Minggu, 14 Agustus 2011

Ramadhan Puasa Membentuk Pribadi Saleh Sosial


Oleh ; Mustapa Umar, S. Ag., M.Pd.I.

Kenapa Ibadah puasa dikatakan ibadah yang paling rahasia diantara ibadah-ibadah yang lain?  Tulisan ini mencoba mengulasnya. Puasa memang ibadah yanag paling rahasia dianara ibadah-ibadah yang lain. Dan Allah SWT sendiri, menjamin hal itu dengan firman-Nya, “Puasa adalah untukku dan hanya Aku yang akan membalasnya”. Memang kalau dilihat dengan “kaca mata” manusia, diantara lima rukun Islam yang lain, puasalah ibadah yang tidak satupun kita bias menilai seseorang tersebut sedang berpuasa apa tidak. Hanya kemantapan iman sajalah yang bisa mengantarkan kita untuk benar-benar puasa apa tidak.
Maka Maha benar Allah, yang di dalam dalil tentang puasa, surat Al-Baqarah ayat 183 menjelaskan, bahwa hanya orang-orang yang beriman saja yang bisa menjalankan puasa dengan benar dan sesui ketentuan-ketentuan yang berlaku di dalam puasa itu sendiri. Iman terutama kepada yang gaib, sesuai firman Allah SWT surat Al-Baqarah ayat 3 adalah ujian terbesar bagi kita untuk bisa melaksanakan ibadah puasa ini, tanpa tendensi apa-apa semata-mata karena Allah SWT. Dan tujuan kita dipuasakan oleh Allah sesuai dengan ayat 183 surat Al-Baqarah itu adalah, “moga-moga” menjadi orang yang bertaqwa. Artinya tidak semua orang yang berpuasa akan lulus/keluar setelah berpuasa akan tambah taqwa, tapi hanya sebagian orang saja yang akan merasakan nikmatnya ketaqwaan.
Karena landasan iman itulah, kita menjalankan puasa tidak dengan rasa paksaan atau beban berat yang ditimpakan kepada kita. Melainkan menjalankan ibadah, kewajiban sebagai seorang hamba kepada Allah SWT. Kita meyakini adanya Allah dan meyakini pula apa-apa yang dilarang dan diperintahkan oleh-Nya. Maka tidak ada alas an bagi kita untuk tidak melaksanakan puasa, walaupun andai kita tidak puasa, dan pura-pura meludah, tidak makan di depan orang, dan selalu orang akan menganggap kita puasa. Namun jauh dari hal itu, Allah SWT selalu memantau kita, karena Dia adalah Maha melihat, Maha mengetahui dan Maha mendengar apa-apa yang kita lakukan di dunia ini.
Dan ibadah puasa juga adalah ibadah yang berhubungan selain dengan Allah juga dengan manusia, artinya vertical dan horizontal menyatu menjadi satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Hubungan dengan Allah SWT (hablum min al-Allah) melalui keyakinan tadi untuk meraih ketaqwaan dan hubungan dengan manusia (hablum min an-nas). Bisa berintraksi dengan Allah dan harus bisa berintraksi dengan manusia dalam kesehariannya. Maka kalau satu yang lepas jelas ibadah puasa kita jauh dari tujuannya. Dalam puasa ada hal-hal yang membatalkan puasa dan juga membataalkan pahala puasa. Yang membatalkan puasa lebih kepada hubungan kita dengan Allah SWT dan yang membatalkan pahala puasa lebih kepada hubungan kita dengan Manusia atau sesame hamba.
Maka wajar bila saya katakana, bahwa puasa lebih kepada membina jiwa-jiwa menjadi lebih sosial. Pengendalian hawa nafsu yang condoh bersifat keduniaan adalah tujuan kita dipuasakan oleh Allah SWT.  Nafsu terkadang sulit dikendalikan, dan sering mempengaruhi akal fikiran manusia. Dari nafsu yang di punyai manusia, nafsu marah yang paling sulit kita kendalikan. Oleh karena itu di dalam puasa ini, hendaknya nafsu-nafsu keduniaan kita lebih bisa terkontrol untuk menjadikan kita lebih baik nantina. Bukankah rasulullah Muhammad SAW menganggap puasa adalah menghadapi perang yang besar? Yaitu perang dengan hawa nafsu sendiri.
 Lalu bagaimana bisa puasa akan membentuk pribadi kita menjadi lebih sosial? Puasa, bisa membentuk pribadi yang melaksanakannya menjadi lebih sosial dari sebelumnya. Karena kita puasa, adalah merasakan bagaimana saudara-saudara kita yang terkadang makannya hanya istilah “senin dan kamis” jauh lebih beruntung dibandingkan kita saat ini yang mampu. Kita oleh Allah SWT hanya di larang makan pada saat terbit fajar hingga terbenam matahari saja, dan malamnya kita bisa berbuka dan makan sahur dengan lahapnya. Namun mereka yang hidup serba kekurangan terkadang malampun tidak bisa menikmati hidangan / makanan apa-apa.
Ibadah puasa juga bisa dikatakan adalah sarana dalam merenungi nasib sesama kita yang tidak mampu. Hal yang kita rasakan saat ini, menghindari makan, minum, berhubungan dengan istri/suami, dan tidk melakukan sifat-sifat tercela lain yang akan membatalkan pahala puasa kita, adalah ikut merasakan seperti yang mereka rasakan. Puasa juga bisa kita katakana sebagai sarana pengentasan kemiskinan yang sangat memprihatinkan bangsa kita saat ini. Kalau kita lihat, beberapa sanksi atau hukuman dalam puasa, rata-rata lebih kepada mensejahterakan orang-orang yang tidak mampu.
Salah satu contoh, jika kita merusak puasa dengan berhubungan intim suami dan istri pada siang hari atau saat berpuasa, maka Allah SWT memberikan alternative sanksi, pertama memerdekakan hamba sahaya, kedua member makan 60 fakir miskin dan yang ketiga berpuasa berturut-turut selama dua bulan. Namun di sini Allah lebih mengutamakan yang nomer satu dan dua. Namun nomer satu, sudah tidak ada hamba sahaya dan tinggal memberi  makan 60 fakir miskin.
Sanksi memberikan makan 60 fakir miskin artinya kita sebenarnya oleh Allah SWT berpeluang untuk mengentaskan kemiskinan. Mereka yang hidup dalam garis kemiskinan akan terentas apabila orang-orang yang puasa ini, selalu bersedekah tidak hanya saat puasa saja, namun di luar bulan puasa nantinya diharapkan pemberian sedekah, zakat, infaq harus terus dikembangkan dan ditingkatkan. Karena puasa ibarat kita latihan, maka setelah puasa tentunya kita lebih bisa, lebih mahir, lebih baik dari sebelumnya. Kalau di bulan puasa kita melakukan sedekah kepada 5 atau 10 orang miskin, maka di luar bulan puasa harusnya 15 sampai 20 orang miskin, itu baru namanya peningkatan.
Dalam ayat lain, surat Al-Baqarah ayat 114 misalnya, Allah berfirman, "Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui". Dua masalah ini menunjukkan bahwa betapa puasa menjadikan pelaksananya sosial jika mengetahui atau menjalankan puasa itu dengan benar dan sesuai tuntutan yang ada.
Untuk mereka yang mampu dalam hal nafkah / harta namun mereka tidak mampu menjalankan puasa karena sesuatu halangan, misalnya karena umur dan penyakit, maka hendaknya mereka mengganti dengan fidyah. Fidyah adalah memberi  makan orang miskin, di sini juga betapa kita menjadi lebih sosial jika mampu memberi makan orang miskin selama 30 hari kita tidak bisa menjalankan ibadah puasa, maka 30 orang miskin yang bisa kita berikan makanan. Dan hal seperti ini jarang bahkan tidak pernah kita lakukan di luar bulan puasa.
Belum lagi saat berbuka, betapa banyak ragam dan macam makanan yang tersedia dihadapan kita, namun tentu tidak semua yang kita siapkan untuk berbuka kita makan semuanya. Artinya kita makan sesuatu yang kita butuhkan saja. Jika perut kita sudah kenyang maka hanya itu saja yang kita butuhkan.  Di luar bulan puasa, rasanya kita tidak pernah merasa kenyang, banyak makanan yang kita makan selalu merasa kurang dan kurang. Andai amalan ini kita teruskan di luar bulan puasa, maka tidak ada orang yang rakus hanya mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya samapai yang lain tidak kebagian.
Inilah diantara beberapa hikmah kenpa Allah SWT memerintahkan kita untuk berpuasa, agar kita lebih beriman kepada Allah. Karena iman inilah yang akan mengantarkan kita untuk menjadi Taqwa. Dan orang taqwa adalah yang memahami nasib dan keadaan saudara-saudaranya. Di dalam harta yang mereka punya ada hak orang lain, maka kalau itu kita pahami insyaAllah tidak ada yang korupsi, tidak ada yang serakah dan rakus dengan apa yang mereka punya saat ini. Selalu ada waktu dan bagian dari harta-harta mereka untuk berbagi kepada sesame yang lebih membutuhkan dari kita.

Penulis, Penyuluh Agama Islam di KUA Kec. Mpunda Kemenag Kota Bima

Tidak ada komentar:

Posting Komentar