Minggu, 20 Juli 2014

“Puasa yang Kontinu”

Musthofa Umar

Bismillahirrrahmanirrahim..
Alhamdulillah kita masih diberikan sehat, kesempatan, islam dan iman  sehingga kita bisa menjalankan ibadah puasa kita dengan baik. Puasa seperti hadits Nabi Muhammad SAW, awwalu rahmah, awsatuhu maghfiroh, waakhiruhu itkumminannar (puasa itu awalnya adalah Rahmat, tengahnya adalah Maghfiroh (pengampunan) dan akhir Ramadhan adalah bebas dari api Neraka). Fase dalam Ramadhan ini tentu bersifat kontinu (terus menerus) tersambung antara satu dan lainnya. Artinya, jika rahmat sudah didapatkan, maka tentu maghfiroh Allah akan dia dapatkan pula, begitupun dengan pembebasan dari api neraka.
Banyak orang yang tarawih atau giat melakukan ibadah-ibadah lain di bulan Ramadhan terjadi puncaknya pada awal-awal puasa. Namun begitu sudah sampai pertengahan, bahkan mau akhir Ramadhan, semakin sedikit orang yang melakukan amaliah ibadah puasa (seperti; tadarrus, tarawih dan witir). Ini menunjukkan bahwa masyarakat kita belum memahami betul untuk apa mereka di puasakan oleh Allah SWT. Banyak dari kita puasa tanpa mengetahui ilmu puasa itu sendiri secara benar dan komplit. Ada peluang memang dalam setiap kultum, ceramah agama di bulan Ramadhan, namun kita juga sering mengabaikan. Sehingga ilmu puasa itu jarang kita tahu, dari tahun ke tahun puasa kita hanya jalan ditempat.
Fase dalam Ramadhan mengandung dua makna, pertama; bisa berarti filter (saringan), bahwa siapa yang bisa bertahan sampai akhir Ramadhan, dalam mempertahankan amaliah-amaliah ibadahnya, maka dialah ‘pemenang’ atau orang yang Itkum minannar (bebas dari api neraka). Karena tadi di atas, bahwa rangkaian puasa itu adalah rahmat dulu, baru maghfiroh baru itkum minannar. Sepuluh (10) hari pertama, yakni tanggal 1-10 Ramadhan, adalah fase rahmat. Dan pada fase ini, manusia harus mampu mendapatkan rahmat sebagai tiket menuju sepuluh (10) hari ke dua, yakni maghfiroh (pengampunan) mulai tanggal 11-20 Ramadhan. Dan jika mereka yang puasa sudah mendapatkan tiket maghfiroh (pengampunan) pada tanggal 11-20 Ramadhan, maka dia berhak untuk maju ke fase terakhir dan menjadi janji Allah untuk orang-orang yang bertaqwa adalah itkum minannar (bebas dari siksa api neraka) mulai tanggal 21-30 Ramadhan.
Dari fase yang ada, tentu mempunyai tantangan-tantangan yang berbeda. Dan semakin ke atas, atau naik tingkat, tentu tantangannya semakin sulit dan berat. Ibarat kita main game, tentu jika kita naik lavel maka, tantangan yang akan kita hadapi pun tentu semakin sulit. Di sinilah banyak orang yang Game Over kalau tidak bisa menahan dan menaklukkan tantangan-tantangannya. Puasa pun begitu adanya, semakin bertambah hari, tantangan semakin besar, godaan semakin beragam. Sehingga orang terkadang hanya sampai pada rahmat (kasih) Allah SWT saja, namun tidak bisa samapai garis akhir (finish).  Namun kita jarang menyadari akan hal ini, akan adanya pembedaan-pembedaan tingkat dalam Ramahdan, tentu Allah SWT ingin menguji himmah (semangat) ibadah kita, apakah mampu bertahan hingga lavel terakhir atau kita hanya bisa ‘main’ di lavel satu (rahmat) saja?!.

Kedua; fase ini bisa jadi menunjukkan kekuasaan Allah SWT. Bahwa fase pertama yakni rahmat (kasih) Allah SWT memang untuk semua, sebagaimana firmanNya, wama arsalnaka illa rahmatan lil’alamin (dan aku utus risalah (ajaran-mengajarkan) untuk kasih sekalian alam). Dan rahmat (kasih) adalah untuk semua. Bukan hanya orang muslim, mukmin dan yang puasa saja, akan tetapi semua isi bumi dan alam ini. baik di langit, dalam laut, udara, yang tampak atau tidak tampak, hewan, tumbuh-tumbuhan, orang kafir, munafik, fasik, murtad dan musyrik semuanya mendapat rahmat (kasih) Allah SWT. Sehingga ‘terlihat’ banyak pada awal Ramadhan orang-orang yang menyambutnya. Masjid-masjid penuh, musholla bahkan rumah orang tarawih dan tadarrus, namun lain hal jika sudah kesepuluh hari kedua sampai kesepuluh hari ketiga.
Jadi banyaknya orang yang ‘menyambut’ Ramadhan pada awal sepuluh (10) hari pertama, adalah wujud dari rahmatan lil’alamin (rahmat sekalian alam) yang ingin  ditunjukkan Allah SWT kepada kita. Manusia dalam bentuk apapun akan mendapat rahmat (kasih) Allah SWT. Tidak peduli, apakah hari-hari sebelum Ramadhan sholat apa tidak, baca Qur’an apa tidak yang penting puasa ikut meramaiakan masjid, musholla dan tadarrus di rumah. Setelah itu entah kemana, dirasa sepuluh (10) hari pertama sudah dirasa cukup untuk mendapat pengampunan Allah SWT.
Kesimpulannya, orang yang mengejar rahamat (kasih) Allah SWT tentu akan mendapatkannya pada sepuluh (10) hari pertama, namun jika mereka tidak bisa istiqamah (kontinu) dalam menjalankan amaliah-amaliah ibadah Ramadhan samapai sepuluh (10) hari kedua, tentu mereka hanya mendapatkan rahmat (kasih) Allah SWT saja. Padahal mereka sebenarnya, punya modal untuk mengambil tiket kedua yakni maghfiroh (pengampunan), namun banyak dari kita sekedar mencukupkan rahmat (kasih) saja. Tidak siap untuk lanjut ke jenjang yang kedua dan ketiga. Dan barang siapa yang bisa lanjut ke lavel kedua dan ketiga (maghfiroh dan Itkum minannar) maka merekalah yang betul-betul tersaring imannya, dan berhak mendapat ganjaran puasa itu sendiri yakni TAQWA seperti janji Allah SWT pada akhir surat Al-Baqarah ayat 183 yang menjadi dalil Naqli (sandaran perintah) Allah SWT tentang puasa Ramadhan. Yaa ayyuhalladzi naamanu kutiba ‘alaykumushshiyamu kama kutiba ‘alalladzi naamanu minqoblikum la’allkum tattaquun (Hai orang-orang yang beriman, telah ditetapkan (wajib) bagi kalian untuk puasa, seperti telah di tetapkan (wajib) bagi orang-orang sebelum kamu, agar kamu BERTAQWA.
Insyaallah jika kita menyadari akan pentingnya fase dalam Ramadhan, dan hikmah yang kita akan dapatkan dalam Ramadhan, tentu kita tidak mau melewatkan semenitpun amaliah-amaliah ibadah dalam Ramadhan. Ini adalah untuk ‘menumpuk’ amal, karena berlipat ganda hasil yang kita bisa masukkan dalam ‘lumbung’ catatan amal ibadah kita, sebagai bekal untuk meuju Allah SWT saat nanti kita dipanggilnya (mati) dengan khusnul khotimah (baik diujung), matinya muslim, yang jiwanya muthmainnah (tenang). Amin ya robbal ‘alamin.


Penulis adalah Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama Kota Bima.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar