Nya di al-Qur’an tentang kejadian manusia.
Dan tentang kerusakan, peringatan Allah SWT dalam surat Al-Qashash ayat 77, “dan carilah apa-apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu (untuk kebahagiaan negeri akhirat) dan janganlah kamu lupakan bagianmu (kebahagiaan) di dunia dan berbuat baiklah kepada makhluk-makhluk lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di atas bumi, sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang berbuat kerusakan”. Bukan hanya itu peringatan dan perintah Allah SWT, di ayat 204-205 surat Al-Baqarah Allah SWT juga mengingatkan kita, “dan diantara manusia-manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia sangat menarik kamu, dan dipersaksikan kepada Allah (atas kebenaran ucapannya) apabila ia adalah penantang yang paling keras dan apabila ia berpaling darimu ia berusaha berbuat kerusakan di muka bumi dan menghancurkan tanaman, ternak, dan sebagainya. Dan sesungguhnya Allah tidak menyukai kerusakan”.
Demikian juga dalam surat Ar-Rum ayat 41-42 Allah SWT menerangkan hal demikian, ” “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena perbuatan tangan manusia, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah: “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” Nah mudah-mudahan apa yang saya tulis ini bisa menjadi renungan kita bersama untuk berikhtiar menjaga kelestarian alam yang kita tempati ini agar bisa dinikmati oleh generasi-generasi selanjutnya.
Sekolah harus menjadi pioner utama dalam mewujudkan lingkungan sehat dan lestari dengan memberi contoh kepada mereka-mereka yang tidak sekolah dan juga lingkungan tempat tinggal mereka. Bangkitkan kembali semangat budaya gotong royong Indonesia dalam membersihkan lingkungan dari segala bentuk pencemaran dan juga bergotong royong dalam hal melestarikan lingkungan dengan kegiatan-kegaiatan yang kongkrit, misalnya bisa saja memulai dari siswa baru harus menanam tanaman baru, seperti program Kementerian Agama 1 pohon untuk 1 pasangan pengantin. Amin.

Penulis adalah Penyuluh Agama Islam di KUA Mpunda Kementerian Agama Kota Bima dan
Sekretaris Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam (FKPAI) Kota Bima.