Rabu, 28 November 2012

Antisipasi Islam atas Komunisme (refleksi G30S PKI)


Oleh : Musthafa Umar, S. Ag., M. Pdi.
 
 
30 September sebentar lagi, satu peristiwa yang pernah tertoreh di negeri ini, kelam dan sekaligus biadab pernah terjadi. Entah benar atau tidak film sejarah tersebut, setiap tanggal 30 septeber biasanya TVRI menayangkan itu, film ini menjadi tontonan wajib pada era pemerintahan Soeharto. Namun, setelah Soeharto lengser perdebatan sejarahpun terjadi soal kebenaran film  G30 SPKI itu. Dan, terlepas dari perdebatan sejarah, memang pernah berdiri sejak Tahun 1920 sebuah Partai yang menamakan Partai Komunis Indonesia.   Tahun 1965 pada milad  (ultah) ke-45nya Partai ini, mengadakan perebutan kekuasaan dab menggulingkan Dewan Jenderal, A. Yani dan kawan-kawan, selanjutnya kita kenal sampai saat ini dengan istilah Pahlawan Revolusi.
 
Monument Lubang Buaya, seolah menjadi saksi bisu pernah ada ‘kebiadaban’ dalam pergulatan sebuah Partai dalam mengejar kekuasaan. Dan kata-kata Komunis kalau saya mengutip tulisannya Auliyasari Utami bahwa jelas anti Tuhan atau tidak mengenal adanya Tuhan. Sedangkan Islam dan Indonesia khususnya mengenal Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga dari istilah nama saja, Partai ini sebenarnya terlarang di Indonesia. Karena bertentangan dengan UUD 1945 dan Pancasila kita.
 
Lalu bagaimana sebenarnya agama kita memandang Komunisme? Kalau kita akan membahas agama (Islam) dan Komunisme, sebenarnya kita akan membahas dua tokoh Ibnu Khaldun dan Karl Marx yang memang bersebrangan. Ini persis dikatakan Auliya,  bahwa letak perbedaan Islam dan Komunis adalah terletak pada konsepsi Ketuhanan dan mekanisme operasinya. Proses sejarah mengemukakan bahwa seolah-olah pengaruh Ibnu Khaldun terhadap Karl Marx dengan teori Marxismenya. Sekilas kita pernah mendengar adanya faham Machiavelli yakni faham menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan.
 
Komunisme itu sangat bertentangan oleh fitrah manusia, dan secara hakiki manusia tidak akan menerima ideologi yang totaliter dan sentralis (bathil) itu. Bahaya laten Komunis di zaman kekinian (kontemporer) dirasakan lebih berbahaya, kerena jika dahulu bahayanya dalam bentuk Partai, jika saat ini adalah dengan cara “pola pikir”. Untuk dapat melihat bahaya laten Komunisme, ada beberapa aspek yang diperlukan, diantaranya; pertama, aspek politik formal. Memang sejak kejadian 1965 itu, Partai Komunis Indonesia telah bubar, akan tetapi tidak menutup kemungkinan Partai yang ada muncul dengan mengusung cara-cara dan program PKI pada waktu itu. Karena boleh dikata, Partai Komunis saat itu sangat cepat diterima dan mengalahkan partai-partai yang ada.
 
 
 
Kedua, aspek sosial. Pada aspek sosial ini kita akui PKI punya strategi sosial yang sangat jitu. Terlepas dari landasan filsafatnya yang bersifat atheistis strategi sosialnya juga meliputi keadaan sosial, anti eksploitasi dan sebagainya. Hal ini bagaimanapun juga tetap attractive bagi orang-orang kecil dan bagi orang yang merasa tidak mendapatkan keadilan sosial. Oleh sebab itu, Komunis dalam pengertian partai politik formal tidak merupakan bahaya laten lagi, tetapi kecendrungan berpikir dan berperilaku komunis selama masyarakat belum mampu menterjemahkan keadilan sosia; pada suatu konsep yang matang. Kelemahan inilah yang menyebabkan mudahnya strategi sosial Komunis berubah menjadi ideologi Komunis yang mengendap dalam pola pikir perilaku masyarakat Indonesia.
 
Mengenai pandangan Islam juga jelas pada hakekat keyakinan (iman) bahwa Islam mengenal Tuhan dan Hari Akhirat. Sedangkan Komunis hanya mengenal urusan dunia saja, masalah Akhirat menurut Komunis tidak dipermasalahkan mau berbuat apa, yang jelas keadilan di dunia tegak bagi masyarakat semuanya. Dan masalah Akhirat adalah pribadi manusia dan Sang Penciptanya sendiri. ini sesuai dengan Surat Al-Kahfi ayat 29 mengatakan, “Dan katakanlah; kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin ingkar (kafir) biarlah ia kafir. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang lalim itu Neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek”.
 
Dalam surat Yunus ayat 99 dan 100 juga Allah mempertegas FirmanNya, “jika Tuhan menghendaki, niscaya beriman seluruh orang di muka bumi ini. Adakah engkau memaksa manusia supaya mereka beriman? Tiadalah seorang beriman, melainkan dengan izin Allah. Dan Allah menimpakan kemurkaan pada orang yang tidak mempergunakan akalnya”. Dalam ayat lain Allah juga menjelaskan di dalam surat Al-Baqarah ayat 256, “tidak ada paksaan dalam agama”. Berangkat dari dalil-dalil naqli ini, maka haramlah hukumnya bagi paham Komunisme.
Coba kita lihat bagaimana cara Aidit (pimpinan tertinggi) PKI waktu itu memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah Angkatan Bersenjata. Buku Sejarah menulis,  di mana ia berbicara tentang perasaan, kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara Tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para Komunis. Rezim Soekarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintah NASAKOM.
 
Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rezim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian “angkatan kelima” di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang dipersenjatai. Bukannya perjuangan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malahan berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka, depan jenderal-jenderal militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Aidit menyatakan, dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa, “NASAKOMisasi” angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerjasama untuk menciptakan “angkatan kelima”. Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh Indonesia. di bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatur militer dan negara sedang diubah untuk memecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.
 
Dibalik segala perbedaan, ada beberapa infiltrasi melalui istilah yang digunakan Komunisme, hingga dirasakan adanya kesamaan antara Islam dan Komunisme. Memang istilah tentu tidak sama. Misalnya Komunisme menyebut diperanginya “kapitalisme”, Islam memakai istilah “mengutuk orang-orang yang menumpuk harta”. Komunis juga memakai istilah, “sosialisme” yang hendak ditegakkan, Islam mengatakan, “menjadi kaum tertindas menjadi pemimpin di bumi mewarisi bumi” Komunisme menyatakan tujuannya yang terakhir adalah terbentuknya “masyarakat Komunis”, “masyarakat tanpa kelas”, sedangkan Islam memakai, “masyarakat Tauhid”. Komunisme juga memakai istilah, “perjuangan kelas”, sedangkan Islam lebih menggunakan istilah, “usaha kaum”.
 
Dengan mengemukakan beberapa sedikit kemiripan istilah, maka beberapa ulama’  membolehkan Komunisme dalam bernegara, hanya jika Komunisme sekilas lebih ekstrim dan keras karena itu merupakan pengaruh dari Barat. Mohammad Sobary melalui tulisannya, “merombak Primordialisme dalam Agama” mengatikan surat Ar-Ra’du ayat 11 itu sebagai berikut; “di dalam Islam aturan sudah jelas bahwa untuk urusan dunia, Tuhan sudah melimpahkan sepenuhnya pada kita. Kita diberi Tuhan hak mengatur sepenuhnya kehidupan kita. Kita memiliki otonomi penuh. Dan ini tidak boleh dikembalikan kepada Tuhan lagi”.
 
Adapun terjemah bebas surat Ar-Ra’du ayat 11 itu adalah, “bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”.
 
Kesimpulan tulisan ini adalah, Komunisme adalah hal yang tidak lazim atau haram berdasarkan ayat yang telah saya tulis serta melirik berbagai tindakan infiltrasi dan bahaya laten yang mengintai dan pernah ditimbulkan Komunisme di Indonesia. mengenai Islam adalah paham Komunis dan Ketuhanan dirasakan kurang tepat. Karena islam bersumber dari Allah yang di bawa oleh Muhammad Rasulullah (al-qur’an dan al-hadits), sedangkan Komunisme hanyalah bersumber dari akal semata dan dunia. Konsep dasar untuk menghadapi paham dan gerakan Komunis muncul lagi, dalam segala bentuk manifestasinya adalah dengan mengcounter Komunis sebagai paham, sedangkan ideologi dengan Islam hanya sebagai diniyah yang totalitas dan universal. Secara politis tidak memberikan hak hidupnya di Negara kita, secara fisik perlu ditingkatkan terus pengawasan dan pembinaan kepada orang-orang yang berindikasi Komunis, termasuk anak-anak bangsa ini. Sebagai umat Islam, hendaknya kita harus bangkit dengan menggali data-data ilmiah berdasarkan inspirasi kepada al-qur’an.
 
Dalam menghadapi pengaruh Komunis dalam hal bernegara, maka diperlukan penyajian aspirasi al-qur’an dengan segala seginya, sesuai dengan pernyataan Allah dalam surat An-Nahl ayat 89, “Dan ingatlah ketika hari Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas diri mereka sendiri dan Kami datangkan Kamu (Muhammad) untuk menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan Kami turunkan padamu al-Kitab (al-qur’an) untuk menjelaskan sesuatu dan petunjuk bagi orang-orang yang berserah diri”. Selain itu hendaknya sebagai umat yang mengaku muslim kita mengamalkan ajarannya secara kaffah (menyeluruh) agar tidak dinilai bahwa Islam agama yang sempit dan eksklusif. Amin.
 
Penulis adalah Penyuluh Agama Islam di Kementerian Agama Kota Bima dan Anggota PHBI Kota Bima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar