Oleh :
Musthafa Umar, S. Ag.
Ramadhan sudah memasuki fase
(bagian) ke dua, yakni sepuluh hari kedua mulai tanggal 11 sampai dengan 20
Ramadhan. Bagian ini di sebut fase Maghfiroh
(ampunan). Ampunan Allah SWT atas dosa-dosa yang telah kita perbuat dimasa
lampau. Hal ini telah tergambarkan dalam hadits, Rasululullah SAW bersabda,
“barang siapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, akan
diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu” (HR. Bukhari dan Muslim). Hadits ini
menjadi spirit kita semua, untuk melakukan puasa dengan iman. Mudah-mudahan
kita semua telah mampu dan mendapat fase Rahmat dengan baik, sehingga kita bisa
melanjutkan ke fase selanjutnya, yakni fase Maghfiroh.
Maghfiroh atau pengampunan, kita akan
dapatkan setelah melalui fase pertama dari tanggal 1 sampai dengan 10 Ramadhan,
yakni fase Rahmat. Dan antara
fase-fase yang satu dengan lainnya, merupakan satu kesatuan yang tak
terpisahkan. Maksudnya, jika kita berharap Maghfiroh,
maka harus melalui Rahmat dulu, namun
sebaliknya, jika rahmat tidak kita
dapatkan secara langsung maghfiroh
juga tidak kita dapatkan. Karena puasa adalah ibadah sebulan penuh, siang dan
malam. Jika siang kita menahan untuk tidak batal puasa dan pahala puasa, namun
malam kita harus menahan untuk tidak melakukan hal-hal yang membatalkan pahala
puasa.
Jika kita batal puasa,
mungkin bisa kita ganti di lain hari setelah bulan Ramadhan usai. Namun tentu
dengan syarat membatalkan tidak dengan sengaja. Akan tetapi hal-hal yang membatalkan
pahala puasa, seperti memfitnah, menggunjing, ghibah, supah palsu, bohong,
dusta dan memandang wanita (laki-laki) dengan syahwat adalah bisa terjadi tidak hanya siang namun juga malam
hari. Maka kalau itu kita lakukan, tidak ada pahala atau ganjaran yang kita
dapatkan dari puasa kita. Hadits Nabi mengatakan, “berapa banyak orang yang
berpuasa, cuma mendapatkan haus dan dahaga saja”.
Oleh karena itu, puasa
betul-betul menjadi bulan latihan. Dan adapun kesimpulan saya dalam puasa ada
empat (4) macam latihan yang kita lakukan. Dan latihan-latihan inilah yang
nantinya setelah kita keluar dari bulan Ramadhan, diharapkan semakin mampu dan
mahir untuk melakukan apa yang pernah kita latihan dalam puasa ini. Pertama, Latihan menjadi Fakir dan
Miskin. Menahan tidak makan dan minum dari mulai terbit fajar hingga terbenam
matahari adalah bentuk melatih diri sosial. Artinya melatih diri untuk
mengetahui, bagaimana penderitaan kaum fakir miskin yang kadang makan satu
hari, tidak dua hari. Nah kita oleh Allah SWT hanya dilatih tidak makan Cuma
siang hari saja, akan tetapi mereka para fakir miskin itu, tidak makan siang
dan malam.
Dari itu, nantinya setelah
puasa berlalu, kepedulian sosial ini hendaknya terlatih betul dan terwujud
dalam bentuk pengeluaran zakat, shadaqah dan infaq. Zakat fitrah ataupun zakat
mal (harta) jika telah sampai pada nisab dan haulnya wajib untuk dikeluarkan.
Karena di dalam harta kita, ada hak-hak fakir misin yang harus diberikan
sebagai penyucian harta kita. Harta kita tidak akan pernah suci dan berkah jika
belum dikeluarkan zakatnya. Dan nantinya zakat-zakat ini akan diberikan kepada
mereka yang membutuhkan, dalam al-Qur’an terdapat delapan (8) golongan
penerima. Nah kalau kembali pada latihan kita, tentang bagaimana rasa tidak
enaknya lapar dan haus, tentu kita tidak segan-segan untuk mengeluarkan zakat
dari harta kita, tanpa ditagih oleh BAZ (Badan Amil Zakat) sebagai amil dalam
hal ini.
Kedua, Latihan kita dalah Sabar.
Kesabaran kita akan benar-benar diuji dalam bulan puasa. Manakala memuncak
emosi karena lapar dan dahaga, maka di sanalah kesabaran itu dibuktikan. Apakah
kita mampu mengendalikan emosi kita apa tidak, kita harus cepat-cepat kembali
ingat bahwa kita sedang berpuasa sehingga emosi kita reda dengan sendirinya.
Kesabaran juga tanpak pada saat kita akan berbuka puasa, sebelum kumandang
adzan tanda waktu maghrib tiba yang menjadi tanda boleh berbuka, maka kita
belum boleh memakan atau minum hidangan yang tersedia di hadapan kita, walaupun
sebenarnya itu sudah menjadi hak milik kita. Andaipun kita memakan dan meminum
hidangan di depan kita saat itu, tidak ada orang yang akan melarang kita. Namun
di sinilah kesabaran itu dibuktikan. Di samping memupuk rasa iman (percaya)
akan adanya Allah SWT yang selalu memantau kita, dan melarang kita untuk
berbuka sebelum waktunya. Sabar juga dengan tuntutan ibadah yang harus
dikerjakan dalam berpuasa, misalkan tarawih baik yanag delapan ataupun dua
puluh rakaat, sama-sama butuh kesabaran untuk mengerjakannya, karena setiap
malam dan butuh sedikit tenaga extra. Demikian halnya dengan makan sahur, saat
kita mungkin masih ngantuk, namun karena sebuah kesunnahan, haruslah kita
bangun untuk makan sahur, niat puasa sambil menunggu waktu subuh tiba.
Dalam kehidupan, berbuka
bisa diaplikasikan pada kepemilikan atas sesuatu. Jika memang bukan hak kita,
maka tentu kita tidak boleh untuk menyentuh apalagi mengambilnya, sebelum
benar-benar menjadi milik kita (berbuka). Hubungan percintaan antara cowok dan
cewek misalnya, hendaknya kita bisa sabar untuk tidak menyentuh pasangan kita
sebelum benar-benar boleh (berbuka) pada saat akad nikah di depan penghulu.
Yang di kantor tentu tidak akan berani korupsi, mengambil yang bukan haknya
untuk kepentingan diri sendiri. karena iman (kepercayaan) kita kepada Allah SWT
yang Maha melihat, Maha mendengar dan Maha mengetahui apa yang kita perbuat,
walau manusia tidak ada yang tahu.
Ketiga, Latihan Kedisiplinan. Dalam
puasa waktu sangat kita perhatikan, apalagi saat-saat berbuka dan imsak. Karena
Rasulullah menyunahkan kita untuk menyegerakan berbuka dan mengakhirkan sahur.
Sehingga jam akan selalu kita ingat, kapan waktunya berbuka dan imsak. Dan nanti setelah puasa, harus terbukti
hasilnya, bahwa kedisiplinan dalam segala hal harus nyata. Termasuk waktu
ibadah, kerja dan sebagainya usahakan disiplin waktu, sebagai dampak hasil dari
kita berpuasa saat ini. Saya kira tidak ada jeleknya seorang dalam disiplin.
Tidak akan menjadi miskin ataupun kurus orang yang disiplin. Justru apabila
kita tidak disiplin, malah menimbulkan dosa bagi orang lain, karena dengan kita
tidak bisa tepat waktu menjadi bahan pembicaraan.
Dalam hal waktu, orang barat
mengatakan, “waktu adalah uang”, orang Arab bilang, “waktu laksana pedang”. Namun
bagi saya, waktu adalah untung rugi. Jika kita memanfaatkan waktu dengan
sebaik-baiknya, maka kita akan beruntung, namun sebaliknya jika kita tidak
memanfaatkannya maka rugilah kita dan yang timbul malah penyesalan. Karena
sesuatu kadang terjadi hanya sesaat dan tidak bisa terulang kembali. Allah SWT
malahan sampai bersumpah dengan waktu, dalam surat al-‘Ashr, “demi masa,
sesungguhnya manusia itu benar-beanr dalam kerugian, kecuali orang-orang yang
beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati
kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran”.
Keempat, Latihan kebersamaan. Dalam
budaya Indonesia, mungkin kita sudah paham adanya istilah Gotong Royong,
ataupun pribahasa, “berat sama dipikul, ringan sama dijinjing”. Ada nilai
kebersamaan di sana yang termuat. Nah puasa nilai itu kian tumbuh untuk kita
lakukan dalam kehidupan sehari-hari. Saat berbuka misalnya, di seantero dunia
ummat islam secara bersama-sama melakukan hal yang sama yakni berbuka. Dalam
satu keluarga, mungkin selain bulan Ramadhan kita jarang kumpul makan dan minum
bersama keluarga. Kita banyak menghabiskan waktu makan kita di kantor atau
rumah makan. Namun dalam puasa, kebersamaan saat berbuka bersama keluarga
adalah kebahagiaan tersendiri.
Demikian halnya makan sahur
dan shalat tarawih. Memang kita bisa melakukan shalat tarawih sendiri, namun
kurang enak terasa jika tidak bersama-sama masyarakat di masjid. Jama’ah shalat
tarawih atau shalat-shalat di bulan Ramadhan terasa lebih banyak dibandingkan
dengan jama’ah di luar bulan Ramadhan. Apalagi nanti saat shalat ‘Idul Fitri,
kebersabaan itu semakin terasa, dimana keluarga yang jauh di rantau terkadang
menyempatkan diri untuk mudik lebaran ke kampung halaman bersama keluarga.
Tiada lain yang mereka cari, adalah nilai kebersamaan yang menimbulkan
kebahagiaan. Dan di luar bulan Ramadhan nanti, diharapkan nilai kebersamaan ini
harus ditumbuh kembangkan semakin kuat.
Misalkan jika kita melihat
tetangga yang kurang mampu, maka rasa peduli sesama harus muncul, sehingga kita
tidak segan untuk membantu mereka. Kebersamaan dalam membangun negeri tercinta
ini juga penting, tidak menghabiskan energi untuk saling menyalahkan satu dan
yang lainnya. Sungguh begitu muliyanya bulan Ramdhan, bulan yang penuh berkah
dan penuh pelajaran yang berarti untuk kehidupan kita selanjutnya. Semoga puasa
kita lancar sampai ‘Idul Fitri menjelang dan berharap bertemu dengan bulan
puasa yang akan datang. Amin ya Robbal ‘Alamin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar