Oleh : Musthofa Umar,
S. Ag., M. Pdi.
Beberapa hari yang lalu,
pemandangan ‘tak sedap’ mengusik pengelihatanku. Ada spanduk terpasang di dalam
area sebuah sekolah Menengah Tingkat Atas di Kota ini. Entah event
apa yang pernah di gelar di sana. Ataukah memang aturan periklanan sudah tidak
digubris lagi. Akan tetapi yang jelas, mereka berumur di bawah 18 tahun. Kenapa
harus 18 tahun?! Ini didasarkan pana UU Penyiaran Iklan sebuah rokok, yang
harus tayang pada jam setengah 10 malam sampai jam 5 pagi. Dan pada jam itu,
film atau acara TV sudah bukan untuk remaja, akan tetapi sudah dewasa.
Tulisan ini, bukan berarti
mengajak saya atau anda semua untuk ‘anti rokok’ tidak. Atau alih-alih
mengharamkan rokok bukan itu. Akan tetapi melihat secara global masalah yang
melanda anak-anak remaja kita. Dan memang 1,5 tahun yang lalu saya masih
bergelut dengan dunia broadcasting yang di dalamnya, bergelut dalam bidang
periklanan. Di radio maupun TV, aturan iklan rokok, minuman beralkohol dan
alat-alat kontrasepsi harus diatas jam setengah 10 malam sampai 5 pagi, ini
berdasarkan PP. No.19/2003 tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan pasal 16
ayat 3, “iklan pada media elektronik sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) hanya
dapat dilakukan pada pukul 21.30 sampai dengan pukul 05.00 waktu setempat.
Iklan rokok adalah kegiatan untuk
memperkenalkan, memasyarakatkan dan/atau mempromosikan rokok dengan atau tanpa
imbalan kepada masyarakat dengan tujuan memperngaruhi konsumen agar menggunakan
rokok yang ditawarkan. Secara umum kegiatan iklan itu bertujuan agar bagaimana
barang yang dipromosikan bisa laku di pasaran. Dalam PP. No.19/2003 itu jelas
diatur juga are-area yang harus bebas dari iklan rokok, termasuk salah satunya adalah
sekolah. Sekolah harus mampu melindungi penduduk usia produktif dan remaja dari
dorongan lingkungan dan pengaruh iklan untuk inisiasi penggunaan dan
ketergantungan terhadap rokok.
Sruvei patologi sosial remaja,
berawal dari rokok. Selanjutnya alkohol, pergaulan bebas dan narkoba. dari itu
harusnya lembaga-lembaga seperti sekolah menolak untuk ditempati iklan rokok
ataupun kegiatan yang di dalamnya sponsor tunggal rokok. Sangat bertolak
belakang memang, ibarat jalan-jalan sehat, iklannya rokok. Ini sama dengan
perdebatan orang tentang bola adalah bagian dari cara berolahraga agar sehat
namun selalu disponsori rokok, walaupun perokok tidak boleh ikut bermain bola
karena larinya tidak akan menjadi kuat, nafas cepat terengah-engah dan cepat
lelah alias perokok tidak baik untuk pemain bola.
Namun itulah kenyataan yang ada,
yang terjadi disekitar kita. Dari itu, pendidikanlah harapan kita untuk menciptakan
suasana ke depan yang lebih baik untuk generasi-generasi kita. Pihak sekolah
harus tegas terhadap produsen-prodesen rokok agar tidak memasang iklannya di
radius 100 meter dari sekolah. Seperti yang dilakukan pemerintah Provinsi Bali.
Peraturan Daerah mengenai hal itu, haruslah dikeluarkan agar ada rujukan dasar
sekolah untuk menahan pengiklan-pengiklan rokok memasang materi iklannya di
sana. Bukan malah masuk area sekolah, menjadi sponsor tunggal sebuah kegiatan
sekolah seperti yang tampak di SMA salah satu pavorit Kota Bima waktu lalu. Pihak
sekolah harusnya paham UU No. 36/2009 tentang Kesehatan, UU No.32/2002 tentang
Penyiaran, UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak dan termasuk PP No.19/2003
tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan.
Nah mudah-mudahan dalam kasus
ini, kita semua bisa mengambil hikmahnya. Agar anak-anak usia produktif dan
remaja kita terhindar dari kecanduan merokok. Termasuk memang peran penjual
rokok untuk tidak memberikan anak berseragam sekolah atau anak di bawah 18
tahun membeli rokok. Terkadang lingkungan keluarga secara tidak langsung
mengajarkan rokok pada anak-anak mereka, dengan cara merokok di depan mereka,
dan menyuruh mereka untuk membelikan rokok. Berangkat dari tahu, penasaran lalu
mencoba. toh yang susah orang tua
sendiri, karena mereka belum bisa mencari penghasilan sudah banyak mengeluarkan
dana untuk ‘candu’ rokok mereka. Wassalam.
Penulis adalah Penyuluh Agama
Islam di Kementerian Agama Kota Bima dan Sekretairs Forum Komunikasi Penyuluh
Agama Islam Kota Bima.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar