Oleh : Musthafa Umar, S. Ag., M. Pdi.
30 September sebentar lagi, satu peristiwa yang pernah
tertoreh di negeri ini, kelam dan sekaligus biadab pernah terjadi. Entah benar
atau tidak film sejarah tersebut, setiap tanggal 30 septeber biasanya TVRI
menayangkan itu, film ini menjadi tontonan wajib pada era pemerintahan
Soeharto. Namun, setelah Soeharto lengser perdebatan sejarahpun terjadi soal
kebenaran film G30 SPKI itu. Dan,
terlepas dari perdebatan sejarah, memang pernah berdiri sejak Tahun 1920 sebuah
Partai yang menamakan Partai Komunis Indonesia.
Tahun 1965 pada milad (ultah) ke-45nya Partai ini, mengadakan
perebutan kekuasaan dab menggulingkan Dewan Jenderal, A. Yani dan kawan-kawan,
selanjutnya kita kenal sampai saat ini dengan istilah Pahlawan Revolusi.
Monument Lubang Buaya, seolah menjadi saksi bisu
pernah ada ‘kebiadaban’ dalam pergulatan sebuah Partai dalam mengejar
kekuasaan. Dan kata-kata Komunis kalau saya mengutip tulisannya Auliyasari
Utami bahwa jelas anti Tuhan atau tidak mengenal adanya Tuhan. Sedangkan Islam
dan Indonesia khususnya mengenal Tuhan Yang Maha Esa. Sehingga dari istilah
nama saja, Partai ini sebenarnya terlarang di Indonesia. Karena bertentangan
dengan UUD 1945 dan Pancasila kita.
Lalu bagaimana sebenarnya agama kita memandang
Komunisme? Kalau kita akan membahas agama (Islam) dan Komunisme, sebenarnya
kita akan membahas dua tokoh Ibnu Khaldun dan Karl Marx yang memang
bersebrangan. Ini persis dikatakan Auliya,
bahwa letak perbedaan Islam dan Komunis adalah terletak pada konsepsi
Ketuhanan dan mekanisme operasinya. Proses sejarah mengemukakan bahwa
seolah-olah pengaruh Ibnu Khaldun terhadap Karl Marx dengan teori Marxismenya. Sekilas
kita pernah mendengar adanya faham Machiavelli
yakni faham menghalalkan segala cara demi tercapainya tujuan.
Komunisme itu sangat bertentangan oleh fitrah manusia,
dan secara hakiki manusia tidak akan menerima ideologi yang totaliter dan sentralis
(bathil) itu. Bahaya laten Komunis di zaman kekinian (kontemporer) dirasakan
lebih berbahaya, kerena jika dahulu bahayanya dalam bentuk Partai, jika saat
ini adalah dengan cara “pola pikir”. Untuk dapat melihat bahaya laten
Komunisme, ada beberapa aspek yang diperlukan, diantaranya; pertama,
aspek politik formal. Memang sejak kejadian 1965 itu, Partai Komunis
Indonesia telah bubar, akan tetapi tidak menutup kemungkinan Partai yang ada
muncul dengan mengusung cara-cara dan program PKI pada waktu itu. Karena boleh
dikata, Partai Komunis saat itu sangat cepat diterima dan mengalahkan
partai-partai yang ada.
Kedua, aspek sosial. Pada aspek sosial ini kita akui PKI
punya strategi sosial yang sangat jitu. Terlepas dari landasan filsafatnya yang
bersifat atheistis strategi sosialnya juga meliputi keadaan sosial, anti
eksploitasi dan sebagainya. Hal ini bagaimanapun juga tetap attractive bagi
orang-orang kecil dan bagi orang yang merasa tidak mendapatkan keadilan sosial.
Oleh sebab itu, Komunis dalam pengertian partai politik formal tidak merupakan
bahaya laten lagi, tetapi kecendrungan berpikir dan berperilaku komunis selama
masyarakat belum mampu menterjemahkan keadilan sosia; pada suatu konsep yang
matang. Kelemahan inilah yang menyebabkan mudahnya strategi sosial Komunis
berubah menjadi ideologi Komunis yang mengendap dalam pola pikir perilaku
masyarakat Indonesia.
Mengenai pandangan Islam juga jelas pada hakekat
keyakinan (iman) bahwa Islam mengenal Tuhan dan Hari Akhirat. Sedangkan Komunis
hanya mengenal urusan dunia saja, masalah Akhirat menurut Komunis tidak
dipermasalahkan mau berbuat apa, yang jelas keadilan di dunia tegak bagi
masyarakat semuanya. Dan masalah Akhirat adalah pribadi manusia dan Sang
Penciptanya sendiri. ini sesuai dengan Surat Al-Kahfi ayat 29 mengatakan, “Dan
katakanlah; kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin ingkar (kafir)
biarlah ia kafir. Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang lalim itu
Neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum,
niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang
menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang
paling jelek”.
Dalam surat Yunus ayat 99 dan 100 juga Allah
mempertegas FirmanNya, “jika Tuhan menghendaki, niscaya beriman seluruh orang
di muka bumi ini. Adakah engkau memaksa manusia supaya mereka beriman? Tiadalah
seorang beriman, melainkan dengan izin Allah. Dan Allah menimpakan kemurkaan
pada orang yang tidak mempergunakan akalnya”. Dalam ayat lain Allah juga
menjelaskan di dalam surat Al-Baqarah ayat 256, “tidak ada paksaan dalam agama”.
Berangkat dari dalil-dalil naqli ini, maka haramlah hukumnya bagi paham
Komunisme.
Coba kita lihat bagaimana cara Aidit (pimpinan
tertinggi) PKI waktu itu memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah Angkatan
Bersenjata. Buku Sejarah menulis, di
mana ia berbicara tentang perasaan, kebersamaan dan persatuan yang bertambah
kuat setiap hari antara Tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat
Indonesia, termasuk para Komunis. Rezim Soekarno mengambil langkah terhadap
para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok industri. Kepemimpinan PKI tidak
berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintah NASAKOM.
Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas
persiapan-persiapan untuk pembentukan rezim militer, menyatakan keperluan untuk
pendirian “angkatan kelima” di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari
pekerja dan petani yang dipersenjatai. Bukannya perjuangan mobilisasi massa
yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu,
kepemimpinan PKI malahan berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin
mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka, depan
jenderal-jenderal militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat
negara. Aidit menyatakan, dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa, “NASAKOMisasi”
angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerjasama untuk menciptakan
“angkatan kelima”. Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi
revolusioner kaum buruh Indonesia. di bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih
mendorong ilusi bahwa aparatur militer dan negara sedang diubah untuk
memecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.
Dibalik segala perbedaan, ada beberapa infiltrasi
melalui istilah yang digunakan Komunisme, hingga dirasakan adanya kesamaan
antara Islam dan Komunisme. Memang istilah tentu tidak sama. Misalnya Komunisme
menyebut diperanginya “kapitalisme”, Islam memakai istilah “mengutuk
orang-orang yang menumpuk harta”. Komunis juga memakai istilah, “sosialisme”
yang hendak ditegakkan, Islam mengatakan, “menjadi kaum tertindas menjadi
pemimpin di bumi mewarisi bumi” Komunisme menyatakan tujuannya yang terakhir
adalah terbentuknya “masyarakat Komunis”, “masyarakat tanpa kelas”, sedangkan
Islam memakai, “masyarakat Tauhid”. Komunisme juga memakai istilah, “perjuangan
kelas”, sedangkan Islam lebih menggunakan istilah, “usaha kaum”.
Dengan mengemukakan beberapa sedikit kemiripan
istilah, maka beberapa ulama’
membolehkan Komunisme dalam bernegara, hanya jika Komunisme sekilas
lebih ekstrim dan keras karena itu merupakan pengaruh dari Barat. Mohammad
Sobary melalui tulisannya, “merombak Primordialisme dalam Agama” mengatikan
surat Ar-Ra’du ayat 11 itu sebagai berikut; “di dalam Islam aturan sudah jelas
bahwa untuk urusan dunia, Tuhan sudah melimpahkan sepenuhnya pada kita. Kita diberi
Tuhan hak mengatur sepenuhnya kehidupan kita. Kita memiliki otonomi penuh. Dan ini
tidak boleh dikembalikan kepada Tuhan lagi”.
Adapun terjemah bebas surat Ar-Ra’du ayat 11 itu
adalah, “bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya
bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah. Sesungguhnya
Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali tak ada
pelindung bagi mereka selain Dia”.
Kesimpulan tulisan ini adalah, Komunisme adalah hal
yang tidak lazim atau haram berdasarkan ayat yang telah saya tulis serta
melirik berbagai tindakan infiltrasi dan bahaya laten yang mengintai dan pernah
ditimbulkan Komunisme di Indonesia. mengenai Islam adalah paham Komunis dan
Ketuhanan dirasakan kurang tepat. Karena islam bersumber dari Allah yang di
bawa oleh Muhammad Rasulullah (al-qur’an dan al-hadits), sedangkan Komunisme
hanyalah bersumber dari akal semata dan dunia. Konsep dasar untuk menghadapi
paham dan gerakan Komunis muncul lagi, dalam segala bentuk manifestasinya
adalah dengan mengcounter Komunis sebagai paham, sedangkan ideologi dengan
Islam hanya sebagai diniyah yang totalitas dan universal. Secara politis tidak
memberikan hak hidupnya di Negara kita, secara fisik perlu ditingkatkan terus
pengawasan dan pembinaan kepada orang-orang yang berindikasi Komunis, termasuk
anak-anak bangsa ini. Sebagai umat Islam, hendaknya kita harus bangkit dengan
menggali data-data ilmiah berdasarkan inspirasi kepada al-qur’an.
Dalam menghadapi pengaruh Komunis dalam hal bernegara,
maka diperlukan penyajian aspirasi al-qur’an dengan segala seginya, sesuai
dengan pernyataan Allah dalam surat An-Nahl ayat 89, “Dan ingatlah ketika hari
Kami bangkitkan pada tiap-tiap umat seorang saksi atas diri mereka sendiri dan
Kami datangkan Kamu (Muhammad) untuk menjadi saksi atas seluruh umat manusia. Dan
Kami turunkan padamu al-Kitab (al-qur’an) untuk menjelaskan sesuatu dan
petunjuk bagi orang-orang yang berserah diri”. Selain itu hendaknya sebagai
umat yang mengaku muslim kita mengamalkan ajarannya secara kaffah (menyeluruh)
agar tidak dinilai bahwa Islam agama yang sempit dan eksklusif. Amin.
Penulis adalah Penyuluh Agama Islam di Kementerian
Agama Kota Bima dan Anggota PHBI Kota Bima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar