Kamis, 16 Februari 2012

Ruang Cinta Kasih dalam Islam


Oleh : Musthofa Umar

Tulisan saya kali ini, hanya ingin meluruskan anggapan sebagian saudara-saudara kita tentang cinta dan kasih sayang. Momentum februari sering remaja kita hususnya remaja muslim, memaknai bulan ini atau tanggal 14 dengan hari kasih sayang (valentin). Entah karena memang mereka sekedar ikut-ikutan atau sekedar image saja. Namun yang jelas, harus ada yang memberitahu mereka tentang valentin dan bagaimana seharusnya Islam memandang sebuah hubungan muda-mudi pra nikah. Sabda Rasulullah SAW tentang ramalan beliau diakhir zaman terbukti, bahwa ummat Islam akan mengikuti kaum Yahudi dan Nasrani bagaikan sepasang sandal yang satu dan lainnya. Bahkan andai mereka (Yahudi dan Nasrani) menikahi ibunya sendiri, ummat Islam akan mengikutinya. Propaganda barat sangat luar biasa, terutama fashion dan mode life style muda-mudi sekarang. Dalam Al-qur’an juga sudah mewanti-wanti kita, bahwa mereka (Yahudi dan Nasrani) tidak akan rela sampai ummat Islam mengikuti mereka sedikit demi sedikit.

Wikipedia menulis, banyak versi tentang Valentine’s Day. Yang paling mendekati adalah peristiwa abad ke 14 dalam pernaskahan British Library di London bahwa zaman itu lazim orang untuk bertukar catatan pada hari itu (14 Februari) dan memanggil pasangan mereka dengan menyebut Valentine. Valentine sendiri berasal dari Santo Valentinus yang akan gugur sebagai Martir (orang suci dalam ajaran Katolik), ia menulis sebuah pernyataan cintaa kecil yang diberikannya pada sipir penjaranya yang tertulis, “Dari Valentinusmu”. Ketika serdadi Romawi dilarang menikah oleh Kaisar Claudius II, Santo Valentinus secara rahasia membantu menikahkan mereka. Dalam tradisi Katolik saja hari ini tidak dianggap sebagai hari penting. Dan buakan sebuah toleransi beragama, adalah kalau kita ikut-ikutan memeriahkannya. Seperti saya pernah tulis beberapa waktu lalu, Islam sebenarnya mempunyai hari kasih sayang sendiri, yakni hari dimana Nabi Adam dan Siti Hawa dipertemukan Allah SWT, dalam satu riwayat setelah seratus tahun berpisah. Pertemuan mereka berdua, oleh Allah SWT dijadikan inti pelaksanaan ibadah haji saat ini. Dan tempat pertemuan mereka berdua, diberikan sebuah tugu selanjutnya tempat itu dikenal dengan nama Jabal Rahmah (Gunung Kasih Sayang). Hari bersejarah itu, lambat laun dikenal dengan istilah hari Arafah, yang diperingati setiap tanggal 9 Zulhijjah.

Dan bukankah Allah SWT adalah seorang yang Maha Pengasih dan Penyayang? Bismillahirrahmaniraahim adalah ucapan dan do’a yang penuh dengan kasih dan sayang. Ini seharusnya yang digembar-gemborkan oleh ummat Islam, bukan kepunyaan ummat lain. Dan sangat lucu sekali, jika kita (ummat Islam), ummat yang terbesar, ummat yang mayoritas di dunia, mengikuti mereka (ummat Yahudi dan Nasrani) yang minoritas (sedikit). Saya sangat respek, terhadap banyak pondok pesantren, bahkan sekolah-sekolah agama yang melarang murid mereka mengungkit-ngungkit valentin tanggal 14 Februari. Perlu dicontoh oleh semua lingkunga muslim, termasuk para orang tua agar memberikan pemahaman yang benar tentang hal ini.

Valentin identik dengan ‘dosa’. Karena memang awal sejarahnya seperti di atas adalah dimulai dengan dosa. Kebanyakan mereka yang sedang dimabuk asmara, sering melewati valentin dengan pasangan mereka, berdua-duaan melakukan hal-hal yang negatif dalam pandangan Islam. Nah sebenarnya bagaimana Islam memandang sebuah hubungan? Adakah pacaran secara Islami? Atau seharusnya bagaimana remaja berhubungan yang benar menurut agama dan lingkungan? Ini mungkin fukus tulisan kali ini, mudah-mudahan bisa kita praktekkan dalam kehidupan kita sehari-hari sebagai bentuk penghambaan diri kepada Allah SWT.
Istilah pacaran, mungkin sudah tidak asing lagi. Dan sebagian besar kita, pernah mengalami yang seperti ini. Akan tetapi sesungguhnya, pacaran itu orang kebanyakan mengidentikkan dengan hal-hal negatif. Seperti adanya kencan berdua lain jenis yang belum syah. Juga cumbu rayu, melihat aurat lain jenis, bersentuhan lain jenis dan sampai kepada melawan orang tua, akibat dilarangnya mereka pacaran. Tapi apa tidak mungkin, kalau pacaran di-Islamisai sehingga menjadi boleh?

Memang dalam Islam sendiri, tidak mengenal adanya pacaran. Islam hanya mengenal istilah khitbah (tunangan). Namun istilah tunanganpun banyak mereka yang menyalah artikan. Terutama ini banyak saya jumpai di daerah Madura, orang banyak membolehkan anak-anak cewek mereka pergi bahkan menginap di rumah tunangannya. Padahal tunangan sendiri, belum tentu  menjadi kenyataan (suami-istri), karena banyak hubungan tunangan yang putus di tengah jalan. Nah kalau mereka sudah pernah melakukan hal-hal yang dibenci Allah dan putus, bagaimana nasib perempuannya? Akan tetapi, bisakah pacaran itu, yang sepertinya sudah menjadi adat kebiasaan banyak orang di Islamkan? Seperti ‘nyongkol’ dalam suku Sasak adalah tradisi yang di Islamkan. Artinya dalam Islam, tidak mengenal ‘nyongkol’. Namun karena tidak bertentangan dengan Islam (asal dilakukan tidak mengundang maksiat) adalah syah-syah saja untuk dilakukan.

Dalam buku Nalar dan Wahyu tertulis bahwa pengambilan hukum tidak hanya al-Qur’an dan al-Hadits. Al-Qur’an dan al-Hadits dikatakan adalah wahyu sedangkan Nalar menghasilkan yang disebut Ijmak, Qiyas, Urf, Syar’u man Qoblana, Istishab, Maslahah al-Murshalah dan Qoulusshahabah. Ini terjadi karena al-Qur’an sendiri, memberikan ruang gerak akal (Nalar) untuk berijtihad menemukan konsep-konsep hukum yang sesuai dengan zaman dan tidak bertentangan dengan Islam. Nah pada persoalan hubungan, Istishab (penganggapan baik) bisa dijadikan dalail (alasan), asalkan diarahkan kepada ajaran Islam.

Manusia diciptakan oleh Allah SWT,  dengan membawa fitrah (insting) untuk mencintai lawan jenisnya. Allah sebagaimana firman-Nya, dalam Surat Ali Imran ayat 14 dikatakan, “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu Wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allahlah tempat kembali yang baik (surga)."  Berkata Imam Qurthubi, ,  "Allah  memulai dengan wanita karena kebanyakan manusia menginginkannya, juga karena mereka merupakan jerat-jerat setan yang menjadi fitnah bagi kaum laki-laki, sebagaimana sabda Rasulullah SAW dari Hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim, "Tiadalah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada wanita”.

Oleh karena itu, wanita adalah fitnah terbesar dibanding yang lainnya. Imam Qurtubi dalam tafsirnya mengatakan, Rasulullah SAW pun, sebagai manusia tak luput dari rasa cinta terhadap wanita. Sabda beliau dari riwayat Imam Ahmad mengatakan, "Disenangkan kepadaku dari urusan dunia wewangian dan wanita." Karena cinta merupakan fitrah manusia, maka Allah  menjadikan wanita sebagai perhiasan dunia dan nikmat yang dijanjikan bagi orang-orang beriman di syurga dengan bidadarinya. Hadits Rasulullah SAW yang lain tentang wanita, misalnya dari riwayat Muslim dikatakan, “"Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baiknya perhiasan adalah wanita yang shalihah." Dan Allah SWT  berfirman, dalam surat Ar-Rahman ayat 70 tentang kecantikan bidadari syurga "Di dalam surga-surga itu ada bidadari-bidadari yang baik-baik lagi cantik-cantik." Namun, Islam sebagai agama paripurna para rasul, tidak membiarkan fitnah itu mengembara tanpa batas, Islam telah mengatur dengan tegas bagaimana menyalurkan cinta, juga bagaimana batas pergaulan antara dua insan lawan jenis sebelum nikah, agar semuanya tetap berada dalam koridor etika dan norma yang sesuai dengan syari'at.

Banyak orang sukses, pejabat dan sebagainya runtuh gara-gara wanita. Sering kita melihat orang mungkin dengan senjata kebal, dengan taktik yang lain tidak mempan. Namun dengan ‘senjata’ wanita mereka bertekuk lutut. Maka wajar kalau Rasulullah sendiri, meng-identikkan wanita dengan tiang. Wanita adalah tiang agama, dan tiang negara. Jika mau agama runtuh dan negara hancur, wanitanya harus diruntuhkan dulu moral-moral mereka.

Dalam format mencari pasangan hidup, Islam telah memberikan panduan yang jelas tentang apa saja yang perlu diperhitungkan. Misalnya sabda Rasulullah SAW tentang 4 kriteria yang terkenal itu. Sabda Rasulullah SAW dari Abi Hurairah yang diriwayatkan oleh Bukhari bahwa Nabi bersabda, "Wanita itu dinikahi karena 4 (empat) hal; yakni pertama kecantikannya, kedua  keturunannya, ketiga hartanya dan keempat agamanya. Maka perhatikanlah agamanya kamu akan selamat."  Lalu bagaimana dengan wanita sendiri dalam mencari pria dambaan? Hadits ini juga berlaku untuk kreteria wanita dalam mencari pria pujaan. Harus sesuai dengan empat kreteria, (tampan, keturunannnya, harta dan agamanya). Dan tetap yang menjadi prioritas adalah agama. Karena agama bisa mempengaruhi tiga lainnya. Namun slah satu dari yang tiga tersebut, tidak bisa mempengaruhi agama.

Selain empat kriteria itu, Islam membenarkan bila ketika seorang memilih pasangan hidup untuk mengetahui hal-hal yang tersembunyi yang tidak mungkin diceritakan langsung oleh yang bersangkutan. Maka dalam masalah ini, peran orang tua atau pihak keluarga menjadi sangat penting. Inilah proses yang dikenal dalam Islam sebaga ta'aruf (kenal-mengenal). Jauh lebih bermanfaat dan objektif ketimbang kencan berduaan. Sebab kecenderungan pasangan yang sedang kencan adalah menampilkan sisi-sisi terbaiknya saja. Terbukti dengan mereka mengenakan pakaian yang terbaik, bermake-up, berparfum dan mencari tempat-tempat yang indah dalam kencan. Padahal nantinya dalam berumah tangga tidak lagi demikian kondisinya.

Istri tidak selalu dalam kondisi bermake-up, tidak setiap saat berbusana terbaik dan juga lebih sering bertemua dengan suaminya dalam keadaan tanpa parfum. Bahkan rumah yang mereka tempati itu bukanlah tempat-tempat indah mereka dulu kunjungi sebelumnya. Setelah menikah mereka akan menjalani hari-hari biasa yang kondisinya jauh dari  suasana romantis saat pacaran. Maka kesan indah saat pacaran itu tidak akan ada terus menerus di dalam kehidupan sehari-hari mereka. Dengan demikian, pacaran bukanlah sebuah penjajakan yangjujur,sebaliknya sebuah penyesatan dan pengelabuan. Dan tidak heran kita dapati pasangan yang cukup lama berpacaran, namun segera mengurus perceraian belum lama setelah pernikahan terjadi. Padahal mereka pacaran bertahun-tahun dan membina rumah tangga dalam hitungan hari.

Namun sekali lagi, apakah tidak mungkin meng-islamisai-kan pacaran? Dalam hal ini, saya tertaris budaya ‘midang’ dalam suku Sasak. Bukan berarti saya orang sasak terus mengagung-agungkan budaya sendiri. Walaupun budaya itu sudah banyak ditinggalkan juga, dan banyak disalah gunakan. Midang seingat saya, seorang pria mengunjungi rumah wanita yang dia ingini, entah hanya sekedar melihat satu kalai, atau kenalan melalui handphone atau teman. Yang jelas, wanita tersebut selalu siap bila seorang pria mengunjunginya. Jam ditentukan, tidak boleh siang, bahkan tidak boleh lebih dari jam 9 malam. Begitu pria datang, tidak jarang ditemui orang tua si perempuan terlebih dahulu. Di persilahkan duduk, berjuhan tentunya karena merasa diawasi orang tua si perempuan. Obrolan pun berlanjut, jika sepakat tinggal menentukan kapan akan menikah. Tanpa ada jalan-jalan, dan selalu terawasi orang tua. Ini mungkin lebih ‘Islami’ dari pada model-model pacaran saat ini.


Ini yang saya katakan meng-islam-kan pacaran. Seroang pria hanya cukup mengetahui dari jauh, sosok wanita yang akan dinikahi. Jika prilakunya sesuai, tertarik dan memperkenalkan diri kepada kedua orang tua si perempuan. Kunjungan si pemuda ini, bisa langsung melihat siapa keturunan dan harta dari orang yang akan dinikahi sesuai format hadits mencari pasangan di atas. Kebanyakan masalah anak remaja kita, pacaran tidak diketahui orang tua, bahkan takut dengan alasan tidak disetujui atau dilarang karena masih sekolah. Seharusnya, sebelum cinta berlanjut yang katanya ‘tidak bisa terpisahkan’ sang anak harus memperkenalkan siapa pasangan mereka kepada orang tuanya. Dan bukankah dengan melihat langsung, kita bisa mengetahui akhlak calon kita? Tanpa dibuat-buat agar terlihat baik dimata pasangan. Karena pengertian pacaran seperti diatas, adalah baik dan indah. Sehingga selalu menampilkan ‘kebohongan’ sikap dan prilaku. Baik di depan pacar, sopan, nurut akan tetapi setelah jauh dari pasangan berbalik 180  drajat apa yang mereka lakukan tadi.

Dari itu mudah-mudahan fungsi pengawasan orang tua yanag melekat, bisa merubah tradisi-tradisi yang non-Islami menjadi Islam. Mereka tanpa harus terkekang tidak boleh pacaran, namun tetap boleh asal selalu diawasi dan hanya dirumah saja. Jika berpergian ke luar, lebih enak kalau memang sudah disetujui menjadi calon menantu, mengikut sertakan pasangan bersama keluarga, saya kira itu lebih enak. Keindahan Islam menjaga kehormatan wanita, jangan kita salah artikan, sebab al-Qur’an dalam surat an-Nur ayat ayat 30 dan 31 mengatakan "Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kemaluan-nya." Apalagi wanita, jika kehormatan sudah terrenggut dan pria tidak bertanggung jawab, hancurlah masa depannya. Na’udzubillahimindzaalik.

Penulis adalah Penyuluh Agama di KUA Mpunda Kementerian Agama Kota Bima.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar