Oleh : Musthofa Umar
Tanggal 5 Juni kita peringati sebagai Hari
Lingkungan Hidup Sedunia, dan tema yang diusung pada peringatan tahun ini
adalah, “Ekonomi Hijau, Ubah Prilaku Tingkatkan Kualitas Lingkungan”. Kalau melihat
tema ini, maka letak awal harus merubah prilaku dimana?! Dari itu pada opini
saya kali ini, mencoba melirik sekolah-sekolah dalam hal memelihara lingkungan
hidup. Artinya kalau kita berbicara prilaku, maka tanamkan awal prilaku itu
dari sekolah. Entah itu PAUD sampai SMA
dan sederajat, yang jelas masa-masa inilah yang harus dibutuhkan orang tua dan
guru untuk merubah prilaku seseorang dalam suatu hal, termasuk merubah prilaku
anak-anak kita mengenai cara bersahabat dengan alam.
Dan pada tahun 2012 ini, salah satu dari tiga
peraih penghargaan Kalpataru untuk Kategori Penyelamat Lingkungan adalah
Kabupaten Bima, yakni Kelompok Pemberdaya dan Pengguna Air Oi
Seli beralamat di Desa Maria Utara, Kecamatan Wawo, Kabupaten Bima,
Nusa Tenggara Barat berhasil menyelamatkan 12 sumber mata air di Maria Utara;
merehabilitasi 435 hektar lahan kritis kebun dan hutan lindung; merevitalisasi
500 hektar sawah menjadi berpengairan. Kabupaten Bima sekaligus mewakili nama
Provinsi Nusa Tenggara Barat, karena tidak ada satupun kategori yang diraih
NTB, baik Kategori Perintis Lingkungan, Kategori Pengabdi Lingkungan dan Kategori Pembina Lingkungan. Hanya memperoleh satu di
atas (Penyelamat Lingkungan). Adapun Adipura Kencana dua-duanya diraih Jawa
Timur, yakni Kota Surabaya dan Kabupaten Tulungagung.
Lalu sesuai dengan tema yang ingin saya
angkat, yakni tentang sekolah dalam mendukung Lingkungan Hijau, perlu kita
lirik juga terutama pegiat-pegiat lingkungan hiduap. Kategori Adiwiyata Mandiri
yang mana memang dikhususkan ke sekolah-sekolah NTB malah tidak ada yang dapat.
Justru dalam daftar nama-nama sekolah penerima penghargaan Sekolah Adiwiyata
Mandiri 2012 kali ini NTT yakni Sekolah SMK Syuradikara Kabupaten Ende. Lalu sekolah-sekolah di NTB mana?! Pertanyaan
besar ini adalah renungan kita bersama terutama disaat kondisi alam kita cukup
parah kerusakannya, dengan berbagai bencana banjir bandang dan kekeringan yang
melanda sebagian masyarakat kita.
Ingat bahwa, lingkungan hidup adalah segala sesuatu
yang berada di sekitar kita, yang memberi tempat dan bahan-bahan untuk
kehidupan. Segala sesuatu itu disebut komponen lingkungan, ada yang bersifat
abiotik (tanah, atmosfer, air, sinar matahari, dll) dan adapula Biotik termasuk
manusia dan segala perilakunya. Di lingkungan sekitar kita, banyak sekali
terdapat unit-unit yang merupakan tata kesatuan yang saling berkait antara
komponen satu dengan yang lain. Kesatuan itu dikenal dengan istilah
“ekosistem”. Keterkaitan atau interaksi tersebut terjadi antara mahluk-mahluk
itu tersendiri maupun dengan lingkungannya. Sebagai contoh ekosistem kecil yang
dibuat oleh manusia, yaitu akuarium (ruangan, berisi air, ada batu-batuan, ada
lumut atau rumput air, ada ikan). Ekosistem alami yang mempunyai susunan
serupa, adalah kolam, telaga, sungai, rawa, laut, semuanya disebut ekosistem
perairan. Hutan pegunungan, padang rumput, gurun pasir disebut ekosistem darat.
Ilmu yang mempelajari hubungan timbal-balik antara komponen biotik dan abiotik
di dalam ekosistem disebut “ekologi”. Hal ini saya kira sudah kita pahami sejak
‘dulu kala’ semenjak kita duduk dibangku Sekolah Dasar. Karena pelajaran
Biologi kita sangat lengkap menerangkan
tentang seluk beluk lingkungan hidup disekitar kita.
Eugene P. Odum dalam bukunya
Dasar-dasar Ekologi mendefinisikan Lingkungan dalam cakupan yang sempit dapat
hanya terdiri dari sebgian ekosistem, tetapi dalam cakupan lebih luas dapat
meliputi beberapa ekosistem, bahkan seluruh alam semesta ini dapat dipandang
sebagai sebuah ekosistem, maupun “lingkungan global”. Singkatnya, “ekosistem”
adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan satu kesatuan utuh
menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam bentuk keseimbangan, stabilitas, dan
produktivitas lingkungan hidup. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan
semua benda, daya, keadaan, dan mahluk hidup, termasuk didalamnya manusia dan
perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan peri kehidupan dan kesejahteraan
manusia serta mahluk hidup lainnya. Oleh karena itu lingkungan sekaligus
merupakan sumber daya.
Coba kita
buka file seputar peran dunia pendidikan dalam hal memelihara
lingkungan hidup. Pada tahun 1986,
pendidikan lingkungan hidup dan kependudukan dimasukkan ke dalam pendidikan
formal dengan dibentuknya mata pelajaran Pendidikan kependudukan dan lingkungan
hidup (PKLH). Depdikbud merasa
perlu untuk mulai mengintegrasikan PKLH ke dalam semua mata pelajaran. Kenapa demikian? Karena sekali lagi kembali ketulisan P. Odum
tadi, bahwa manusia selalu berintraksi dengan lingkungan hidup dari semua
bentuk kehidupan. Baik udara, air, tanah, bahkan suara kita butuh lingkungan
yang kondusif dan sehat, tidak tercemar dengan virus-virus yang membuat kita
menjadi tidak sehat.
Pada jenjang
pendidikan dasar dan menegah (menengah umum dan kejuruan), penyampaian mata
ajar tentang masalah kependudukan dan lingkungan hidup secara integratif
dituangkan dalam sistem kurikulum tahun 1984 dengan memasukkan masalah-masalah
kependudukan dan lingkungan hidup ke dalam hampir semua mata pelajaran. Sejak
tahun 1989/1990 hingga saat ini berbagai pelatihan tentang lingkungan hidup
telah diperkenalkan oleh Departemen Pendidikan Nasional bagi guru-guru SD, SMP
dan SMA termasuk Sekolah Kejuruan.
Di tahun 1996
terbentuk Jaringan Pendidikan Lingkungan (JPL) antara LSM-LSM yang berminat dan
menaruh perhatian terhadap pendidikan lingkungan. Hingga tahun 2004 tercatat
192 anggota JPL yang bergerak dalam pengembangan dan pelaksanaan pendidikan
lingkungan. Selain itu, terbit Memorandum Bersama antara
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dengan Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup No. 0142/U/1996 dan No Kep: 89/MENLH/5/1996 tentang Pembinaan dan Pengembangan
Pendidikan Lingkungan Hidup, tanggal 21 Mei 1996. Sejalan dengan itu, Direktorat
Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Depdikbud juga terus
mendorong pengembangan dan pemantapan pelaksanaan pendidikan lingkungan hidup
di sekolah-sekolah antara lain melalui penataran guru, penggalakkan bulan bakti
lingkungan, penyiapan Buku Pedoman Pelaksanaan Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (PKLH) untuk Guru SD, SLTP, SMU dan SMK, program sekolah asri,
dan lain-lain.
Sementara itu,
LSM maupun perguruan tinggi dalam mengembangkan pendidikan lingkungan hidup
melalui kegiatan seminar, sararasehan, lokakarya, penataran guru, pengembangan
sarana pendidikan seperti penyusunan modul-modul integrasi, buku-buku bacaan
dan lain-lain. Pada tanggal 5 Juli 2005, Menteri Lingkungan
Hidup dan Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan SK bersama nomor: Kep No
07/MenLH/06/2005 No 05/VI/KB/2005 untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan
lingkungan hidup. Di dalam keputusan bersama ini, sangat ditekankan bahwa
pendidikan lingkungan hidup dilakukan secara integrasi dengan mata ajaran yang
telah ada.
Salah satu puncak
perkembangan pendidikan lingkungan adalah dirumuskannya tujuan pendidikan
lingkungan hidup menurut UNCED adalah sebagai berikut: Pendidikan lingkungan
Hidup (environmental education - EE) adalah suatu proses untuk membangun
populasi manusia di dunia yang sadar dan peduli terhadap lingkungan total
(keseluruhan) dan segala masalah yang berkaitan dengannya, dan masyarakat yang
memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan tingkah laku, motivasi serta
komitmen untuk bekerja sama , baik secara individu maupun secara kolektif ,
untuk dapat memecahkan berbagai masalah lingkungan saat ini, dan mencegah
timbulnya masalah baru.
PLH memasukkan
aspek afektif yaitu tingkah laku, nilai dan komitmen yang diperlukan untuk
membangun masyarakat yang berkelanjutan (sustainable). Pencapaian tujuan
afektif ini biasanya sulit dilakukan. Oleh karena itu, dalam pembelajaran
guru perlu memasukkan metode-metode yang memungkinkan berlangsungnya
klarifikasi dan internalisasi nilai-nilai. Dalam PLH perlu dimunculkan atau
dijelaskan bahwa dalam kehidupan nyata memang selalu terdapat perbedaan
nilai-nilai yang dianut oleh individu. Perbedaan nilai tersebut dapat
mempersulit untuk derive the fact, serta dapat menimbulkan
kontroversi/pertentangan pendapat. Oleh karena itu, PLH perlu memberikan
kesempatan kepada siswa untuk membangun ketrampilan yang dapat meningkatkan
kemampuan memecahkan masalah.
Persoalan
lingkungan hidup merupakan persoalan yang bersifat sistemik, kompleks, serta
memiliki cakupan yang luas. Oleh sebab itu, materi atau isu yang diangkat dalam
penyelenggaraan kegiatan pendidikan lingkungan hidup juga sangat beragam.
Sesuai dengan kesepakatan nasional tentang Pembangunan Berkelanjutan yang
ditetapkan dalam Indonesian Summit on Sustainable Development (ISSD) di
Yogyakarta pada tanggal 21 Januari 2004, telah ditetapkan 3 (tiga) pilar
pembangunan berkelanjutan yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Ketiga pilar
tersebut merupakan satu kesatuan yang bersifat saling ketergantungan dan saling
memperkuat. Adapun inti dari masing-masing pilar adalah yang pertama, Pilar Ekonomi ; menekankan pada
perubahan sistem ekonomi agar semakin ramah terhadap lingkungan hidup sesuai
dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Isu atau materi yang
berkaitan adalah: Pola konsumsi dan produksi, Teknologi bersih,
Pendanaan/pembiayaan, Kemitraan usaha, Pertanian, Kehutanan, Perikanan,
Pertambangan, Industri, dan Perdagangan.
Selain pilar Ekonomi yakni yang kedua, Pilar
Sosial; menekankan pada upaya-upaya pemberdayaan
masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan hidup. Isu atau materi yang
berkaitan adalah: Kemiskinan, Kesehatan, Pendidikan, Kearifan/budaya lokal,
Masyarakat pedesaan, Masyarakat perkotaan, Masyarakat terasing/terpencil,
Kepemerintahan/kelembagaan yang baik, dan Hukum dan pengawasan, dan ketiga adalah, Pilar Lingkungan; menekankan pada pengelolaan sumberdaya alam
dan lingkungan yang berkelanjutan. Isu atau materi yang berkaitan adalah:
Pengelolaan sumberdaya air, Pengelolaan sumberdaya lahan, Pengelolaan
sumberdaya udara, Pengelolaan sumberdaya laut dan pesisir, Energi dan
sumberdaya mineral, Konservasi satwa/tumbuhan langka, Keanekaragaman hayati,
dan Penataan ruang.
Hal-hal yang dapat di berikan
pendidikan sekolah melalui staf pengajar/guru dalam menangani masalah
lingkungan, antara lain misalnya; Memulai Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) dari Hati, untuk
membangkitkan kesadaran manusia terhadap lingkungan hidup di sekitarnya, proses
yang paling penting dan harus dilakukan adalah dengan menyentuh hati/kesadaran diri pribadi, bisa juga dengan cara melalui kurikulum
yang berlaku sekolah diwajibkan untuk memperkenalkan
Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) atau Pendidikan Kependudukan dan
Lingkungan Hidup (PKLH) kepada para siswa, misalnya dengan cara menerapkan
sekolah hijau atau sekolah
berwawasan lingkungan di mana para murid, tenaga kependidikan dan komite sekolah
memiliki kesadaran akan lingkungan di mana mereka tinggal, serta
mewujudkannya melalui perilaku yang ramah lingkungan untuk meningkatkan mutu
hidup.
Selain itu sekolah juga bisa memulai
dari program Usaha Kesehatan
Sekolah (UKS) yang dapat menjadi ”perekat” untuk kesadaran lingkungan hidup misalnya dengan
memanfaatkan halaman dan kebun sekolah untuk menanam berbagai tanaman obat,
buah-buahan, tananam langka, dan aneka tanaman palawija. Dan bisa juga dengan upaya mengimplementasikan pelajaran PPKN, IPA,
Geografi dan PLH dengan sungguh-sungguh karena satu sama lainnya akan saling
berkaitan. Selain itu, praktek menjalankan undang-undang dan peraturan tentang
lingkungan hidup harus berjalan dan harus disadari aspek kepentingannya dan
siswa harus tahu aspek kerugiannya jika peraturan itu tidak dijalankan. Termasuk juga dengan, mengembangkan gaya hidup sederhana untuk mengurangi beban
permasalahan yang terjadi di muka bumi, misalnya mengurangi pemakaian AC
secara berlebihan, penggunaan kendaraan bermotor, dan pemakaian alat elektrik berenergi listrik yang dapat memicu
terjadinya efek rumah kaca.
Sekolah juga sesekali menyelenggarakan program kegiatan berwawasan
lingkungan yang mampu menumbuhkan rasa cinta bumi pada diri siswa, misalnya pada hari bumi (22 April) melaksanakan kegiatan menanam
sejuta pohon, dan memasukkan program PLH dalam kegiatan ekstrakurikuler berbasis lingkungan, misalnya melalui KIR (Karya Ilmiah Remaja), PMR (Palang Merah Remaja), olah raga, seni budaya, cinta alam,
jurnalistik, dll. Untuk
mengoptimalkannya PLH semua
kegiatan dapat melaksanakan program yang mampu menumbuhkan rasa cinta terhadap lingkungan dengan
mengintegrasikan masalah lingkungan. Kelompok KIR melalui penelitiannya, seni
lukis melalui karyanya, drama dan puisi untuk teater, paduan suara dengan
lagu-lagunya, dan jurnalistik lewat karya tulisnya, tanpa mengurangi kesempatan
berkembangnya potensi, bakat, dan minat siswa.
Ajarkan mereka PLH dimulai dari
hal-hal sederhana berupa kerja nyata. Misalnya, tiap sekolah membuat proyek
kerja nyata. Mulai dengan menanam satu bibit di tanah. Kemudian mengajak para
siswa untuk memelihara pohon dengan ikut serta menyiram dan merawatnya.
Kemudian menunjukkan betapa lamanya sebuah pohon tumbuh lalu menghubungkannya
dengan teori-teori tentang akibat yang terjadi bila sebuah pohon ditebang
sembarangan. Dengan demikian, mereka belajar menyadari pentingnya peranan pohon
dalam kehidupan. Dengan kesadaran lewat praktik nyata ini diharapkan mereka
akan lebih peduli pada lingkungannya. Bila di sekitar sekolah ada lahan gundul
akibat pembabatan hutan, ajaklah para siswa untuk berperan serta
menghijaukannya kembali, misalnya mengumpulkan bibit dari sekitar rumah mereka
dan membawanya ke hutan (untuk karya wisata, misalnya) tempat mereka bisa
menanamnya.
Tidak berpikir penghargaan Sekolah
Adiwiyata Mandiri dulu, tapi berpikirlah untuk kelestarian budaya Kota Bima
sendiri yang terkenal dengan “madu” aslinya. Nah komoditas lebah tentu akan
bingung mencari makanan untuk produksi madu mereka, jika hutan dan alam sekitar
kita sudah tidak bersahabat dengan mereka. Bahan dasar madu adalah sari putik
bunga berbagai pohon dan tumbuhan, malahan kalau lebah hanya menghisap satu
jenis bungan tanaman saja, maka rasa madunya akan sangat berbeda dengan madu
yang dihasilkan dari lebah menghisap berbagai macam bunga tumbuhan. Oleh karena
itu, kita harus dukunga pemerintah Kota Bima dalam hal memelihara lingkungan,
dengan ikut merawat tumbuhan, tanaman, taman kota yang ada sehingga Budaya
Lestari dan Alam akan bersahabat dengan kita.
Disamping tuntutan agama kita, bahwa
memelihara hutan adalah sebagian cermin keimanan kita. Karena Islam sendiri
seperti yang sudah-sudah saya tulis dan sampaiakan, adalah “rahmatan lil-‘alamin”
artinya rahmat untuk sekalian alam. Bukan hanya Islam saja, melainkan sesama
manusia, makhluk hidup yang ada, baik itu binatang, tumbuh-tumbuhan, benda mati
bergerak atau tidak adalah lingkungan yang harus kita jaga bersama
kelestariannya untuk dipergunakan sebaik-baiknya. Karena apabila hal ini kita
abaikan, kita rusak maka adzab akan pedih menimpa kita. Hal ini termasuk bagian
dari kekufuran, akibat kita tidak bisa bersyukur atas keindahan alam yang
diberikan Allah SWT. Tentu penciptaan segala sesuatu di muka bumi ini, adalah
ada hikmah masing-masing yang diperuntukkan untuk sebesar-besar kesejahteraan
makhluk di bumi.
Coba kita telaah kembali ayat 61 surat Hud, Allah
SWT berfirman, “Dia (Allah) yang telah menjadikan kamu dari bumi (tanah) dan
memerintahkan kamu untuk memakmurkannya, dan mohon ampunlah kamu pada-Nya dan
bertaubatlah kepada-Nya, sesungguhnya Allah maha dekat dan maha menerima permintaan”.
Secara biologis manusia berasal dari unsur tanah, awal mula berbentuk debu,
lalu berubah menjadi lumpur kemudian menjadi lumpur hitam dan setelah itu
menjadi patung manusia dan proses terakhir, Allah SWT meniupkan ruh pada patung
manusia (Adam) saat itu. Demikian Allah SWT bercerita dalam firman-firman-Nya
di al-Qur’an tentang kejadian manusia.
Dan tentang kerusakan, peringatan
Allah SWT dalam surat Al-Qashash ayat 77, “dan carilah apa-apa yang telah
dianugrahkan Allah kepadamu (untuk kebahagiaan negeri akhirat) dan janganlah
kamu lupakan bagianmu (kebahagiaan) di dunia dan berbuat baiklah kepada
makhluk-makhluk lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan
janganlah kamu berbuat kerusakan di atas bumi, sesungguhnya Allah tidak suka
kepada orang-orang yang berbuat kerusakan”. Bukan hanya itu peringatan dan
perintah Allah SWT, di ayat 204-205 surat Al-Baqarah Allah SWT juga
mengingatkan kita, “dan diantara manusia-manusia ada orang yang ucapannya
tentang kehidupan dunia sangat menarik kamu, dan dipersaksikan kepada Allah
(atas kebenaran ucapannya) apabila ia adalah penantang yang paling keras dan
apabila ia berpaling darimu ia berusaha berbuat kerusakan di muka bumi dan
menghancurkan tanaman, ternak, dan sebagainya. Dan sesungguhnya Allah tidak
menyukai kerusakan”.
Demikian juga dalam surat Ar-Rum
ayat 41-42 Allah SWT menerangkan hal demikian, ” “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan Karena
perbuatan tangan manusia, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari
(akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Katakanlah: “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikanlah bagaimana
kesudahan orang-orang yang terdahulu. kebanyakan dari mereka itu adalah
orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” Nah mudah-mudahan apa yang saya
tulis ini bisa menjadi renungan kita bersama untuk berikhtiar menjaga
kelestarian alam yang kita tempati ini agar bisa dinikmati oleh
generasi-generasi selanjutnya.
Sekolah harus menjadi pioner utama dalam mewujudkan lingkungan sehat
dan lestari dengan memberi contoh kepada mereka-mereka yang tidak sekolah dan
juga lingkungan tempat tinggal mereka. Bangkitkan kembali semangat budaya
gotong royong Indonesia dalam membersihkan lingkungan dari segala bentuk
pencemaran dan juga bergotong royong dalam hal melestarikan lingkungan dengan
kegiatan-kegaiatan yang kongkrit, misalnya bisa saja memulai dari siswa baru
harus menanam tanaman baru, seperti program Kementerian Agama 1 pohon untuk 1
pasangan pengantin. Amin.
Penulis
adalah Penyuluh Agama Islam di KUA Mpunda Kementerian Agama Kota Bima dan
Sekretaris
Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam (FKPAI) Kota Bima.
Ditunggu artikel selanjutnya
BalasHapusDitunggu artikel selanjutnya
BalasHapus