Oleh : Musthofa
Umar
Setelah kemarin saya menulis tentang ’mengenal kyai’
dan sata ini secara umum tentang peran kyai dalam mengatur lembaga dan sistem
yang berlaku di Pondok Pesantren. Membahas peran kyai, tidak lepas dari
kepemimpinan dan manajemen yang diterapkan atau diberlakukan di sebuah lembaga.
Baik itu sekolah, ataupun sebuah pondok pesantren. Memang, bisa dikatakan bahwa
pada umumnya, kyai di Jawa merupakan jaringan tokoh masyarakat Indonesia yang
sejak dulu memiliki peran penting, terutama dalam bidang politik dan agama. Namun
khusus masalah kepemimpinan Kyai, kita akan bahas dalam edisi yang lain.
Pendapat ini juga dimiliki Zamakhsyari Dhofier yang dalam
penelitian mengenai pandangan hidup kyai, Tradisi
Pesantren, dia menyampaikan kesimpulan bahwa “sebagai suatu kelompok, para
kyai memiliki pengaruh yang amat kuat di masyarakat Jawa (dan) merupakan
kekuatan penting dalam kehidupan politik Indonesia.” Mengenai kepemimpinan Saratri Wilonoyudho berpendapat,
pemimpin yang cerdas adalah orang yang mampu menghargai puncak kehidupan, dan
dia akan senantiasa menziarahi kebenaran (will
to truth) dan bukan menziarahi kekuasaan (will to power), agar dia tidak mengalami apa yang disebut split orientation. Yakni, tidak
menyatunya antara ucapan dan tindakan.
Sebaiknya seorang Kyai tidak masuk
ke ranah politik atau pengurus-pengurus organisasi ’berbau’ perbedaan. Beliau,
fokus untuk menangani dan mengayomi santri selama 24 jam non stop. Sehingga dengan begitu, seluruh kegiatan santri
terkontrol penuh oleh beliu dan bisa membimbing lebih banyak waktu, dari pada
sibuk dengan urusan lain di luar pondok pesantren. Dalam kondisi pondok
pesantren yang serba terbatas, peran kyai
sangat penting. Dalam hal pembinaan terutama, untuk mencapai hasil yang
diinginkan, kyai langsung terjun dan
terlibat penuh untuk memantau seluruh kegiatan ekstra (non akademik) di lingkungan pondok pesantren yang dibinanya. Kyai
selaku pengasuh, berusaha agar pondok pesantren yang dipimpinnya unggul dalam
segala bisang. Beliau adalah pemimpin cerdas dan visioner yang mampu membaca
peluang kebutuhan masyarakat ke depan.
Hal ini di katakan Syafaruddin bahwa sekolah hanya akan
maju bila dipimpin oleh pemimpin yang visioner, memiliki keterampilan manjerial,
serta integritas kepribadian dalam melakukan perbaikan mutu. misalkan program
wajib bahasa Arab dan Inggris, dalam satu kesempatan wawancara dengan beliau
pernah menyampaikan kalau ke depan bahasa Inggris sangat dibutuhkan anak-anak
santri untuk menghadapi pasar bebas. Dalam memimpin, Kyai harus dalam memimpin
bersifat demokratis, berbasis santri. Memberikan kesempatan kepada bawahan dan
santri beliau untuk berkarya dan selalu mengayomi kepada mereka yang
dipimpinnya. Agustin mengatakan,
bahwa pemimpin sejati adalah seorang yang selalu mencintai dan memberi
perhatian kepada orang lain, sehingga ia dicintai, memiliki integritas yang
kuat, sehingga ia dipercaya oleh pengikutnya, selalu membimbing dan mengajari
pengikutnya. Memiliki kepribadian yang kuat dan konsisten / istiqomah. Dan yang terpenting adalam
memimpin berlandaskan atas suara hati yang fitrah. Ketulusan hati beliau dan
keuletan serta keistiqomahan beliau
mampu menjalankan sebuah pondok pesantren sendirian, hanya dibantu oleh
santri-santri dalam melakukan rutinitas kegiatan santri non akademik dengan pantauan Kyai, karena keterbatasan dana untuk
mendatangkan guru / ustad yang membantu beliau mengayomi dan membina
kegiatan-kegiatan santri.
Kyai harus mengarahkan santrinya
ke dalam era baru, memerlukan pemahaman yang komprehensif akan dinamika
perubahan dan mengelola perubahan itu sendiri. Dari itu, Kyai hendaknya melakukan
berbagai upaya untuk meningkatkan prestasi non
akademik dalam mewujudkan pondok pesantrennya yang berprestasi yang
kompetitif di berbagai bidang, yaitu bidang manajemen, kurikulum, siswa, guru,
sarana dan prasarana serta hubungan dengan linkungan / masyarakat sekitar.
Peranan kyai kepada santri sangat dominan dan teraplikasi dalam kegiatan
belajar mengajar pesantren, benar-benar terwujud pelaksanaannya yaitu sebagai
berikut : (a) Pendidik dan Pembimbing, dalam hal ini Kyai langsung terjun
mendidik santri sebagai top figur
mengarahkan, membimbing santri dalam belajar. (b) Pemotivator, selain mendidik dan membimbing santri-santrinya kyai
selalu memberikan suport / motivasi
kepada santri agar selalu belajar dengan rutin, dan hal-hal lain yang berkaitan
dengan situasi terkini dalam masyarakat. (c) Peyandang Dana, jika keberadaan pondok pesantren dalam keadaan
serba kekurangan karena tidak memilki sumber dana lain. Maka kyai sebagai
pengelola dan pimpinan bertanggung jawab dalam urusan dana selain dana yang
berasal dari santri untuk memajukan keberlangsungan proses belajar mengajar di
pondok pesantren dengan cara pengelolaan baik mengedepankan faktor prioritas. (d)
Pencari Nara
Sumber / Pembina dan Pendukung, dalam
mengantisipasi kurangnya SDM yang mumpuni untuk diasramakan agar bisa membantu
kegiatan non akademik santri.
Misalnya, Kyai mengutus beberapa santri senior untuk belajar privat ke para
ahli masing-masing bidang. Sesekali waktu, kyai memang memanggil para tutor,
seperti drama, MC, tulis menulis, sampai Qori’ untuk membina para santri di
pondok pesantrennya. (e) Penyedia
Sarana dan Prasarana, Kyai menyediakan tempat asrama, belajar mengajar
serta sarana prasarana yang mendukung keberlangsungan aktivitas belajar
mengajar di pondok pesantrennya. Baik dari dana yang dikelola maupun dari
sumbangan-sumbangan donatur yang ada. (f) Koordinator Efektif, segala hal kegiatan di pondok pesantren
langsung dikoordinatori oleh kyai langsung. Kyai sebagai koordinator akan
selalu berkoordinasi dengan pengurus-pengurus yang lain dan juga santri-santri
yang menjadi pengurus organisasi santri dalam memajukan prestasi non akademik di pondok pesantren.
Selain itu, Kyai harusnya menjadikan
pondok pesantren sesuai dengan fungsi pesantren itu sendiri. Yakni pesantren
sebagai transfer ilmu dan nilai agama telah diterapkan seperti yang diterapkan
oleh kebanyakan pesantren-pesantren pada umumnya. Pondok Pesantren akan
dijadikan sebagai lembaga yang berfungsi terhadap kontrol sosial dan rekayasa
sosial secara keseluruhan. Para alumnus pesantren nantinya diharpkan mampu
berkiprah di masyarakatnya, pemahaman agama yang dimiliki alumnus tentu
diharapkan dapat di transformasikan dengan baik sesuai dengan kekhasan karakter
sebuah pesantren. Kyai selalu berusaha agar kepercayaan masyarakat terhadap
alumnus pesantren nantinya meningkat, kaitannya dengan kualitas kepribadian
seorang santri. Kyai tidak mengutamakan kuantitas santri melainkan
menitikberatkan pada kualitas santri-santrinya. Oleh karenanya posisi pesantren
pada poin kedua, yakni fungsi terhadap kontrol sosial sedikit banyak nantinya
mendapat tempat bagi kalangan masyarakat. Kyai berharap nantinya pesantren dan para alumnusnya mampu menjadi panutan dan
kiblat oleh masyarakatnya, baik itu urusannya dengan pemahaman keagamaan,
kultur budaya, hukum dan politik dan lain-lain. Pembekalan pada wilayah ini
memang harus menjadi prioritas pengasuh dan pengurus yang lain untuk
bersama-sama, bagaimana seharusnya pesantren mampu menciptakan santri sebagai
tokoh yang kreatif, inofatif, dan produktif Sekaligus sebagai motor penggerak
untuk masyarakat, bangsa dan negara.
Seperti yang di katakan KH. Musthofa
Bisri dalam sebuah tulisannya, dengan membandingkan anggapan orang tentang
pondok pesantren yang merupakan cikal bakal ”teroris” beliau mengatakan;
”...inilah yang merupakan tantangan utama kyai dan pesantren saat ini. Mereka
--yang memiliki sanad, mata rantai
keIslaman sampai ke Rasulullah SAW-- dituntut untuk tampil sebagaimana kyai dan
pesantren dulu untuk mengenalkan kerahmatan Islam dan kesantunan serta kasih
sayang Nabi Muhammad SAW. Jangan sampai generasi kita dididik oleh mereka yang
yang –sadar atau tidak, karena kepentingan atau kebodohan—justru ingin
mencemarkan nama baik Islam dan merusak tanah air kita.
Peran dan prilaku kyai dalam
memimpin pondok pesantren tidak jauh beda seperti psikolog, dokter dan penjaga
restoran. Hal ini di sampaikan beliau dalam kesempatan wawancara beberapa waktu
lalu, bahwa di pondok pesantren kyai, hanya memuaskan keingin para orang tua, terhadap putra putri mereka agar
dididik menjadi orang berguna dan sekaligus menyembuhkan segala ’penyakit’
psikologi yang dibawa dari rumahnya masing-masing.
Hal serupa di sampaikan oleh A. Haedar Ruslan dalam tulisannya,
”dalam kaitannya dengan perilaku yang tampak pada diri pemimpin, maka tidak
terlepas dari sifat-sifat yang dimiliki oleh pemimpin tersebut. Sebab
antara perilaku dan sifat yang melekat pada seorang pemimpin tidak bisa
dipisahkan. Dengan demikian mempelajari perilaku pemimpin sama artinya dengan
mempelajari sifat-sifat yang harus dimiliki oleh para psikologi dan pakar
organisasi dalam mengkaji kepemimpinan dengan cara mengenali karakteristik
sifat atau ciri-ciri pemimpin yang berhasil..”.
Pemimpin adalah orang yang dapat menggerakkan
rakyat yang dipimpinnya untuk menuju kebaikan bersama. Dunia mencatat
tokoh-tokoh seperti Mahat-ma Gandhi, Kemal Ataturk, Nepoleon Bonaparte, Jeanne
d’Arc, Kwame Nkrumah, Soekarno, Nelson Mandela dan seterusnya. Mereka bukan
sekedar tokoh masyarakat, namun pemimpin yang membawa perubahan besar bagi
perjuangan menuju kemerdekaan, keadilan, dan kesejahteraan. Pemimpin yang
cerdas adalah orang yang mampu menghargai puncak kehidupan, dan dia akan
senantiasa menziarahi kebenaran (will to
truth) dan bukan menziarahi kekuasaan (will
to power), agar dia tidak mengalami apa yang disebut split orientation. Yakni, tidak menyatunya antara ucapan dan
tindakan. Jika ini terjadi, dia masih dalam kategori apa yang disebut Francis
Fukuyama sebagai the first man, manusia
yang hanya butuh petunjuk secara otoriter, yang berbeda dengan kategori the last man yang sudah mementingkat
harkat dan martabat.
Penulis adalah Penyuluh Agama Islam Kementerian Agama, Alumni Ponpes
Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar