Minggu, 21 Agustus 2011

Refleksi Nuzulul al-Qur’an “Ayo Mengaji dan Mengkaji al-Qur’an”


Oleh : Mustapa Umar

Beberapa waktu yang lalu, gerakan Magrib Mengaji sudah digelorakan. Bahkan gerakan yang dimulai dari Gubenur NTB ini, tidak hanya dilanjutkan oleh Wali Kota dan Bupati se-NTB, namun juga Menteri Agama, Drs. H. Suryadarma Ali dibeberapa kesempatan seperti MTQ Tingkat Nasional beberapa waktu yang lalu menghimbau agar masyarakat/rakyat Indonesia menggerakkan kembali semangat-semangat dulu tentang belajar al-Qur’an setiap ba’da (setelah) shalat magrib.
Kunjungan silaturrahmi Kementerian Agama Kantor Wilayah NTB kamis (11/8) beberapa waktu lalu di Pondok Pesantren Hamdzan Wadhi NW Penato’I Kota Bima, dalam kuliah subuh beliau, Drs. L. Suhaimy Ismy juga memuji kafilah-kafilah Kota Bima dan Kabupaten Bima yang dalam setiap mushabaqah selalu menjadi pemenang dan belum ada kabupaten di NTB yang bisa menandingi kafilah dari Bima, baik kota maupun kabupaten. Ini merupakan prestasi yang harus dipertahankan dan terus ditingkatkan oleh pemerintah masing-masing, terlebih masyarakat dan para guru ngaji yang ada.
Prestasi ini, harus menjadi spirit kita untuk ikut membantu program pemerintah agar Magrib Mengaji (MM) terus berjalan dan berkembang, sehingga beberapa orang yang pesimis hanya menganggap teori belaka. Apa yang diraih kota maupun kabupaten, termasuk dengan adanya Mushabaqah Tilawatil al-Qur’an (MTQ) setiap tahunnya, mulai dari Kelurahan, Desa sampai Kecamatan dan Kota-Kabupaten adalah bentuk Bima lebih bernuansa religius, bernuansa al-Qur’an. Oleh karena itu, jangan sampai ulah segelintir orang, oknum masyarakat yang bertingkah “tidak Qur’ani” meredupkan cahaya itu.
Sinar al-Qur’an di NTB ini, biarkan bersinar dari timur (Bima), kita tunjukkan sama mereka tidak hanya keberhasilan di kafilah MTQ-MTQ saja, namun kehidupan sehari-hari masyarakat Bima adalah kehidupan yang berlandaskan kepada al-Qur’an. Karena al-Qur’an adalah pondasi dasar yang harus difahami oleh ummat islam dalam menjalankan ritual-ritual ibadah yang diperintahkan Allah SWT yang dilanjutkan oleh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat, tabi’in, ta’uttabi’in, para imam mazhab, ulama’, sampai kepada kita saat ini.
Hal ini, saya katakana karena pengamatan yang saya lakukan di Lombok sendiri, daerah saya tidak ada MTQ tingkat Desa atau Kelurahan, bahkan tingkat Kecamatan. Sungguh luar biasa, semenjak April 2011 saya menginjakkan kaki di Dana Mbojo ini, begitu suasana religiius tampak sekali. Harapan saya, selaku Penyuluh Agama Islam yang berkecimpung dalam urusan masyarakat dan termasuk kepanjangan tangan pemerintah juga Kementerian Agama untuk memasyarakatkan Gerakan Magrib Mengaji di masyarakat kota Bima.
Dan bulan ini, adalah bulan ulang tahunnya al-Qur’an (Nudzulul al-Qur’an) yang kita peringati setiap tanggal 17 Ramadhan dan dari itu pula,  bulan Ramadhan disebut juga adalah bulan al-Qur’an. Yang mana al-Qur’an berfungsi dan bertujuan sebagai petunjuk atas apa yang lurus dan tidak lurus dalam kehidupan kita ini turun. Sebagai penerang dan penjelas, mana yang hitam dan putih, mana yang hak dan yang bathil. Sebagai pembeda mana yang boleh dan tidak boleh untuk dikerjakan kita. Sebagai tuntunan dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat. Menjadi suri tauladhan dan peringatan dengan banyaknya sejarah-sejarah para Nabi, Rasul, Sahabat, Kerajaan-kerajaan dan juga kisah-kisah orang-orang atau ummat yang terdahulu yang inkar kepada Allah SWT.
Di samping itu juga, al-Quran sebagai obat assyifa’ bagi mereka yang selalu membacanya. Dan untuk bulan Ramadhan ini, al-Qur’an bisa menambah pahala ibadah yang kita lakukan. Yang sebelum puasa, satu huruf al-Qur’an bisa bernilai 10 dan di dalam puasa ini Allah SWT berjanji pahalanya dua kali lipat dengan sebelumnya. Subahanallah.. bukan hanya itu saja, al-Qur’an bisa mengantarkan yang membacanya dirindukan syurga.
Bacalah al-Qur’an dengan benar, sesuai ilmu tajwidnya, (panjang-pendek) sesuai dengan ilmu fashohahnya (keluarnya huruf) dan jika perlu qiro’ah (seni, irama) dan hafidznya (hafalan).  Karena membaca al-Qur’an dengan sempurna adalah shalat yang sempurna. Shalat yang kita kerjakan bertujuan untuk mencegah perbuatan Keji dan Munkar. Pertanyaannya? Kalau orang yang masih melakukan perbuatan Keji dan Munkar, otomatis shalatnya mungkin belum sempurna atau diterima oleh Allah SWT. Karena mana mungkin jika shlatnya benar maka tujuannya salah. Nah bisa jadi ada beberapa cara atau bacaan-bacaan kita yang belum Qur’ani.  Sebab shalat yang benar adalah membaca al-Qur’an yang benar pula.
Firman Allah SWT dalam al-Qur’an dan menjadi surat pertama yang diturunkan-Nya adalah surat al-Alaq yang mengandung peritah “membaca”. Membaca, adalah bisa berbentuk mengaji dan mengkaji. Mengaji, hanya pada tataran teks (huruf, makhraj, lagu, terjemah, hafalan dan tajwidnya serta adab memperlakukan al-Qur’an). Dan yang kedua adalah mengkaji. Yang ini pada tataran konteks (merenungi, memahami, menafsiri, dan menjalankan makna-makna yang terkandung di dalam al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari). 
Dan selama ini, kita banyak memahami al-Qur’an pada tataran mengaji saja. Mulai dari mengenal huruf-hurufnya, cara mengeluarkan dari mulut kita, cara membacanya bahkan bagaimana kita melagukan al-Qur’an dengan indah dan merdu. Proses inipun tidak akan bisa kita lakukan tanpa mendatangi seorang guru ngaji yang akan mengajarkan dan menuntun kita dalam memahami bacaan al-Qur’an.
Lalu bagaimana dengan mengkaji?. Mengkaji al-Qur’an seperti yang saya tulis di atas adalah mentafsiri, memahami, merenugi kandungan demi kandungan ayat yang terkandung untuk dilakukan dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Apabila kita salah memahami, atau hanya sebatas teks saja, atau memahami sepotong-sepotong (tidak sempurna), ini lah yang menyebabkan timbulnya beberapa aliran-aliran yang menyesatkan.
Aliran-aliran yang muncul yang radikal, yang liberal, yang kiri dan sebagainya berangkat dari pemahaman al-Qur’an tidak sempurna dan tidak dari sumbernya. Satu ayat yang mereka fahami, maka itulah dalil selama-lamanya. Mereka tidak melakukan perbandinga-perbandingan dengan ayat-ayat yang lain. Tidak melihat asbabunnuzul (sebab-sebab turunnya) ayat yang dipergunakan, dan konteks kehidupan zamannya. Belum lagi, harus disandingkan dengan al-Hadits Rasulullah SAW. Karena Hadits adalah aplikasi dari ayat-ayat al-Qur’an yang universal tersebut. jangan dibalik?! Hadits nomer satu dan al-Qur’an mengikutinya, artinya ada sebagian kaum hanya menjadikan Hadits dalil-dalil (alasan) dalam melakukan suatu perbuatan, tanpa melihat ayat al-Qur’an. Belum lagi kalau kita berbicara Ijma’ (kesepakatan para ulama’) dan Qiyas (perbandingan).
Oleh karena itu, tidak ada salahnya kalau kita mengikuti apa yang menjadi perintah dan program pemerintah kita dalam menggerakkan masyarakat untuk Maghrib Mengaji. Toh pada perinsipnya kita mengikuti pemerintah kita, berarti menjalankan al-Qur’an dengan benar dalam tataran mengaji dan mengkaji. Karena di dlam al-Qur’an sendiri, perintah ta’at (patuh) kepada pemerintah adalah posisi setelah kepatuhan kita kepada Nabi dan kepatuhan kita kepada Nabi juga setelah kepatuhan kita kepada Allah SWT. Sebuah potongan ayat mengatakan, “athii ‘ullah, wa athi’urrosul wa athi’ulilamriminkum”. Ini yang saya sebut mematuhi pemerintah adalah menjalankan al-Qur’an dengan benar. Dan sebaliknya jika kita tidak mematuhi pemerintah yang menganjurkan kita kearah kebaikan, sama dengan menentang Nabi dan Allah SWT alias tidak menjalankan al-Qur’an dengan benar.
Perintahkan anak-anak kita untuk menuju musholla-musholla atau rumah-rumah ustadnya untuk belajar mengaji. bila manghrib tiba, matikan TV dan antar mereka ke gurunya. Ini bentuk didikan figure yang mereka butuhkan. Bukan hanya disuruh mengaji, namun orang tuanya duduk manis di depan TV atau sebaliknya tidak pernah mengaji al-Qur’an dirumahnya. Jika kita tidak bisa mengaji sebagai orang tua, jangan malu untuk belajar mengaji. kesempatan kita masih panjang untuk belajar, karena selama manusia masih diberikan hidup, selama itu pula dia berkewajiban untuk menuntut ilmu-ilmu Agama yang mereka tidak pahami. Wallahu’alam.

Penulis adalah Penyuluh Agama Islam di KUA Kec. Mpunda Kemenag Kota Bima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar