Kamis, 15 September 2011

Aborsi dan Kontrol Orang Tua

Oleh : Mustapa Umar
 
Membaca Koran ini kemarin (15/9), membuat kita prihatin dan miris mendengarnya, kenapa bisa terjadi? Atau mungkin sudah sering terjadi, namun si Uci (19) bahkan FA sedang ‘ketiban sial’ saja. Namun apapun itu, hendaknya yang terjadi pada Suci Kurniati hendaknya betul-betul membuat kita waspada dan memperketat kontrol kepada putrid dan putra kita. Aborsi yang terjadi adalah sebuah akibat dari sebab yang jelas sudah kita pahami bersama, karena terjadinya pembuahan sperma dan ovum melalui hubungan sexual yang tidak dikehendaki karena alasan ‘malu’ dan ‘tidak mau bertanggung jawab’.
Kasus aborsi di Indonesia menurut penelitian WHO yang ditulis Antara News berkisar  2,5 juta kasus setiap tahunnya. Dan sebanyak 20-60 % aborsi dilakukan dengan sengaja (induced abortion), oleh bantuan ‘diam-diam’ tenaga kesehatan sebanyak 70 % dan dukun 84 %. Mereka rata-rata klien aborsi berusia antara 20-29 tahun dan lebih dari 50 % terjadi di perkotaan. Ini belum termasuk yang di luar 10 kota besar yang diteliti. Oleh karena itu, ini harusnya menjadi perhatian serius dan mendalam bagi pemerintah dan Dinas Kesehatan untuk memberikan penyuluhan yang benar tentang fungsi reproduksi kepada remaja-remaja kita.
Semua agama, dan organisasi keagamaan di Indonesia melarang aborsi. Fatwa Majelis Ulama’ Indonesia (MUI) Nomor 4 tahun 2005 tentang larangan aborsi, ataupun Majelis Trjih Muhammadiyah juga  melarang keras terjadinya  aborsi. KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) kita, pasal 283, 299, 346 sampai 349 melarang keras dilakukannya aborsi dengan alas an apapun. Bahkan dalam pasal 299 tertulis, ancaman bagi merka yang memberi harapan kepada seorang perempuan bahwa kandungannya dapat digugurkan, adalah hukuman pidana penjara maksimal empat tahun. Demikian juga dalam Undang-Undang (UU) Kesehatan No. 23 tahun 1992  melarang tindakan aborsi dengan alas an apapun, kecuali untuk menyelamatkan jiwa ibu dan janin.
Pepatah mengatakan, “ada asap, tentu ada api”. Aborsi yang terjadi di Indonesia khususnya saudari kita Uci tentu ada beberapa sebab. Seorang  Guru Besar Universitas YARSI Jakarta, Prof.Dr H Jurnalis Uddin, P.AK. dalam Bukunya “Reinterpretasi Hukum Islam Tentang Aborsi" menulis bahwa sebab-sebab terjadinya aborsi karena hamil sebab diperkosa, janin dideteksi punya cacat genetik, alasan sosial ekonomi, ganguan kesehatan, KB gagal,  malu dengan tetangga, pacar tidak bertanggung jawab dan takut dikeluarkan sekolah/kampus jika masih pelajar. Namun dari sekian sebab ini, yang paling mendominasi adalah, malu, takut dan tidak bertanggung jawabnya pelaku.
Dari sebab yang dominan ini, mungkin kita bisa tebak kenapa terjadi? Jawaban kita sepakat karena adanya hubungan bebas (free sex) di luar nikah atau aturan-aturan agama yang syah. Tidak ada alasan yang lain kenapa seorang perempuan hamil dan menggugurkan kandungannya. Jika si perempuan tersebut mempunyai suami yang syah tentu tidak akan malu terlihat hamil atau tidak melakukan hubungan badan, maka tidak akan terjadi pembuahan (hamil). Dalam perkara ini, saya tidak menyarankan untuk menggunakan KB (kontrasepsi) karena sama dengan melegalkan sex bebas. Walapaun KB sangat efektif untuk pencegah kehamilan, namun ada juga yang penyebab aborsi itu, karena KB gagal seperti yang disampaikan Jurnalis Uddin tadi.
Lalu bagaimana pandangan Islam tentang aborsi? Seperti yang saya utarakan di atas, bahwa semua agama termasuk Islam melarang adanya aborsi. Memang ada beberapa syarat untuk membolehkan aborsi (pengguguran kandungan) dalam Islam termasuk perdebatan beberapa Imam Madzhab memandang aborsi. Para Imam Madzhab berbeda pandangan, misalnya Hanafi membolehkan penguguran kandungan sebelum kehamilan berusia 120 hari. Hanafi berpendapat karena 120 hari tersebut belum terjadi penciptaan. Sementara Hanbali membolehkan pengguguran kandungan selama janin masih dalam bentuk segumpal darah (alaqah). Sedangkan Syafi’i melarang aborsi dengan alasan kehidupan sudah dimulai sejak konsepsi sebagaimana dikemukakan oleh al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddinnya, kecuali Maliki melarang aborsi. Namun diingat, pembolehan para imam ini, adalah janin yang dihasilkan dengan cara ‘halal’ melalui pernikahan, bukan di luar nikah.
Aborsi (pengguguran kandungan) bermacam-macam jenisnya. Maria uffah Anshor dalam bukunya Fikih Aborsi Wacana Penguatan Hak Reproduksi Perempuan (2006), menulis lima macam atau jenis aborsi dalam pandangan hukum fikih. Pertama, Aborsi Sepontan (al-Isqath al-dzaty), dikatakan sepontan karena terjadi secara alamiah tanpa adanya pengaruh dari luar atau gugur dengan sendirinya. Biasanya hal ini terjadi karena kelainan kromosom, kelainan hormon, kelainan rahim dan infeksi. Kedua, Aborsi karena Darurat atau Pengobatan (al-Isqath al-dharury/al-‘ilajiy), aborsi jenis ini berdasarkan alasan kaidah fikihnya, “yang lebih ringan diantara dua bahaya bisa dilakukan demi menghindari risiko yang lebih membahayakan” maka ulama’ fikih membolehkan melakukan aborsi untuk menyelamatkan nyawa ibu dan mengorbankan janin. Jika dalam kasus kehamilan itu terjadi adanya indikasi fisik yang mengancam nyawa ibu kalau janinnya dipertahankan.
Ketiga, Aborsi karena Khilaf atau tidak disengaja (khata’). Aborsi jenis ini pernah terjadi pada masa Khalifah Umar bin Khattab, dimana beliau memanggil seorang perempuan hamil untuk menemui dirinya karena terlibat hutang. Dan mengetahui dirinya dipanggil, perempuan ini terkejut dan menyebabkan janinnya keguguran. Maka dalam hukum fikih, orang yang menyebabkan keguguran hanya wajib membayar tebusan (denda) saja. Atau kasus aborsi seperti ini bisa terjadi, kalau seorang Polisi mengejar penjahat, dan menembakkan pelurunya kea rah penjahat tersebut, namun nyasar ke ibu hamil dan menyebabkan dia keguguran.
Keempat, Aborsi Menyerupai Kesengajaan (syibh ‘amd). Hal ini bisa terjadi kalau misalnya sang suami memukul istrinya yang sedang hamil, lalu dia keguguran. Karena maksud suami adalah ibunya, bukan janinnya. Pada masa Rasulullah SAW kisah ini pernah ada, dua perempuan berduel, dan sama-sama hamil. Lalu perempuan satunya, melempar batu yang menyebabkan korbannya mengalami keguguran. Maka saat itu, di putuskan untuk membayar uang tebusan berupa 50 ekor unta (diyat kmilah), sedangkan untuk kematian ibunya sebesar 5 ekor unta (ghurrah kamilah). Kelima, Aborsi Sengaja dan Terencana (al-‘amd). Aborsi seperti ini yang banyak dilakukan di Indoneisa. Mereka merencanakan dan dengan sengaja melakukan aborsi. Hal ini lah yang oleh KUHP di denda kurungan maksimal 4 tahun. Mereka para pelaku biasanya melakukan dengan cara minum obat, ke dukun, ke tenaga medis secara diam-diam atau cara-cara lain yang tujuannya supaya janinnya gugur.
Solusi yang bisa saya tawarkan adalah pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan, hendaknya melakukan sosialisasi lebih inten kepada para remaja tentang fungsi dan manfaat alat-alat reproduksi yang sebenarnya. Sehingga mereka tidak menggunakannya dengan sembarangan. Demikian halnya dengan Apotik yang menjual alat-alat kontrasepsi, agar lebih diawasi penjualannya. Ibarat warung yang ‘dilarang’ menjual rokok kepada 17 tahun ke bawah, begitupun dengan Apotik harusnya mereka yang membeli alat kontrasepsi adalah yang sudah berkeluarga. Perangkat pemerintah yang lain, yakni Satpol PP agar lebih inten juga merazia tempat-tempat yang dicurigai tempat muda-mudi kita melakukan hubungan-hubungan seperti itu, termasuk tempat-tempat yang melakukan aborsi.
Kepada pihak sekolah agar lebih menanamkan akidah, moral, agama agar para siswa dan mahasiswanya lebih memahami ajaran-ajaran itu. Untuk orang tua yang sering berkomunikasi dengan putra-putri mereka, tanamkanlah aturan-aturan ‘pacaran’ yang islami, yang mencerminkan al-Qur’an Hadits. Dan hendaknya faham siklus mens putrinya, sehingga sering-seringlah bertanya, apakah dia mens apa tidak. Jika bulan atau tanggal biasanya dia mens tidak mens, kenapa bisa telat? Penyakitkah atau memang sudah ada isinya? Maka perikasakan dengan segera. Karena terkadang si anak tidak akan berterus terang kepada orang tuanya. Di samping juga, orang tua adalah kewajibannya sampai ‘menikahkan’ nanti. jadi sebelum putrinya menikah adalah masih tanggung jawabnya. Karena hal ini akan berdampat sangat fatal, kelainan rahim, infeksi samapai kematian. Belum lagi kita akan bicara hukum anak di luar kandungan?? Insya Allah dilain kesempatan saya akan menuliskan itu untuk kita semua, semoga bermanfaat. AMin.
 
Penulis adalah Penyuluh Agama di KUA Kec. Mpunda Kemenag. Kota Bima.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar