Minggu, 05 Juni 2011

Meredam Pergerakan NII dengan Kembali ke Masjid

Oleh : Musthofa Umar

NII (Negara Islam Indonesia) satu organisasi yang sebenarnya sudah lama tidak terdengar setelah  Kartosoewirjo ditangkap TNI dan dieksekusi pada 1962, gerakan ini meang menjadi terpecah, namun tetap eksis secara diam-diam sampai saat ini, meskipun dianggap sebagai organisasi ilegal oleh pemerintah Indonesia. Dan kini NII kembali meresahkan kita terutama para orang tua yang mempunyai putra-putri yang sedang mengenyam pendidikan di kampus (mahasiswa).
Organisasi NII juga dikenal dengan nama Darul Islam atau DI yang artinya adalah "Rumah Islam" adalah gerakan politik yang diproklamasikan pada 7 Agustus 1949 oleh Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo di Desa Cisampah, Kecamatan Ciawiligar, Kawedanan Cisayong, Tasikmalaya, Jawa Barat. Dan kini, Jawa Barat kembali menjadi basis tersebarnya NII, bahkan orang-orang NII bisa berhaji ke Indramayu Jawa Barat dengan menyetor uang 42 miliar. (bimeks, 02/05/11).
Gerakan mereka bertujuan saat itu, ingin menjadikan Republik Indonesia yang saat itu baru saja diproklamasikan kemerdekaannya dan ada di masa perang dengan tentara Kerajaan Belanda sebagai negara teokrasi dengan agama Islam sebagai dasar negara. Sebenarnya bukan hanya NII yang berdiri memanfaatkan situasi belum kondusif setelah Republik ini memproklamirkan kemerdekaannya saat itu, termasuk salah satunya PKI.
Dalam proklamasinya, NII menganggap bahwa "Hukum yang berlaku dalam Negara Islam Indonesia adalah Hukum Islam", lebih jelas lagi dalam undang-undangnya dinyatakan bahwa "Negara berdasarkan Islam" dan "Hukum yang tertinggi adalah Al Quran dan Hadits". Proklamasi Negara Islam Indonesia dengan tegas menyatakan kewajiban negara untuk membuat undang-undang yang berlandaskan syari'at Islam, dan penolakan yang keras terhadap ideologi selain Alqur'an dan Hadits Shahih, yang mereka sebut dengan "hukum kafir", sesuai dalam Qur'aan Surah 5. Al-Maidah, ayat 50.
Walaupun sudah ditumpas, pada tahun 1962, NII kembali bangkit. Buku Reformasi Prematur, karya Al-Chaidar menulis, pada 7-10 Februari 1948 Masyumi Priangan melangsungkan musyawarah Ummat Islam di Pangwedusan (Priangan) dengan menghasilkan beberapa ketetapan, di antaranya, Membentuk Majelis Islam (MI) sebagai lembaga perjuangan. Dan Mengangkat Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo (SMK) sebagai Imam Islam yang memimpin Majelis Islam tersebut. Dan sebagai alat perjuangan MI maka, dibentuklah Tentara Islam Indonesia (TII) dan Pahlawan Darul Islam (PADI) yang terdiri dari pada bekas kelengkapan Masyumi, Hizbullah, dan Sabilillah.
Lalu kenapa akhir-akhir NII banyak merekrut anggota dari kalangan Kampus? Kalau kita melihat usia mahasiswa, rata-rata 18-23 tahun, dalam Psikologi Remaja karya Drs. Mapiere masa ini dikatakan masa remaja awal hingga masa remaja akhir, dimana mereka mencari jati diri, kritis dan berpandangan terbalik, sehingga mudah dipengaruhi. Sesuatu yang benar menurut kita para orang tua, menurut mereka salah.
Dari sini mereka menganggap mahasiswa adalah orang yang paling cepat dan tepat untuk melanjutkan keberlangsungan  organisasi mereka. Terutama mahasiswa yang hanya men-dewa­kan kampus dan melupakan Masjid. padahal kalau kita melihat sejarah kampus pertama di dunia dan ternama hingga saat ini yakni Al-Azhar Mesir. Kampus ini berawal dari sebuah bangunan Masjid yang dibangun sekitar tahun 970-972 M pada zaman Bani Fatimiyah yang menganut mazhab Syi'ah Ismailiyah, dan sebutan Al-Azhar mengambil dari nama Sayyidah Fatimah az-Zahra, putri Nabi Muhammad.
Masjid pada sejarah pergerakan Islam adalah sebuah simbol penguasaan wilayah. Para sahabat setiap masuk kota yang hendak di kuasai, selalu di awali dengan membangun Masjid. Dan Masjid Al-Azhar di bangun saat itu sebagai tempat / pusat pergerakan untuk mengusir bangsa Romawi yang menguasai mesir. Di Masjid, para sahabat bermusyawarah, berdiskusi tentang strategi perang sampai berdiskusi tentang keilmuan.
Dari sini lah lama-kelamaan bermula pada Ramadan Oktober 975, ketika ketua Mahkamah Agung Abul Hasan Ali bin Al-Nu'man mulai mengajar dari buku "Al-Ikhtisar" mengenai topik yurisprudensi Syi'ah. Madrasah, tempat pendidikan agama, yang terhubung dengan masjid ini dibangun pada tahun 988. Belakangan, tempat ini menjadi sekolah bagi kaum Sunni menjelang abad pertengahan, dan terus terpelihara hingga saat ini menjadi megah dan terkenal dengan sebutan Universitas Al-Azhar.
Masjid khususnya Indonesia, adalah kebanyakan membanggakan diri dengan kemegahan bangunan saja, namun banyak ditinggalkan jama’ahnya. Kita bisa lihat setiap sholat lima waktu, berapa shaf saja yang terisi, dan itupun mereka yang sudah berumur bukan yang muda-muda. Ironis memang, Masjid dengan Remaja Masjid dan anak-anak mudanya sudah meninggalkan Masjid, menganggap masjid sekedar tempat sholat saja, dan parahnya untuk Jum’atan plus sholat Idul Fitri dan Adha saja. Berbagai faham tumbuh di Masjid karena ditinggal Jama’ahnya. Pantas pendangdut senior Rhoma Irama, pertengahan 2010 kemarin memproklamirkan berdirinya Fahmi Tamami (Forum Silaturrahmi Antar Takmir Masjid dan Musholla Indonesia) tiada lain untuk membentengi Masjid dari paham-paham yang merusak keutuhan beragama dan berbangsa yang sudah tersusun mapan.
NII kembali bangkit, dan kalau boleh kita katakan akan merusak tatanan Islam adalah sebuah cambuk bagi kita yang mungkin sudah melupakan Masjid. Lewat tulisan ini, kami mengajak generasi Agama dan bangsa ini untuk kembali melihat sejarah Kampus, dan bagaimana Islam kuat saat itu bermula dari Masjid. Kampus identik dengan kritis, mahasiswa berpikir kritis namnu harusnya kita imbangi dengan hati yang teduh dan sejuk melalui memeriahkan kembali aktivitas Masjid. Orang bilang berpikir boleh ke Jerman namun hati tetap ke Ka’bah (masjid). Wallahu’alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar