Rabu, 09 November 2011

Idul Adha antara Cinta Kasih dan Kepahlawanan


Oleh : Musthofa Umar, S.Ag., M.Pd.I.

Alhamdulillah Idul Adha kali ini kita bersama-sama, tidak seperti Idul Fitri kemarin. Dan memang bersama-sama itu indah dan mudah-mudahan selanjutnya kita terus bersama. Bukan hanya itu saja kebersamaan kali ini, Idul Adha bersamaan juga dengan hari Pahlawan 10 November 2011. Berangkat dari itu, saya mencoba merangkainya dalam sebuah tulisan opini dimedia ini. mungkin kalau yang secara spesifik membahas Idul Adha atau Idul Qurban sudah ada, termasuk yang membahas mengenai kepahlawanan. Namun saya mencoba melihat sisi lain makna Idul Adha dan nilai kepahlawanan. Setiap kita membahas Idul Adha atau orang sering menyebut Idul Qurban, yang banyak dibicarakan pasti tentang peristiwa Nabi Ibrahim As dan Nabi Isma’il As serta menyinggung sedikit pelaksanaan Ibadah Hajji yang sedang berlangsung saat ini di Mekkah.
Sebelum saya membahas Pahlawan, alangkah baiknya kalau saya mengingatkan kita semua ke Idul Adha terlebih dahulu, agar tulisan ini terangkai sempurna. Idul Adha adalah hari raya yang kita lakukan di bulan Dzulhijjah, artinya dua bulan lebih 10 hari setelah Idul Fitri. Dalam Idul Adha, kita akan berbicara mengenai ‘Napak Tilas’ Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Siti Hajar, Siti Maisarah dan juga Nabi Adam serta Siti Hawa As. Berangkat dari sinilah, Idul Adha dikenal dengan nama lain Idul Qurban. Tidak hanya itu, dalam Idul Adha ada Ibadah lain yakni Hajji yang juga mengambil ‘nilai-nilai’ Nabi Ibrahim as.  Apapun bentuk ibadah yang dilakukan jama’ah hajji, memang terkesan ‘olah raga’ (kegiatan fisik), namun itulah bentuk totalitas penghambaan seorang abdi (hamba) kepada Tuhannya (roobby) yakni Allah SWT, seperti yang dilakukan Nabi Ibrahim As dan Nabi Isma’il As.
Lihat saja, dalam haji selain tawaf (menggelilingi ka’bah sebanyak 7 kali) juga ada Sa’i (berlari-lari kecil antara bukit Shafa dan Marwa sebanyak 7 kali). Selain Sa’i ada Melontar Jumrah dan inti Haji ada Wukuf di Padang Arafah. Sa’i adalah mengenang kisah Siti Hajar yang  mencarikan air untuk Nabi Ismail As saat itu. Melontar Jumrah adalah kisah Nabi Ibrahim As yang akan menyembelih putranya sendiri Nabi Isma’il As namun di haling-halangi oleh Syaitan dan oleh beliau berdua, Syaitan itu dilemparnya. Terakhir peristiwa Wukuf adalah bertemunya Nabi Adam As dan Siti Hawa As setelah 100 tahun dalam sebuah riwayat, mereka saling mencari setelah di turunkan ke Bumi oleh Allah SWT dari Syurga karena sebuah pelanggaran.
Lalu bagaimana dengan Pahlawan?  Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pahlawan berarti orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran; pejuang yang gagah berani. Pahlawan adalah seseorang yang berpahala yang perbuatannya berhasil bagi kepentingan orang banyak. Perbuatannya memiliki pengaruh terhadap tingkah laku orang lain, karena dinilai mulia dan bermanfaat bagi kepentingan agama, masyarakat bangsa atau umat manusia. Lain halnya dalam bahasa Inggris, pahlawan disebut ‘hero’ yang diberi arti satu sosok legendaris dalam mitologi yang dikaruniai kekuatan yang luar biasa, keberanian dan kemampuan, serta diakui sebagai keturunan dewa. Pahlawan adalah sosok yang selalu membela kebenaran dan membela yang lemah.
Kategori pahlawan pun ada banyak, tergantung dengan prestasi yang disumbangkannya, seperti pahlawan kemanusiaan, pahlawan nasional, pahlawan perintis kemerdekaan, pahlawan revolusi, pahlawan proklamasi, pahlawan iman, pahlawan tanpa tanda jasa, pahlawan kesiangan, dan sebagainya. Dari kategori pahlawan, mungkin saya menggaris bawahi Pahlawan Iman. Nabi Ibrahim As, boleh kita katakana adalah sosok pahlawan iman begitu halnya dengan Nabi Isma’il As. Apa yang dibangun beliau (Ka’bah) menjadi panutan kita semua dalam menyembah Allah SWT. Belum lagi spirit-spirit yang lain, misalkan tentang khitan beliau yang sudah berusia 80 tahun (dalam riwayat hadits Bukhari), keberanian beliau dilempar Raja Namrud ke kobaran api, keberanian beliau menghancurkan berhala-berhala sesembahan ayahnya sendiri, ketabahan beliau menunggu putra hingga usia 60 tahun dan pengamdian beliau yang tanpa ‘protes’ kepada Allah SWT. Atas iman dan totalitas pengabdian beliau ini, Allah SWT dalam surat an-Nisa’ ayat 125 menjadikan Nabi Ibrahim As sebagai khalilullah (kesayangan Allah SWT).
Kepahlawanan Nabi Ibrahim As dalam merombak iman, patut kita ikuti. Totalitas dalam pengabbdian beliau sungguh luar biasa. Saat beliau merindukan seorang putra, namun begitu lahir, Allah SWT meminta beliau menaruhnya di tempat yang jauh dan mengunjunginya kembali saat Nabi Ismai’l As akan di sembelih (al-Qur’an surat as-Shafaat ayat 102 menuliskan umur Nabi Ismai’il As kala itu, adalah umur sanggup, bisa diartikan mumayyiz). Dan tidak hanya sampai di situ saja, Nabi Ibrahim As di uji kembali oleh Allah SWT melalui mimpi, beliau di wahyukan untuk menyembelih putranya sendiri. Inilah bukti kuatnya cinta Nabi Ibrahim As kepada Allah SWT yang mampu mengalahkan kuatnya cinta beliau kepada keluarganya. Iman beliau sungguh luar biasa kepada Allah SWT, hal inilah yang belum kita bisa tauladani. Bagaimana tidak, kalau kita lihat di sekililing kita, begitu panggilan Allah SWT datang (adzan) terkadang kita masih mempunyai alasan untuk melaksanakan ibadah dengan segera. Namun tidak dengan Nabi Ibrahim As, begitu wahyu/printah Allah SWT diterimanya, begitu juga dilaksanakannya, walaupun berat.
Nah Idul Adha atau Idul Qurban yang asalnya sendiri kalau kita kait-kaitkan ke dalam Bahasa Indonesia, adalah kata serapan dari Bahasa Arab dengan satu makna Pengurbanan. Apapun akan diberikan untuk mencapai sebuah tujuan yang diinginkan. Qurban atau pengurbanan, memang akan melihat angka nominal. Harga sapid an kambing yang akan di Qurbankan atau jumlah uang yang keluar untuk naik hajji. Semua ini tidak ada artinya bila debandingkan dengan nikmat iman yang ada, begitu halnya dengan Nabi Ibrahim As, jangankan harta, anakpun akan diberikan kepada Allah SWT jika itu yang akan diminta, untuk pembuktian iman beliau.
Apa kaitannya dengan cinta kasih? Cinta Nabi Adm As dan Siti Hawa As sungguh tiada tara saat ini. Bagaimana tidak, 100 tahun masa penantian dan masa saling mencari baru mereka bertemu di Padang Arafah. Tempat pertemuan beliau ini, ditandai dengan sebuah tugu di atas Jabal Rahmah (gunung kasih sayang). Luapan rindu kasih saat itu, tidak akan bisa terukir oleh kata-kata, dan pertemuan beliau berdua, diabadikan Allah SWT dalam ritual pelaksanaan Ibadah Haji. Dari sekian rukun haji, maka Wukuf adalah merupakan inti ibadah haji. Akan tetapi banyak orang kita yang justru melupakan peristiwa bersejarah dalam islam ini, malahan menggantinya dengan 14 Pebruari (valentine Days) sebagai hari kasih sayang. Di rayakan dengan hura-hura, bersama ‘kekasih/pacar’ yang belum syah secara hukum (muhrim) dan mengikuti agama lain. Islam mengajarkan santun, tanggal 9 Dzulhijjah para jamaah haji berkumpul, berdiam dan berdzikir memuji kebesaran Allah SWT di Padang Arafah, sedangkan kita di tanah air sunnah untuk puasa yang pahalanya bisa menghapus dosa tahun kemarin dan tahun ini.
Cinta kasih yang lain adalah, pengorbanan Siti Hajar As dan Nabi Ibrahim As dalam penantian seorang putra. Allah SWT menguji beliau hingga umur 60 tahun. Pelajaran yang bisa kita ambil adalah, ketulusan cinta Nabi Ibrahim As yang selalu mendampingi istri beliau dengan setia. Mungkin kalau ukuran kita, apabila istri kita tidak bisa melahirkan dalam rentan waktu yang sekian lama, akankah kita tidak berkeinginan menikah lagi? Atau selingkuh?. Dan setelah Allah SWT mengabulkan do’a beliau, lahirlah Nabi Ismai’l As. Namun tidak sampai disana ujian yang diberikan Allah SWT kepada Nabi Ibrahim As. Saat Nabi Isma’il As masih merah, Allah SWT memerintahkan beliau untuk menaruhnya ditempat jauh, di sebuah lembah yang tanpa penghuni yakni Ka’bah (Masjidil Haram) saat ini. Cinta Nabi Ibrahim As kepada Istri dan Putranya terkalahkan oleh cintanya kepada Allah SWT.
Siti Hajar As dan Nabi Isma’il As yang ditinggal Nabi Ibrahim As mulai di uji Allah SWT. Ujian yang diberikan adalah, bagaimana Nabi Isma’il As kehausan saat itu, walaupun Siti Hajar mencoba menyusui namun Nabi Ismai’l kecil enggan menyusu dan terus menangis. Kepanikan akan keselamatan bayinya, juga atas dasar cinta kasih Siti Hajar As, membuat beliau berlari-lari kecil antara Bukit Shafa dan Bukit Marwa sebanyak 7 kali (sa’i), namun justru Allah SWT menunjukkan Mukjizat-Nya kepada Nabi Isma’il As yakni dengan hentakan tumit mungilnya saat itu, menyemburkan air (zam-zam) dan sampai saat ini masih kita bisa nikmati. Inilah cinta kasih seorang ibu kepada anaknya yang sangat tulus dan kepahlawanan Siti Hajar As dalam berjuang demi buah hatinya.
Dari itu hendaknya Idul Adha / Idul Qurban yang kita telah lakukan kemarin, benar-benar membekas kepada hati kita. eksisnya kita melakukan tiap tahun tentu ada makna peningkatan atau esensi dari pelaksanaan ibadah yang kita lakukan. Begitu halnya dengan Ibadah Haji dan Hewan Kurban yang kita berikan kepada yang berhak menerimanya, adalah bentuk cinta dan kasih kita kepada Allah SWT mengalahkan cinta dan kasih kita kepada harta, uang, kekayaan, ego, bahkan istri dan anak seperti yang dicontohkan Nabi Adam As, Siti Hawa As, Nabi Ibrahim As dan keluarga beliau. Amin.

Penulis adalah Penyuluh Agama Islam di KUA Kec. Mpunda Kemenag Kota Bima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar