Senin, 30 Juli 2012

4 Latihan Perbaikan Diri dalam Puasa

Oleh : Musthafa Umar, S. Ag.

Ramadhan sudah memasuki fase (bagian) ke dua, yakni sepuluh hari kedua mulai tanggal 11 sampai dengan 20 Ramadhan. Bagian ini di sebut fase Maghfiroh (ampunan). Ampunan Allah SWT atas dosa-dosa yang telah kita perbuat dimasa lampau. Hal ini telah tergambarkan dalam hadits, Rasululullah SAW bersabda, “barang siapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini menjadi spirit kita semua, untuk melakukan puasa dengan iman. Mudah-mudahan kita semua telah mampu dan mendapat fase Rahmat dengan baik, sehingga kita bisa melanjutkan ke fase selanjutnya, yakni fase Maghfiroh.
 
Maghfiroh atau pengampunan, kita akan dapatkan setelah melalui fase pertama dari tanggal 1 sampai dengan 10 Ramadhan, yakni fase Rahmat. Dan antara fase-fase yang satu dengan lainnya, merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Maksudnya, jika kita berharap Maghfiroh, maka harus melalui Rahmat dulu, namun sebaliknya, jika rahmat tidak kita dapatkan secara langsung maghfiroh juga tidak kita dapatkan. Karena puasa adalah ibadah sebulan penuh, siang dan malam. Jika siang kita menahan untuk tidak batal puasa dan pahala puasa, namun malam kita harus menahan untuk tidak melakukan hal-hal yang membatalkan pahala puasa. 
 
Jika kita batal puasa, mungkin bisa kita ganti di lain hari setelah bulan Ramadhan usai. Namun tentu dengan syarat membatalkan tidak dengan sengaja. Akan tetapi hal-hal yang membatalkan pahala puasa, seperti memfitnah, menggunjing, ghibah, supah palsu, bohong, dusta dan memandang wanita (laki-laki) dengan syahwat adalah bisa  terjadi tidak hanya siang namun juga malam hari. Maka kalau itu kita lakukan, tidak ada pahala atau ganjaran yang kita dapatkan dari puasa kita. Hadits Nabi mengatakan, “berapa banyak orang yang berpuasa, cuma mendapatkan haus dan dahaga saja”.
 
Oleh karena itu, puasa betul-betul menjadi bulan latihan. Dan adapun kesimpulan saya dalam puasa ada empat (4) macam latihan yang kita lakukan. Dan latihan-latihan inilah yang nantinya setelah kita keluar dari bulan Ramadhan, diharapkan semakin mampu dan mahir untuk melakukan apa yang pernah kita latihan dalam puasa ini. Pertama, Latihan menjadi Fakir dan Miskin. Menahan tidak makan dan minum dari mulai terbit fajar hingga terbenam matahari adalah bentuk melatih diri sosial. Artinya melatih diri untuk mengetahui, bagaimana penderitaan kaum fakir miskin yang kadang makan satu hari, tidak dua hari. Nah kita oleh Allah SWT hanya dilatih tidak makan Cuma siang hari saja, akan tetapi mereka para fakir miskin itu, tidak makan siang dan malam. 
 
Dari itu, nantinya setelah puasa berlalu, kepedulian sosial ini hendaknya terlatih betul dan terwujud dalam bentuk pengeluaran zakat, shadaqah dan infaq. Zakat fitrah ataupun zakat mal (harta) jika telah sampai pada nisab dan haulnya wajib untuk dikeluarkan. Karena di dalam harta kita, ada hak-hak fakir misin yang harus diberikan sebagai penyucian harta kita. Harta kita tidak akan pernah suci dan berkah jika belum dikeluarkan zakatnya. Dan nantinya zakat-zakat ini akan diberikan kepada mereka yang membutuhkan, dalam al-Qur’an terdapat delapan (8) golongan penerima. Nah kalau kembali pada latihan kita, tentang bagaimana rasa tidak enaknya lapar dan haus, tentu kita tidak segan-segan untuk mengeluarkan zakat dari harta kita, tanpa ditagih oleh BAZ (Badan Amil Zakat) sebagai amil dalam hal ini.
 
Kedua, Latihan kita dalah Sabar. Kesabaran kita akan benar-benar diuji dalam bulan puasa. Manakala memuncak emosi karena lapar dan dahaga, maka di sanalah kesabaran itu dibuktikan. Apakah kita mampu mengendalikan emosi kita apa tidak, kita harus cepat-cepat kembali ingat bahwa kita sedang berpuasa sehingga emosi kita reda dengan sendirinya. Kesabaran juga tanpak pada saat kita akan berbuka puasa, sebelum kumandang adzan tanda waktu maghrib tiba yang menjadi tanda boleh berbuka, maka kita belum boleh memakan atau minum hidangan yang tersedia di hadapan kita, walaupun sebenarnya itu sudah menjadi hak milik kita. Andaipun kita memakan dan meminum hidangan di depan kita saat itu, tidak ada orang yang akan melarang kita. Namun di sinilah kesabaran itu dibuktikan. Di samping memupuk rasa iman (percaya) akan adanya Allah SWT yang selalu memantau kita, dan melarang kita untuk berbuka sebelum waktunya. Sabar juga dengan tuntutan ibadah yang harus dikerjakan dalam berpuasa, misalkan tarawih baik yanag delapan ataupun dua puluh rakaat, sama-sama butuh kesabaran untuk mengerjakannya, karena setiap malam dan butuh sedikit tenaga extra. Demikian halnya dengan makan sahur, saat kita mungkin masih ngantuk, namun karena sebuah kesunnahan, haruslah kita bangun untuk makan sahur, niat puasa sambil menunggu waktu subuh tiba.
 
Dalam kehidupan, berbuka bisa diaplikasikan pada kepemilikan atas sesuatu. Jika memang bukan hak kita, maka tentu kita tidak boleh untuk menyentuh apalagi mengambilnya, sebelum benar-benar menjadi milik kita (berbuka). Hubungan percintaan antara cowok dan cewek misalnya, hendaknya kita bisa sabar untuk tidak menyentuh pasangan kita sebelum benar-benar boleh (berbuka) pada saat akad nikah di depan penghulu. Yang di kantor tentu tidak akan berani korupsi, mengambil yang bukan haknya untuk kepentingan diri sendiri. karena iman (kepercayaan) kita kepada Allah SWT yang Maha melihat, Maha mendengar dan Maha mengetahui apa yang kita perbuat, walau manusia tidak ada yang tahu.
 
Ketiga, Latihan Kedisiplinan. Dalam puasa waktu sangat kita perhatikan, apalagi saat-saat berbuka dan imsak. Karena Rasulullah menyunahkan kita untuk menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur. Sehingga jam akan selalu kita ingat, kapan waktunya berbuka dan imsak.  Dan nanti setelah puasa, harus terbukti hasilnya, bahwa kedisiplinan dalam segala hal harus nyata. Termasuk waktu ibadah, kerja dan sebagainya usahakan disiplin waktu, sebagai dampak hasil dari kita berpuasa saat ini. Saya kira tidak ada jeleknya seorang dalam disiplin. Tidak akan menjadi miskin ataupun kurus orang yang disiplin. Justru apabila kita tidak disiplin, malah menimbulkan dosa bagi orang lain, karena dengan kita tidak bisa tepat waktu menjadi bahan pembicaraan.
 
Dalam hal waktu, orang barat mengatakan, “waktu adalah uang”, orang Arab bilang, “waktu laksana pedang”. Namun bagi saya, waktu adalah untung rugi. Jika kita memanfaatkan waktu dengan sebaik-baiknya, maka kita akan beruntung, namun sebaliknya jika kita tidak memanfaatkannya maka rugilah kita dan yang timbul malah penyesalan. Karena sesuatu kadang terjadi hanya sesaat dan tidak bisa terulang kembali. Allah SWT malahan sampai bersumpah dengan waktu, dalam surat al-‘Ashr, “demi masa, sesungguhnya manusia itu benar-beanr dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”. 
 
Keempat, Latihan kebersamaan. Dalam budaya Indonesia, mungkin kita sudah paham adanya istilah Gotong Royong, ataupun pribahasa, “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Ada nilai kebersamaan di sana yang termuat. Nah puasa nilai itu kian tumbuh untuk kita lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Saat berbuka misalnya, di seantero dunia ummat islam secara bersama-sama melakukan hal yang sama yakni berbuka. Dalam satu keluarga, mungkin selain bulan Ramadhan kita jarang kumpul makan dan minum bersama keluarga. Kita banyak menghabiskan waktu makan kita di kantor atau rumah makan. Namun dalam puasa, kebersamaan saat berbuka bersama keluarga adalah kebahagiaan tersendiri. 
 
Demikian halnya makan sahur dan shalat tarawih. Memang kita bisa melakukan shalat tarawih sendiri, namun kurang enak terasa jika tidak bersama-sama masyarakat di masjid. Jama’ah shalat tarawih atau shalat-shalat di bulan Ramadhan terasa lebih banyak dibandingkan dengan jama’ah di luar bulan Ramadhan. Apalagi nanti saat shalat ‘Idul Fitri, kebersabaan itu semakin terasa, dimana keluarga yang jauh di rantau terkadang menyempatkan diri untuk mudik lebaran ke kampung halaman bersama keluarga. Tiada lain yang mereka cari, adalah nilai kebersamaan yang menimbulkan kebahagiaan. Dan di luar bulan Ramadhan nanti, diharapkan nilai kebersamaan ini harus ditumbuh kembangkan semakin kuat.
 
Misalkan jika kita melihat tetangga yang kurang mampu, maka rasa peduli sesama harus muncul, sehingga kita tidak segan untuk membantu mereka. Kebersamaan dalam membangun negeri tercinta ini juga penting, tidak menghabiskan energi untuk saling menyalahkan satu dan yang lainnya. Sungguh begitu muliyanya bulan Ramdhan, bulan yang penuh berkah dan penuh pelajaran yang berarti untuk kehidupan kita selanjutnya. Semoga puasa kita lancar sampai ‘Idul Fitri menjelang dan berharap bertemu dengan bulan puasa yang akan datang. Amin ya Robbal ‘Alamin.
 
Penulis adalah Penyuluh Agama Islam di Kemenag Kota Bima dan Sekretaris Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam Kota Bima

Tidak ada komentar:

Posting Komentar