Rabu, 28 November 2012

Iklan Rokok masuk Sekolah



Oleh : Musthofa Umar, S. Ag., M. Pdi.

Beberapa hari yang lalu, pemandangan ‘tak sedap’ mengusik pengelihatanku. Ada spanduk terpasang di dalam area sebuah sekolah Menengah Tingkat Atas di Kota ini.  Entah event apa yang pernah di gelar di sana. Ataukah memang aturan periklanan sudah tidak digubris lagi. Akan tetapi yang jelas, mereka berumur di bawah 18 tahun. Kenapa harus 18 tahun?! Ini didasarkan pana UU Penyiaran Iklan sebuah rokok, yang harus tayang pada jam setengah 10 malam sampai jam 5 pagi. Dan pada jam itu, film atau acara TV sudah bukan untuk remaja, akan tetapi sudah dewasa.
Tulisan ini, bukan berarti mengajak saya atau anda semua untuk ‘anti rokok’ tidak. Atau alih-alih mengharamkan rokok bukan itu. Akan tetapi melihat secara global masalah yang melanda anak-anak remaja kita. Dan memang 1,5 tahun yang lalu saya masih bergelut dengan dunia broadcasting yang di dalamnya, bergelut dalam bidang periklanan. Di radio maupun TV, aturan iklan rokok, minuman beralkohol dan alat-alat kontrasepsi harus diatas jam setengah 10 malam sampai 5 pagi, ini berdasarkan PP. No.19/2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan pasal 16 ayat 3, “iklan pada media elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya dapat dilakukan pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat.
Iklan rokok adalah kegiatan untuk memperkenalkan, memasyarakatkan dan/atau mempromosikan rokok dengan atau tanpa imbalan kepada masyarakat dengan tujuan memperngaruhi konsumen agar menggunakan rokok yang ditawarkan. Secara umum kegiatan iklan itu bertujuan agar bagaimana barang yang dipromosikan bisa laku di pasaran. Dalam PP. No.19/2003 itu jelas diatur juga are-area yang harus bebas dari iklan rokok, termasuk salah satunya adalah sekolah. Sekolah harus mampu melindungi penduduk usia produktif dan remaja dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan untuk inisiasi penggunaan dan ketergantungan terhadap rokok.
Sruvei patologi sosial remaja, berawal dari rokok. Selanjutnya alkohol, pergaulan bebas dan narkoba. dari itu harusnya lembaga-lembaga seperti sekolah menolak untuk ditempati iklan rokok ataupun kegiatan yang di dalamnya sponsor tunggal rokok. Sangat bertolak belakang memang, ibarat jalan-jalan sehat, iklannya rokok. Ini sama dengan perdebatan orang tentang bola adalah bagian dari cara berolahraga agar sehat namun selalu disponsori rokok, walaupun perokok tidak boleh ikut bermain bola karena larinya tidak akan menjadi kuat, nafas cepat terengah-engah dan cepat lelah alias perokok tidak baik untuk pemain bola.
Namun itulah kenyataan yang ada, yang terjadi disekitar kita. Dari itu, pendidikanlah harapan kita untuk menciptakan suasana ke depan yang lebih baik untuk generasi-generasi kita. Pihak sekolah harus tegas terhadap produsen-prodesen rokok agar tidak memasang iklannya di radius 100 meter dari sekolah. Seperti yang dilakukan pemerintah Provinsi Bali. Peraturan Daerah mengenai hal itu, haruslah dikeluarkan agar ada rujukan dasar sekolah untuk menahan pengiklan-pengiklan rokok memasang materi iklannya di sana. Bukan malah masuk area sekolah, menjadi sponsor tunggal sebuah kegiatan sekolah seperti yang tampak di SMA salah satu pavorit Kota Bima waktu lalu. Pihak sekolah harusnya paham UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, UU No.32/2002 tentang Penyiaran, UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan termasuk PP No.19/2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
Nah mudah-mudahan dalam kasus ini, kita semua bisa mengambil hikmahnya. Agar anak-anak usia produktif dan remaja kita terhindar dari kecanduan merokok. Termasuk memang peran penjual rokok untuk tidak memberikan anak berseragam sekolah atau anak di bawah 18 tahun membeli rokok. Terkadang lingkungan keluarga secara tidak langsung mengajarkan rokok pada anak-anak mereka, dengan cara merokok di depan mereka, dan menyuruh mereka untuk membelikan rokok. Berangkat dari tahu, penasaran lalu mencoba. toh yang susah orang tua sendiri, karena mereka belum bisa mencari penghasilan sudah banyak mengeluarkan dana untuk ‘candu’ rokok mereka. Wassalam.
 
Penulis adalah Penyuluh Agama Islam di Kementerian Agama Kota Bima dan Sekretairs Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam Kota Bima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar